12.19.2007

Indonesia Berpotensi Kuasai Pasar Kertas Dunia

Kertas dan pulp kertas Indonesia mempunyai potensi untuk menguasai pasar kertas dunia yang saat ini masih dikuasai oleh Finlandia dan Negara-negara Amerika Latin seperti Brazil dan Chili.

"Dari segi bahan baku Indonesia mempunyai potensi untuk menguasai pasar pulp dan kertas dunia karena ketersediaan bahas baku yang melimpah, sehingga pabrik pulp dan kertas sering mendapat tuduhan dari LSM luar negeri melanggar lingkungan hidup yang sebenarnya hanya ketakutan persaingan dagang," kata Direktur PT. Riau Andalan Pulp & Paper (RAPP), Leonardy Halim di Pangkalan Kerinci kab. Palalawan, Riau.

Menurut dia, ketersedian bahan baku yang berupa pohon kayu akasia di Indonesia mempunyai masa panen hanya 5 sampai 7 tahun dan berkualitas bagus tetapi di Eropa dan Amerika Latin pohon akasia baru bisa dipanen 30 tahun. "Dengan masa panen yang pendek tersebut dan berkualitas seperti pohon akasia alam itu maka Indonesia mempunyai daya saing yang tinggi di pasar kertas dan pulp dunia," kata Leonardy, pimpinan anak perusahaan April group yang berpusat di Singapura. Ia mengatakan, tuduhan pelanggaran lingkungan hidup oleh LSM luar negeri telah menimpa produk perusahaan yang dipimpinnya sehingga ekspornya dilarang masuk ke Eropa tahun 2003 lalu.

"Untuk membuktikan pelanggaran tersebut pihaknya melakukan pengujian produk di Jerman yang akhirnya tidak terbukti pelanggaran sehingga produknya di Jerman mendapat "premium price", melebihi patokan harga di negara tersebut. Tuduhan-tuduhan pelanggaran lingkungan hidup yang ditujukan ke perusahaan-perusahaan pulp dan kertas Indonesia, menurut dia, hal itu sebagai upaya persaingan perdagangan di pasar Eropa. Ia mengatakan, dengan kesuburan yang dimiliki Indonesia disertai dengan kemajuan teknologi yang digunakan maka untuk bahan baku Indonesia unggul baik kuantitas maupun kualitasnya.

Dari segi kuantitas dengan jarak tanam hingga panen pendek maka menjamin ketersidaan bahan baku, sedangkan dari kualitas pohon aksia yang ditanam di Indonesia mempunyai serat yang panjang dengan kualitas tak kalah dengan serat pohon dari tebangan alam sehingga akan menghasilkan kertas yang berkualitas, katanya.

Untuk itu, ia yakin kertas Indonesia pada tahun 2009 akan dapat menguasai dunia mengalahkan Brazil dan Chili yang saat ini menjadi pesaing berat Indonesia di pasaran Eropa. Ia mengatakan, pabrik pulp RAPP kini berkapasitas penuh 2 juta ton per tahun dan produksinya sebesar 1,9 juta ton per tahun.

Sedangkan dari produksi tersebut 85 persen untuk ekspor dan 15 persen lainnya untuk pasar dalam negeri. Ia mengharapkan tahun depan produksi kertas perusahaannya dapat menembus China yang di masa mendatang diperkirakan mengalami pertumbuhan ekonomi yang pesat.

Oleh karena itu, pihak April Group yang merupakan induk perusahaan itu akan menginvestasikan sebesar 360 juta dolar AS. Sementara itu, Manajer Humas perusahaan itu Fakhrunnas MA Jabbar mengatakan dalam rangka Community Development pihaknya kini telah membina sebanyak 3000 UKM dari berbagai jenis usaha dengan omzet rata-rata Rp3 miliar sebulan.

Menurut dia, usaha UKM milik masyarakat di sekitar pabrik tersebut diantaranya pertanian, penanaman kayu, kerajinan dan peternakan. Untuk itu pihaknya akan terus membina sehingga diharapkan produk pertanian hasil binaan perusahaannya dapat menumbus pasar ekspor.
http://www.cappa.or.id/index.php?option=com_content&task=view&id=25&Itemid=1
Read more...

Kearifan Lokal Pengelolaan Hutan,

Jambi, 24 Maret 2007

Sir Nicholas Stern, --penasehat ekonomi akibat perubahan iklim dan pembangunan untuk Pemerintah Inggris--, selama dua hari berada di Jambi. Dalam kunjungan yang didampingi oleh Duta Besar Inggris untuk Indonesia Charles Humphrey, Stren mengunjungi Desa Guguk Kecamatan Sungai Manau Kabupaten Merangin. Sebelumnya Stren juga dijadwalkan mengunjungi Desa Lubuk Beringin Kecamatan Bathin III Ulu Kabupaten Bungo, namun kunjungan ke Lubuk Beringin terpaksa dibatalkan karena ada kerusakan mesin pada heli yang akan menerbangkan Stren dan rombongan ke desa yang mengembangkan rubber agroforest. Stren melihat langsung bentuk pengelolaan hutan berbasis masyarakat yang telah diterapkan di desa dampingan KKI Warsi ini.

Dipilihnya kedua desa ini, karena masyarakat dengan kearifan yang mereka miliki, ternyata lebih mampu mengelola hutan menjadi lebih baik. Hal ini disebabkan masyarakat menyadari hutan sebagai sumber penghidupan dan secara historis masyarakat memiliki ketergantungan kepada sumber daya hutan di sekitarnya. “Dari pengelolaan hutan yang dilakukan masyarakat terbukti dapat memberikan hasil yang lebih baik dan mengelola hutan secara lebih lestari seperti yang dilakukan masyarakat Guguk dan Lubuk Beringin,”kata Direktur Eksekutif KKI Warsi Rakhmat Hidayat.

Masyarakat Guguk sejak Tahun 2003, telah menetapkan kawasan seluas 690 ha yang dijadikan sebagai hutan adat. Hutan yang dikelola secara adat dan dipertahankan kelestariannya. Lahirnya hutan adat ini, disebabkan adanya rongrongan dari pihak luar, seperti perusahaan HPH PT. Injapsin yang mencaplok secara sepihak wilayah Desa Guguk ke dalam wilayah konsensinya, selain itu juga disebabkan maraknya aksi illegal logging disekitar Desa Guguk. “Masyarakat menyadari bahwa kegiatan eksploitasi terhadap hutan akan menyebabkan kerusakan sumber daya hutan dan juga menyebabkan masyarakat Guguk kesulitan untuk mengakses sumber daya hutan yang telah mereka miliki secara turun-temurun,”sebut Rakhmat.

Masyarakat Guguk dengan difasilitasi KKI Warsi memperjuangkan supaya masyarakat Guguk kembali memperoleh hak-hak mereka kembali terhadap sumber daya hutan. Perjuangan ini membuahkan hasil dengan dikeluarkannya wilayah desa Guguk dari HPH PT Injabsin, sekaligus diakuinya daerah tersebut sebagai kawasan hutan adat yang dikukuhkan oleh Bupati Merangin melalui SK Nomor 287 Tahun 2003 tentang pengukuhan kawasan Bukit Tapanggang sebagai hutan adat masyarakat hukum adat Desa Guguk Kecamatan Sungai Manau Kabupaten Merangin pada 2 Juni 2003 lalu.

Seiring dengan diakuinya kawasan ini sebagai hutan adat, masyarakat Guguk juga mementukan aturan pengelolaan yang membentuk kelompok yang akan mengelola hutan adat mereka. Hutan adat bukan berarti kayu yang berada di dalamnya tidak dapat diambil oleh masyarakat, tetapi masyarakat Guguk telah membuat aturan untuk pengambilan kayu, sehingga kelestarian sumber daya hutanya terjaga. “Menebang kayu boleh dilakukan untuk pembangunan fasilitas umum, tapi sebelumnya sudah harus mendapatkan izin dari kelompok pengelola. Setiap penebangan satu pohon maka diwajibkan untuk menanam lima pohon sebagai penggantinya,”kata Rakhmat sembari menambahkan bagi pelaku pencurian, juga ada sanksi yang diatur secara adat yang akan dijatuhkan kepada pelaku.

Sedangkan di Lubuk Beringin, masyarakat yang berada di daerah penyangga Taman Nasional Kerinci Seblat ini, dengan kearifannya lokal sistim pertanian agroforest yaitu dengan membuat kebun karet campur. Kebun Karet campur ini mempunyai fungsi yang hampir sama dengan hutan alam, yaitu sebagai daerah tangkapan air. “Kegiatan masyarakat di dua desa tersebut merupakan langkah untuk mengurangi emisi karbon,”kata Rakhmat.

Seperti diketahui bahwa emisi karbon telah menyebabkan terjadinya perubahan iklim global. Sementara menurut tinjauan Stren perubahan iklim global sangat mempengaruhi ekonomi. Perubahan iklim merupakan ancaman global yang serius dan membutuhkan tanggapan global yang mendesak. Efek dari tindakan kita sekarang akan menentukan perubahan iklim di masa yang akan datang. Yang kita lakukan sekarang akan mempengaruhi iklim hanya 40-50 tahun mendatang. Dan yang kita lakukan dalam 10-20 tahun mendatang akan memberikan efek yang besar pada iklim dipertengahan dan akhir abad ini dan seterusnya.

Menurut Stern perubahan iklim merupakan hal yang global dalam penyebab dan konsekwensinya sehingga tindakan internasional akan menjadi penting dalam mendorong sebuah tanggapan yang efektif, pantas dan dalam skala yang dibutuhkan. Tanggapan ini akan membutuhkan kerjasama terutama dibanyak bidang untuk menciptakan isyarat harga dan pasar untuk karbon, memacu penelitian teknologi, pembangunan dan penyebaran serta memajukan adaptasi, terutama untuk negara berkembang,”.

Hal ini menjadi penting karena negara berkembang akan lebih menderita dan merupakan ancaman besar dalam mengurangi kemiskinan. Hal ini disebabkan karena secara geografis negara berkembang kondisinya lebih panas, dengan varisasi curah hujan yang tinggi. Selain itu, negara berkembang sangat tergantung dengan sektor pertanian, sementara sektor ini akan sangat sensitif terhadap perubahan iklim.

“Dari tinjauan yang dilakukan Stren ini, jelas saat ini kita membutuhkan langkah untuk menyelamatkan dunia dari emisi karbon. Apa yang dilakukan masyarakat Desa Guguk dan Lubuk Beringin merupakan salah satu langkah yang potensial mengurangi emisi karbon, dan diharapkan dapat diikuti oleh daerah-daerah lainnya,”kata Rakhmat. ***

http://www.warsi.or.id/

Read more...

12.13.2007

Mentan: Setop pemberian izin pengolahan lahan gambut

NUSA DUA, Bali: Departemen Pertanian telah meminta seluruh pemerintah daerah (pemda) untuk menghentikan pemberian izin pengolahan lahan gambut, seiring dengan evaluasi yang akan dilakukan atas izin-izin yang telah diberikan.

Mentan Anton Apriyantono mengatakan permintaan itu telah disampaikan dua pekan lalu, terkait dengan semakin maraknya protes terhadap pemanfaatan lahan gambut di Indonesia yang semakin meningkatkan emisi karbon.

"Untuk sementara, kami hentikan dulu penggunaan lahan-lahan gambut. Sementara izin yang ada akan kami evaluasi, apakah masuk dalam kriteria sustainable [berkelanjutan] atau tidak," ujarnya saat ditemui di sela-sela Konferensai Para Pihak ke-13 dalam Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) kemarin.

Keberadaan lahan gambut semakin dirasakan peran pentingnya terutama dalam menyimpan lebih dari 30% karbon terrestrial, memainkan peran penting dalam siklus hidrologi serta memelihara keanekaragaman hayati.

Luas lahan gambut dunia berkisar 38 juta ha dengan lebih 50 % berada di Indonesia. Lahan gambut di Indonesia diperkirakan seluas 26 juta ha. Hampir seluruh cadangan gambut yang ada di Indonesia tersebut terdapat di luar Pulau Jawa yang merupakan pulau-pulau daerah tujuan transmigrasi, tersebar di Pulau Sumatra 8,9 juta ha, Pulau Kalimantan 6,3 juta ha dan Pulau Irian 10,9 juta ha.

Di wilayah Sumatra, sebagian besar gambut berada di pantai timur, sedangkan di Kalimantan ada di Kalimantan Barat, Tengah dan Selatan. Di sebagian besar wilayah itulah sasaran? program transmigrasi diarahkan. Kondisi lokasi dan sebaran gambut seperti itu menyebabkan Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi sulit menghindari lahan gambut untuk pengembangan kawasan transmigrasi.

Mentan mengatakan, selama ini pemanfaatan lahan gambut di Indonesia hanya diizinkan untuk lahan dengan tingkat kedalaman di bawah 3 meter. Namun, Anton tidak dapat menyebutkan apakah ketentuan tersebut dipatuhi sepenuhnya oleh para pihak pengelola hutan gambut.

Dia juga menyebutkan larangan pemanfaatan lahan gambut tersebut nantinya juga dapat diatur lebih lanjut oleh pemerintah pusat, apabila hal tersebut dinilai lebih efektif dibandingkan dengan aturan pemerintah daerah.

"Karena banyak sorotan soal lahan gambut, banyak yang mengatakan tidak sustainable. Oleh karena itu, untuk sementara kami sudah minta jangan ada lagi izin untuk pemanfaatan lahan gambut. Itu sudah diminta ke setiap kepala daerah," katanya.

Sementara itu, Ketua Delegasi Indonesia Emil Salim meminta semua perusahaan yang terintegrasi dengan perusahaan bubur kertas dan kertas untuk menghentikan penggunaan lahan gambut dalam kegiatan usaha mereka. Dia mengatakan hal tersebut dalam acara diskusi yang digelar pada Selasa lalu.

Sementara itu, Menhut M.S. Kaban mengatakan masalah lahan gambut sudah diakomodasi dalam skema pemberian insentif lewat mekanisme REDD. REDD (reducing emission from deforestration in developing countries) merupakan skema pemberian insentif dari negara maju kepada negara berkembang untuk upaya penurunan laju deforestasi.

Khusus bagi Indonesia, menurut Kaban, pemerintah sudah menyiapkan aturan khusus mengenai pemanfaatan lahan gambut melalui sebuah peraturan pemerintah (PP).

"Melalui PP itu kita akan mendorong pengelolaan hutan secara berkelanjutan [sustainable forest management]. Secara spesifik, Peraturan Pemerintah itu sudah melarang pemanfaatan lahan gambut dalam [deep peatland]," ujar dia.

Oleh Yeni H. Simanjuntak Bisnis Indonesia (yeni. simanjuntak@bisnis.co.id)
Read more...

Tujuh Perusahaan Investasi Pulp dan Kertas Rp 69 T

Tuesday, 5 June 2007 01:56:00 JAKARTA, Investor Daily

Tujuh perusahaan berstatus penanaman modal asing (PMA) dan penanaman modal dalam negeri (PMDN) akan membangun pabrikpulp (bubur kertas) dan kertas senilai Rp 69,37 triliun di Indonesia.

Kian ekspansifnya industri pulp dan kertas serta bangkrutnya sejumlahindustri serupa di Amerika Utara dan Eropa Utara berpotensi menempatkan Indonesia sebagai produsen pulp dan kertas terbesar ketiga dunia, dari peringkat ketujuh saat ini.


Berdasarkan informasi yang diperoleh *Investor Daily *dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) di Jakarta pekan lalu, PT Indah Kiat Pulp & Paper Tbk akan menggelontorkan total investasi Rp 15,43 triliun. Anak perusahaan Asian Pulp and Paper (APP) di bawah kelompok Sinar Mas itu akan membangun pabrik kertas berkapasitas 562.000 ton senilai Rp 10,57 triliun di Kabupaten Siak, Provinsi Riau. Di lokasi yang sama, Indah Kiat juga akan membangun pabrik pulp berkapasitas 600.000 ton per tahun senilai Rp 4,86 triliun.
PMA lainnya, PT Intiguna Primatama berniat membangun industri pulp di Riau berkapasitas 500.000 ton dengan investasi Rp 1,5 triliun. Dari investor berstatus PMDN, PT Putra Adil Laksana, PT Tranindo Sinar Utama, dan PT Karawang Ekawana Sukses masing-masing akan membangun pabrik pulp di Kabupaten Barito Kuala (Kalimantan Selatan), Kapuas (Kalimantan Tengah), dan Pontianak (Kalimantan Barat). Masing-masing pabrik pulp berkapasitas dua juta ton setahun itu investasinya sekitar Rp 17,13 triliun.

Selain itu, PT Surabaya Agung Industri Pulp dan Kertas Tbk serta PT Wirajaya Packindo akan mendirikan pabrik kertas di Jawa. PT Surabaya Agung berencana membangun pabrik di Gresik (Jatim) senilai Rp 774,72 miliar berkapasitas 110.000 ton per tahun, sedangkan PT Wirajaya akan berinvestasi Rp 250 miliar untuk membangun pabrik berkapasitas 150.000 ton per tahun di Tangerang (Banten).

Sementara itu, lewat APRIL, perusahaan kelompok Raja Garuda Mas (RGM) tengah membangun pabrik kertas keduanya di Sumatera. Pabrik yang dimulai pembangunannya tahun lalu itu akan dijadwalkan selesai akhir 2007, sehingga kapasitas produksi kertas naik dua kali lipat menjadi 800.000 ton setahun. APRIL yang merupakan salah satu produsen pulp terbesar di dunia ini mempunyai pabrik bubur kertas di Indonesia dengan total kapasitas produksi dua juta ton per tahun.

Ketua Presidium Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI) HM Mansurmengatakan, investor pulpdan kertas domestik maupun asing sangat berminat membangun pabrik baru di negeri ini. Hal itu terkait ditutupnya sejumlah pabrik pulpdi kawasan Amerika Utara dan Eropa Utara karena tidak kompetitif lagi.

Selama ini, industri pulp di dua kawasan itu menguasai 56,4% produksi dunia yang mencapai 221,3 juta ton. Sementara itu, kapasitas produksipulpIndonesia diperkirakan sebesar 6,73 juta ton pada 2007 dengan pangsa pasar dunia sebesar 2,5%.

Sebelumnya, Senior Director Corporate Logistic Division Sinar Mas Raymond A Liu mengatakan, sejumlah industri pulp dengan total kapasitas 2,4 juta ton di Amerika Utara telah ditutup dalam dua tahun terakhir. Industri itu antara lain Domtar, Neenah Paper, Sappi, Bowater, Fraser, Tembec, dan Western Pulp

Demikian pula industri pulp dan kertas di Eropa Utara banyak tutup dan merelokasi pabrik karena biaya buruh yang mahal maupun mesin yang sudah tua.

Mansur menjelaskan, sejumlah industri pulp dunia telah merelokasi pabrik ke Amerika Latin, sehingga kapasitas industri pulpnya melonjak, diprediksi menjadi delapan juta ton pada 2008.

*Terbesar Ketiga*
Menurut Mansur, saat ini merupakan kesempatan emas bagi Indonesia untuk menarik investasi asing ke industri pulpdan kertas di Tanah Air. Amerika Latin pun takut Indonesia menjadi pesaing yang kuat, karena luas hutan Indonesia sangat besar, biaya produksinya kompetitif, serta dekat dengan Tiongkok yang menjadi tujuan ekspor pulp mereka.

Karena itu, Mansur dan Sekjen Masyarakat Perhutanan Indonesia Agung Nugraha optimistis, Indonesia mempunyai peluang untuk menjadi produsen pulp dan kertas terbesar ketiga di dunia. Sebab, negeri ini memiliki persediaan areal hutan tanaman industri (HTI ) yang sangat besar.

Menurut Agung, jika pemerintah dan pengusaha kehutanan mampu mewujudkan target pembangunan HTI seluas lima juta hektare (ha) serta hutan tanaman rakyat (HTR) seluas sembilan juta ha sampai 2009, kebutuhan bahan baku untuk industri pulptidak akan menjadi persoalan lagi. "Jika semua target penanaman itu bisa terpenuhi, Indonesia dapat menjadi produsen pulp dan kertas nomor tiga di dunia, paling cepat tahun 2012," ujar Agung.

Optimisme serupa juga diungkapkan Presdir Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) Rudi Fajar. Menurut dia, tutupnya pabrik-pabrik pulp di Amerika Utara dan Eropa Utara membuka peluang bagi Indonesia untuk menarik investasi di sector ini.

"Dalam berbagai forum sudah dilontarkan peluang Indonesia menarik investasi besar-besaran dipulp, dan kita bisa melompat dari negara produsen ketujuh dunia menjadi terbesar ketiga," ujar Rudi.

Rudi Fajar menjelaskan, konsumsi pulp dunia akan terus naik, didorong naiknya konsumsi kertas di semua jenis, seiring membaiknya ekonomi dunia. Dalam pandangan Rudi, kebijakan pemerintah pada prinsipnya sudah sejalan dengan ambisi Indonesia untuk menjadi produsen terbesar ketiga dunia. Ambisi ini dapat diwujudkan jika tersedia lahan yang mendapat perlindungan hokum kuat untuk pengembangan HTI. "RAPP masih berminat ekspansi, jika memang tersedia lahan untuk HTI," paparnya.

Untuk menyiasati berbagai kendala investasi di lapangan, kata Rudi, umumnya investor baru mengakuisisi perusahaan HTI maupun industri pulp dan kertas yang sekarat. Nantinya, investor baru itu tinggal membenahi manajemen dan teknologi.

Mansur menambahkan, saat ini total areal konsesi yang dimiliki perusahaan pulp nasional diperkirakan hanya 3,3 juta ha, dari total kawasan hutan produksi dan hutan produksi konversi yang dapat diberdayakan seluas 70 juta ha.

*Banyak Pungutan
*Mansur membeberkan sejumlah kendala yang menghambat langkah investorberinvestasi besar-besaran di Indonesia, seperti kepastian hukum danberbagai pungutan.

Investor, kata dia, butuh kepastian dan konsistensi hukum dalam jangka panjang serta jaminan keamanan, seperti bebas dari gangguan penyerobotan lahan dan penebangan liar di hutan tanaman industri. Investor juga menyoroti soal hambatan di perburuhan, korupsi,pungutan liar, maupun berbagai pungutan daerah.

"Kalau Indonesia tidak menyediakan jaminan keselamatan investasi itu,negara-negara lain seperti Tiongkok, Vietnam, Thailand, dan Kamboja akan menjadi tujuan investasi yang dilirik investor asing," tutur Mansur.

Agung Nugraha mengakui beratnya beban pungutan yang dialami pengusahakehutanan. "Selama ini, pengusaha kehutanan memiliki kewajiban kepada Negara dan masyarakat lewat pajak dan nonpajak, termasuk 13 item pungutan seperti dana reboisasi, PSDH, serta pajak bumi dan bangunan," kata Agung.*(c92/c107/shd/en)
Read more...

11.30.2007

Industri Pulp dan Kertas di Provinsi Jambi

KEBERADAAN INDUSTRI PULP DAN KERTAS SERTA PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI JAMBI
Oleh: Diki Kurniawan*


Industri Pulp & Paper Di Provinsi Jambi
PT Lontar Papirus Pulp and Paper/LPPP (APP – Sinar Mas Group)
· Tekhnologi Leaching : H2Cl (Hidro Clorin) : tidak berbau
· Pengolahan limbah : bakteri? + suhu ttt aktif selama 24 jam
· Storage & pengangkutan : Pelabuhan peti kemas dan pengapalan melalui DAS Pengabuan
· Kapasitas produksi : 1,3 juta m3?
· Produk :tissue

Belum ada issu atau permasalahan baru yang berdampak pada masyarakat sekitar setelah terjadi perubahan manjemen dan teknologi pegolahan limbah.
Pembangunan HTI
· Pemenuhan bahan baku industri pulp & paper
· Developer : (APP – Sinar Mas Group)
1. PT Wira Karya Sakti (WKS)
2. PT Rimba Hutani Mas (RHM)
· Total luas Konsesi (existing) : 428.816 ha
· Rencana Perluasan Areal HTI : 133.730 ha (telah mendapat Rekomendasi Gubernur Jambi No. 522/12.8/9170/ Dishut/2006 tgl. 6 Maret 2006).

Permasalahan
ð Meningkatkan laju deforestasi hutan alam di Jambi karena kecenderungan pembangunan HTI adalah melalui konversi hutan alam eks HPH di areal Hutan Produksi dengan pola THPB. Bahan baku dari HTI belum bisa memenuhi kapasitas produksi PT LPPP.


ð Monokultur: HTI secara luas meningkatkan marginalisasi lahan dan masyarakat, terutama bagi masyarakat yang berada di dalam atau di sekitar hutan produksi yang akan dikonversi menjadi HTI.


ð Terjadi konflik antara perusahaan pengembang HTI dengan masyarakat dalam pemanfaatan lahan dan sumberdaya hutan. Konflik yang terjadi kurang terekspos di media (bisa jadi perusahaan dapat “meredam” media).


ð Pemerintah Daerah (Kabupaten dan Provinsi) Jambi sangat mendukung investasi di daerah, termasuk perusahaan pengembang HTI, sehingga dalam kerangka lobbi dan kampanye advokasi cukup sulit mendapatkan akses informasi dan data terhadap kegiatan (termasuk perizinan) perusahaan pengembang HTI.

Read more...

Visi Bersama Untuk Perubahan Industri Pulp dan Kertas Indonesia

Visi Bersama Untuk Perubahan Industri Pulp dan Kertas Indonesia
Disampaikan dan ditandatangani di Riau, Sumatera, 13 Januari 2007

Dengan ini , beberapa NGO dan Organisasi Masyarakat yang ada di Indonesia memiliki beberapa kekhawatiran besar mengenai keberlanjutan hutan alam. Konversi hutan dengan pembangunan Hutan Tanaman Industri [HTI] untuk industri pulp dan kertas telah berada pada posisi melewati batas deforestasi dan dehumanisasi. Penyelamatan hutan yang tersisah dan pengingkaran hak-hak masyarakat adat diseluruh wilayah areal HTI dan industri Pulp Kertas telah melahirkan bencana yang tidak terbayangkan sebelumnya. Penggunaan kertas untuk memenuhi pasokan bahan baku industri hilir (industri pulp dan kertas) untuk memproduksi kertas bagi konsumsi i dunia internasional telah menorehkan sejarah buruk terhadap perampasan dan pelanggaran hak-hak masyarakat. Kami melihat bahwa telah terjadi perencanaan yang sistimatis oleh pasar dan pelaku industri dengan difasilitasi oleh pemerintah Indonesia dengan berbagai kebijakannya, langsung maupun tidak langsung melahirkan praktek-praktek perusahaan yang tidak berpihak pada kesejahteraan masyarakan dan lingkungan secara lebih luas.


Realita bahwa industri pulp dan kertas memberikan sumbangan cukup besar terhadap penyediaan lapangan kerja serta pemasukan kepada Negara ataupun pemerintah daerah tempat beroperasinya, namun tidak dapat dipungkiri bahwa keberadaan industri ini juga lebih banyak memberikan pengaruh negatif terhadap kerusakan lingkungan hidup, konflik dan kehidupan sosial dan kemiskinan bagi masyarakat sekitar.

Semua permasalahan tersebut muncul dikarenakan adanya beda persepsi dan pandangan serta cara dalam menyikapi niat yang ada. Kalangan pemerhati seperti NGO telah memiliki kesamaaan cara pandang terhadap upaya perbaikan dan perubahan pembangunan industri pulp dan kertas di Indonesia.

Demikian beberapa catatan kami yang dilahirkan dari pemaparan pengalaman pengorganisiran dan masyarakat korban melalui beberapa perdebatan signifikan tentang industri pulp kertas, telah mendorong kami untuk secara bersama-sama berdiri dalam posisi mendesak beberapa perubahan-perubahan kebijakan dan menolak segala bentuk implementasi industri serta ekspansi yang merusak. Dalam beberapa tahun kedepan kami berposisi untuk mengawasi segala macam bentuk kebijakan, mendesak perubahan dan revisi kebijakan yang akan kami lakukan dalam multiperspekfif.

Beberapa proses ini kami tuangkan dalam bentuk Visi Bersama Untuk Perubahan Industri Pulp dan Kertas Indonesia dalam rangkaian kebijakan, industri dan kondisi sosial.



Visi
Terwujudnya Penghormatan Hak dan Kepentingan Masyarakat Setempat serta Terjaminnya Kepentingan Ekologi Dalam Memenuhi Kebutuhan Kertas Indonesia

MISI
1. Mengintervensi perubahan kebijakan untuk ekspansi HTI-Pulp & kertas secara lokal , nasional dan internasional
2. Memperluas Pengakuan Dan Penghargaan Pengelolaan Hutan Oleh Masyarakat Setempat (Adat) Secara Berkelanjutan
3. Menutup industri pulp & kertas yang melakukan pencemaran lingkungan dan merugikan kepentingan masyarakat dan menolak pembangunan industri baru serta menghentikan perluasan hti untuk pulp & kertas


Read more...

Kehancuran Hutan Akibat Pembuatan HTI di Lahan Gambut
Kanalisasi

Bekas Kebakaran

 Kanalisasi Kanalisasi