10.23.2008

APP/SMG Bantah Perusahaan Mitranya Rusak Kawasan Konservasi Harimau Sumatera

Rabu, 22 Oktober 2008 17:12
Sebuah NGO internasional Eyes on the Forest (EoF) menuding pembukaan jalan koridor APP/MSG di kawasan hutan konservasi Harimau Sumatera membahayakan ekosistem, namun perusahaan membantah tegas.

Riauterkini-PEKANBARU- Lembagan non pemerintahan internasional bernama Eyes on the Forest (EoF) beberapa hari lalu mengirim rilis kepada riauterkini mengenai pembukan jalan koridor oleh Asia Pulp And Paper Sinar Mas Group (APP/SMG) di kawasan hutan Senepis di Kota Dumai dinilai membahayakan kelangsungan kawasan konservasi untuk Harimau Sumatera, namun pihak perusahaan menegaskan bahwa pembukana jalan koridor tersebut tidak dilakukan langsung APP/SMG, melaikan dilakukan dua perusahan mitranya, yakni PT. Suntoro dan PT. Arus Utama Jaya. Kedua perusahaan tersebut sudah melalui proses analisa dampak lingkungan (AMDAL) dari pemerintah daerah. Pihak APP/MSG juga menegaskan komitmen untuk melestarikan hutan konservasi itu

"Kami (APP/SMG.red) tidak terlibat langsung pada pembukaan jalan koridor tersebut, yang melaksanakan adalah dua perusahaan mitra kami. Sampai sejauh ini semua prosedur untuk membuka jalan koridor di sana sudah dipenuhi, termasuk AMDAL dari Pemko Dumai," ujar Manajer Humas Sinar Mas Forestry, Nurul Huda kepada riauterkini di Pekanbaru, Selasa (21/10).

Menurut Nurul, bahwa pembukaan jalan koridor di tengah hutan Senepis untuk mengangkut bahan baku kayu. Namun izin AMDAL untuk koridor tersebut secara resmi sudah disetujui pemerintah terkait. "Keberadaan kita di sana turut mengamankan kawasan konservasi harimau sumatera. Sebab, kami tahu memang kawasan itu menjadi habitat harimau. Dan pembuatan kanal tersebut telah memenuhi prosedur dan ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah," kata Nurul.

Malah pihak Sinar Mas Group, lanjut Nurul, dalam masalah ini mengajak semua pihak untuk bekerja sama melakukan pengamanan dari aktivitas perambahan di kawasan tersebut. "Malah dua bulan yang lalu, perusahaan kami bersama pihak Polresta Dumai, menangkap beberapa pelaku illegal logging di kawasan Senepis. Ini bukti komitemen kami dalam pengawasan perambahan hutan di konservasi harimau tersebut," kata Nurul.

Menurut Nurul, jika ada desakan pihak Sinas Mas Group harus menghentikan pembukaan jalan tersebut, maka harus melalui mekanisme yang berlaku. Sebab, pembukaan jalan tersebut sudah melalui mekanisme yang berlaku. "Kalau kita disuruh menghentikan kegiatan tersebut, apa dasar hukumnya. Karena kami juga bekerja di sana, tidak mungkin tanpa melalui mekanisme yang diterapkan berbagai instansi terkait," sarannya.

Lebih lanjut Nurul mengungkapkan bukti komitmen perusahaannya pada kelestarian ekosistem Hutan Konservasi Senepis, yakni tiga mitra APP/SMG, PT. Suntoro, PT. Arus Utama Jaya dan PT. Daimon Timber bersama Dinas Kehutanan telah menyiapkan lahan sekitar 106.000 hektar untuk konservasi Harimau Sumatera. "Tiga perusahaan mitra kami terlibat aktif dalam menyiapkan lahan tersebut," demikian penjelasan Nurul.***(mad)
Read more...

10.21.2008

Pelepasan Hutan Harus Tuntas

Lanjutkan Pengerjaan Jalan Lintas Bono
Laporan BUNYAMIN, Pangkalan Kerinci bunyamin@riaupos.co.id
Proses pelepasan kawasan hutan di sekitar areal Lintas Bono harus tuntas dalam beberapa waktu ke depan. Hal tersebut terkait dengan pilihan yang harus diambil bila pemerintah berniat melanjutkan pengerjaan jalan sepanjang 28 kilometer yang masuk dalam areal hutan. Hal tersebut diungkapkan Ketua DPRD Pelalawan, HM Harris kepada Riau Pos belum lama ini.

Dari laporan terakhir, Departemen Kehutanan RI berjanji memberi izin pelepasan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan Jalan Lintas Bono di Kecamatan Teluk Meranti. Jika tidak ada perubahan, diawal tahun 2009, izin pelepasan tersebut sudah diberikan.

Dengan demikian, ruas Jalan Lintas Bono sepanjang 28 kilometer yang terhenti pengerjaan tahun lalu, segera dilanjutkan setelah izin pelepasan tersebut resmi diberikan kepada Pemprov Riau dan Pemkab Pelalawan sebagai pemohon. Hal ini dikatakan Ketua DPRD Pelalawan HM Harris kepada Riau Pos, pekan lalu.

‘’Pekan ini juga saya ke Dephut untuk membicarakan pelepasan kawasan hutan di areal Lintas Bono yang sudah dijanjikan Menteri. Mudah-mudahan sebelum tahun 2009 izinnya sudah selesai dan tahun depan Pemprov bisa melanjutkan proyek Lintas Bono itu,’’ ujar HM Harris saat berbincang dengan Plt Bupati Pelalawan H Rustam Effendy selaku Ketua Dewan Pembina Partai Golkar Pelalawan diPangkalan Kerinci.

Pembangunan Jalan Lintas Bono sepanjang 187 kilometer yang dimulai tiga tahun lalu, sempat terkendala akibat status kawasan hutan di Teluk Meranti. Meskipun pekerjaan proyek tersebut tetap berlanjut, namun jalan lintas yang menghubungkan Kecamatan Bunut menuju Guntung Kabupaten Inhil itu masih terputus pada kawasan hutan tersebut. Akibatnya, hingga kini akses darat menuju puluhan desa di Kecamatan Teluk Meranti dan Kuala Kampar maupun dengan Guntung belum terbuka.

Untuk menyambung ruas yang terputus sepanjang lebih kurang 28 kilometer, diperkirakan mamakan waktu kerja selama satu tahun. Dengan demikian, jika pengerjaan dimulai awal tahun depan, maka pada tahun 2010 mendatang, hubungan darat di kawasan pesisir Pelalawan sudah dapat dilalui kendaraan.

‘’Kelanjutan proyek Lintas Bono ini sangat menentukan keberhasilan usaha Pemerintah Kabupaten Pelalawan mengentaskan kemiskinan desa-desa tertinggal. Oleh karena itu kita perlu pro aktif mengejar ke pemerintah pusat. Meskipun ini proyek provinsi, tapi nanti Pelalawan yang paling diuntungkan,’’ jelas HM Harris yang dikenal punya akses yang baik ke pemerintah pusat.

Menurut HM Harris, selain membahas pelepasan hutan di areal Lintas Bono, kunjungannya ke Dephut juga untuk berkoordinasi mengenai program pemerintah di kawasan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN). Untuk itu HM Harris akan menemui Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, Ir Darori MSc.

Materi pembicaraan antara lain mematangkan program perluasan TNTN, khususnya terkait dengan opsi-opsi solusi yang akan diterapkan kepada pemukim tempatan di kawasan tersebut.

Dijelaskannya, pada prinsipnya pemerintah pusat akan tetap melindungi kepentingan masyarakat tempatan yang telah lama membuka ladang. Namun terhadap para perambah yang datang belakangan dan melakukan eksploitasi, kemungkinan tidak akan ditolerir oleh pusat. Pasalnya, sejak jauh hari pemerintah telah memberikan warning kepada masyarakat pendatang agar tidak melakukan aktifitas apapun didalam kawasan.(bun)
Read more...

10.17.2008

Pabrik Kertas Terpukul

Krisis Finansial Turunkan Permintaan
Jumat, 17 Oktober 2008 00:34 WIB

Pekanbaru, Kompas - Dampak krisis finansial global mengakibatkan pabrik pulp dan kertas terbesar di Tanah Air, PT Riau Andalan Pulp and Paper dan PT Indah Kiat Pulp and Paper, harus mengurangi produksi karena kurangnya permintaan dari luar negeri.
”Pengurangan produksi kami mencapai 30 sampai 40 persen dan kami tidak tahu kondisi ini akan berlangsung sampai kapan,” ujar Rudi Fajar, Direktur Utama PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP), yang dihubungi Kamis (16/10).

Dengan berkurangnya kapasitas sampai 40 persen, Rudi mengatakan, pihaknya hanya mengoperasikan satu dari dua pabrik yang terpasang. Selain itu, manajemen telah melakukan sejumlah penghematan di segala bidang.

”Kami hanya tidak melakukan penghematan untuk penyediaan bahan baku, bahan bakar, dan gaji pegawai. Sementara dalam bidang-bidang yang lain, seluruhnya sudah dilakukan penghematan, misalnya mengurangi perjalanan dinas dan lain-lain,” tegas Rudi.
Efisiensi

Secara terpisah, Humas PT Indah Kiat Pulp and Paper (IKPP), Nurul Huda, mengatakan, pihaknya masih mengoperasikan dua pabrik. Meski demikian, pihaknya juga telah melakukan efisiensi di segala bidang.

Menurut Nurul, PT IKPP sedang mencari pasar baru selain Eropa dan China yang selama ini mendominasi pasar ekspor.

”Kami akan berupaya membuka pasar Timur Tengah yang mungkin tidak terlalu terkena imbas krisis global,” katanya.

Meski sudah melakukan efisiensi, baik PT RAPP dan PT IKPP belum bermaksud mengurangi karyawan dengan jalur pemutusan hubungan kerja. Namun, Rudi mengatakan, pihaknya terpaksa memutus kerja sama dengan beberapa kontraktor karena berkurangnya produksi.
”PHK merupakan jalan terakhir. Namun, kami tidak tahu dengan karyawan kontraktor apakah sudah ada pemutusan hubungan kerja,” kata Rudi.

Adapun, Nurul mengatakan, kontraktor yang sudah memiliki surat perintah kerja tetap bekerja sesuai kontrak. Namun, kontraktor yang belum memiliki SPK akan dievaluasi kembali. Bila pekerjaan masih dikategorikan prioritas akan dilanjutkan, tetapi kalau masih dapat ditunda akan diberhentikan sementara.

Membantah
Nurul membantah rumor yang beredar di Pekanbaru bahwa PT IKPP akan merumahkan 800 karyawannya bila krisis belum berakhir dalam dua bulan ke depan.
”Belum, kami belum akan melakukan PHK. Mudah-mudahan, krisis segera berakhir,” kata Nurul.

Menurut Rudi, beberapa pembeli luar negeri sebenarnya masih berkeinginan membeli pulp dari PT RAPP.

Namun, tidak ada kejelasan bagaimana skema pembayaran. Daripada nantinya pembayaran macet, PT RAPP belum dapat melakukan pengiriman.
Di pasar internasional, kata Rudi, harga pulp saat ini telah anjlok lebih dari 30 persen. Harga sebelumnya mencapai 850 dollar AS per ton, tetapi saat ini tinggal 550 dollar AS.
PT RAPP dan PT IKPP adalah dua produsen pulp dan kertas yang terbesar di Indonesia. Produksi dua perusahaan ini mencapai 65 persen dari total produksi nasional. Produksi PT IKPP dan PT RAPP mencapai 4 juta ton per tahun. (SAH)

Read more...

10.16.2008

Riau Akan Berlakukan Jeda Tebang

Riau Akan Berlakukan Jeda Tebang

PEKANBARu (RP)- Komitmen Pemerintah provinsi (Pemprov) Riau dalam menyelamatkan eko¬sistem terus diupayakan. Salah satu cara yang akan dilakukan ad¬alah dengan memberlakukan jeda tebang terhadap sektor kehutanan, dengan demikian diharapkan up¬aya penyelamatan hutan dan lingkungan di daerah ini dapat di¬lakukakan dengan baik.

Hal itu dikatakan Gubernur Riau Drs H Wan Abubakar MS MSi, Senin (13/10). Karena itu, dirinya berharap dinas terkait dalam hal ini Dinas Kehutanan (Dishut) Riau membuat kebijakan¬-kebijakan terhadap hal ini, sebe¬lum kebijakan itu ditetapkan dalam aturan yang lebih tinggi apakah itu Peraturan daerah (Per¬da) atau Peratutan Gubernur (Per¬gub).

"Tidak hanya Riau, komitmen seperti ini juga dilakukan oleh Guhcrnur seluruh Sumatera keti¬ka mengikuti pertemuan IUCN baru-baru ini di Barcelona. Namun sebelum kebijakan itu diambil haruslah dilakuknn sosialisasi ter¬lebih dahulu ke berhagai pihak, sebab jika tidak demikian akan menimbulkan persoalan dikemu¬dian hari, "tuturnya.

Ditambahkan gubernur, adan¬ya rencana pihaknya memberlaku¬kan sistem jeda tebang ini hen¬daknya harus didukung oleh selu¬ruh kabupaten/kota karena yang memiliki wilayah tersebut adalah kahupaten/kota. Jika kabupaten/ kota tidak mendukung terkait ren¬cana ini tentunya hal iht tidak akan bermaniaat sama sekali.

Riau juga, tambah gubernur harus berbenah terhadap pengelo¬laan sektor kehutanan ini, hal ini sangat diperlukan agar ekosistem dan upaya penyelamatan hutan di daerah ini bisa berlangsung den¬gan baik terutama sekali men¬yangkut perizinan penebangan kayu dan sebagainya.

Komitmen untuk penyelama¬tan terhadap ekosistem ini harus dilakukan baik oleh provinsi di Sumatera maupun Riau sendiri, karena jika Riau tidak komit dalam upaya Penyelamatan ini Negara-¬negara Eropa akan bisa melaku¬kan tindakan pemboikotan terhadap berbagai hasil produk perkebunan di daerah ini seperti CPO, karet dan sebagainya.

Karenanya, sebelum tindakan pemboikotan tersebut diberlaku¬kan upaya untuk penyelamatan ekosistem ini harus dilakukan den¬gan sebaik-baiknya. "Negara-¬negara Eropa akan memberikan kompensasi terhadap upaya pe¬nyelamatan ekosistem ini khususnya di sektor kehutanan, karenan¬ya saya mengajak seluruh masya¬rakat Riau untuk komit dalam menjaga kelestarian hutan di daer¬ah ini," tutur gubernur.

Selain itu, tambah gubernur lagi, Dishut dan Badan Pengenda¬lian Dampak Lingkungan (Baped¬al) juga diharapkan segera merampungkan tata ruang provinsi ini dengan secepatnya. Penyelesaian tata ruang ini merupakan langkah awal sebagai upaya untuk penyelamatan kawasan hutan dan eko¬sistem yang ada di dalamnya.

"Selama ini kita sudah memi¬liki program-program sebagai up¬aya penyelamatan ekosistem dan hutan di Riau, hanya saja kita tidak komit dalam menjalankan pro¬gram-program tersebut, jika kita komit tentunya berbagai persoalan yang terjadi seperti kebakaran ha¬tan dan lahan serta bencana banjir dipastikan tidak akan melanda daerah ini," tutur gubernur lagi.

Karenanya, pembenahan hutan Riau dengan sebaik-baiknya harus dilakukan. Kita jangan menunggu-nunggu lagi, persoalan pemanasan global yang saat ini menjadi hal yang ditakutkan hanya bisa dien¬taskan jika hutan di dunia termasuk di Riau terselamatkan dengan baik.(gem)

--
"River for Life"
Direktur Eksekutif Perkumpulan Elang
Phone (0761) 42909
E-mail: rikokurniawan@gmail.com
web: www.perkumpulan-elang.org

Perkumpulan Elang is small NGO to address water resource management issues in Riau province. It works with community groups to spread information and awareness in order to strengthen their position with respect to equitable and sustainable watershed management. It lobbies for policy change at local and national levels to protect watersheds and river systems from land use change and pollution and to promote pro-community water resource conservation policies. Perkumpulan Elang also carries out research to support community-based natural resource management
Read more...

10.10.2008

Indonesia's Riau bans destruction of rainforests and peatlands for palm oil

Indonesia's Riau bans destruction of rainforests and peatlands for palm oil
The Indonesian province of Riau on the island of Sumatra has pledged to stop destruction of its forests and carbon-rich peatlands in an effort to reduce carbon emissions from deforestation by 50 percent by 2009.

Riau Governor Wan Abu Bakar announced the temporary ban — which will remain in place until signed into law — at a ceremony in the provincial capital Pekanbaru.

"The moratorium is an important first step and an opportunity for the local government, forest communities and other stakeholders to improve forest governance," said Arief Wicaksono, Greenpeace Southeast Asia's Political Advisor.

Riau is seeking to cash in on the proposed REDD mechanism, a scheme that would pay countries for reducing emissions from deforestation and degradation. Other Indonesian provinces — including Papua and Aceh — are already moving forward with initiatives to avoid emissions of greenhouse gases by conserving forests. Due to forest clearing and destruction, Indonesia is the third largest emitter of greenhouse gases after the United States and China.

Reining in deforestation in Riau means the province will scale back plans to triple the area of land under oil palm cultivation. Oil palm — used in the production of palm oil — is presently the largest driver of forest clearing in the province, which accounts for 25 percent of Indonesia's oil palm estate. A study released in February estimated that deforestation of 4.2 million hectares of tropical forest and peat swamp in Riau over the past 25 years has generated 3.7 gigatons of carbon dioxide emissions. Expansion of oil palm by another 200 percent would encroach on particularly carbon-rich ecosystems, resulting in the potential emission of 14.6 billion tons of carbon, according to Greenpeace. The activist group notes that the Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) will consider a proposal to ban conversion of Southeast Asian forests for palm oil production at its annual meeting in November.

Palm oil
The tripling of the price of palm oil since early 2005 has been linked to rising demand for crude oil, which has effectively driven up the price of all other vegetable oils. Producers in the U.S. and Europe have been diverting vegetable oils (canola/rapeseed and soy) and other agricultural feedstocks (especially corn) to the production of biofuels, buoying the high price for grains and oilseeds worldwide. While palm oil holds great potential as a feedstock for biodiesel production, prices are presently too high to make the process viable — roughly 80 percent of the cost of biodiesel is the price of its feedstock. As such most palm oil is currently used in food products, cosmetics, and for industrial purposes — less than one percent of Malaysia's 2007 production was used for biodiesel. Still the industry has high hopes to eventually use more palm oil as a biodiesel feedstock.

--
"River for Life"
Direktur Eksekutif Perkumpulan Elang
Phone (0761) 42909
E-mail: rikokurniawan@gmail.com
web: www.perkumpulan-elang.org

Perkumpulan Elang is small NGO to address water resource management issues in Riau province. It works with community groups to spread information and awareness in order to strengthen their position with respect to equitable and sustainable watershed management. It lobbies for policy change at local and national levels to protect watersheds and river systems from land use change and pollution and to promote pro-community water resource conservation policies. Perkumpulan Elang also carries out research to support community-based natural resource management
Read more...

Kehancuran Hutan Akibat Pembuatan HTI di Lahan Gambut
Kanalisasi

Bekas Kebakaran

 Kanalisasi Kanalisasi