5.29.2008

Proyeksi RTRWN Terhadap Provinsi Kalimantan Timur






Read more...

Proyeksi RTRWN Terhadap Provinsi Kalimantan Selatan






Read more...

Proyeksi RTRWN Terhadap Provinsi Kalimantan Tengah






Read more...

Proyeksi RTRWN Terhadap Provinsi Sumatra Selatan






Read more...

Proyeksi RTRWN Terhadap Provinsi Jambi






Read more...

Proyeksi RTRWN Terhadap Provinsi Riau






Read more...

Proyeksi RTRWN Terhadap Provinsi Sumatra Utara







Read more...

5.28.2008

Pabrik Pulp Eropa Tutup, Harga Kertas Naik 37 Persen, Sejumlah perusahaan pulp nasional akan jadi sasaran akuisisi

Senin, 12 Mei 2008
JAKARTA--- Penutupan sejumlah pabrik pulp di Eropa dan Amerika Utara telah memicu keterbatasan pasokan di dunia. Akibatnya, harga kertas yang merupakan produk akhir dari pulp di pasar internasional telah menyentuh 1.100 dolar AS per ton. Angka tersebut naik 37,5 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu yakni sekitar 800 hingga 850 dolar AS per ton.

Pada Mei tahun ini, harga pulp serat panjang di Asia sekitar 760 hingga 780 dolar AS per ton. Sedangkan pulp serat pendek 750 hingga 780 dolar AS per ton. Bulan April lalu, harga pulp serat pendek masih di bawah 750 dolar AS per ton. Sedangkan pulp serat pendek 720 hingga 740 dolar AS per ton. Artinya, dalam sebulan terjadi kenaikan harga 20 hingga 30 dolar AS per ton.

Menanggapi penutupan pabrik pulp di Eropa dan Amerika Utara yang masih berlanjut itu, Ketua Umum Asosiasi Industri Pulp dan Kertas Indonesia (APKI) M Mansyur mengatakan, penutupan tersebut mendorong perusahaan pengelola dana dari Amerika Serikat, Octrian Grammacy, agresif mengincar produsen pulp terbesar di Indonesia, yakni PT Indah Kiat Pulp and Paper Tbk.

Indonesia menjadi salah satu incaran investor asing, selain Amerika Selatan. Pabrik-pabrik pulp di Indonesia menjadi incaran perusahaan asing karena negeri ini menjadi produsen kesembilan dunia saat ini (lihat tabel). ''Sejumlah perusahaan pulp asing terus memburu akuisisi pabrik-pabrik pulp di Indonesia untuk mengurangi defisit pasokan di dunia yang menyebabkan harga komoditas itu melonjak tajam pada awal tahun ini,’’ ujar Mansyur.

Menurutnya, kemungkinan ke arah akuisisi sangat terbuka karena perusahaan asing memiliki kemampuan finansial yang kuat. Jika perhitungan perusahaan asing ingin investasi berjangka waktu cepat, menurutnya, sangat mungkin akusisi terjadi. Sebab, investasi membangun pabrik pulp membutuhkan waktu lebih lama. Sedangkan perusahaan pengelola dana bahkan pabrik asal Eropa dan Amerika Utara itu akan mengkalkulasi investasi yang tingkat pengembaliannya lebih cepat. ''Tapi tentu harus tetap sesuai standar yang baku,'' ujarnya.

Dirjen Industri Agro dan Kimia Departemen Perindustrian (Depperin), Benny Wachjudi mengatakan, saat ini investasi di sektor pulp terbuka untuk asing. Karena itu, menurutnya, pabrik pulp nasional perlu mengefisienkan diri untuk mengantisipasi persaingan yang adil.

Sebelumnya, Wakil Presiden Komisaris PT Indah Kiat Pulp and Paper Tbk, Gandhi Sulistiyanto menjelaskan, Octrian Grammacy diduga menjadi pemicu berhembusnya sentimen negatif untuk industri pulp nasional. Tujuannya agar mereka dapat mengakuisisi dengan harga murah.

Gandhi mengungkapkan, perusahaan-perusahaan asing di Finlandia, Amerika Serikat, Kanada, dan Tiongkok sebenarnya ingin masuk ke Indonesia untuk mendapatkan akses bahan baku pulp. Mereka juga ingin mengakuisisi perusahaan yang ada atau mendirikan yang baru. ''Mereka juga mengincar Indah Kiat dengan cara mengganggu stabilitas perusahaan kami,'' papar Gandhi.
Read more...

5.23.2008

Distribusi Titik Api Bulan Mei 2008 di Provinsi Riau

Kebakaran Hutan Mei 2008

Read more...

5.08.2008

Dephut Stop Izin Kawasan untuk HTI di Riau

[Rabu 07/05/08, 22:39:16]

JAKARTA,
TRIBUN - Menteri Kehutanan (Menhut) MS Kaban menegaskan pihaknya tidak akan mengeluarkan izin peruntukan atau perubahan kawasan untuk Hutan Tanaman Industri (HTI) di Riau.

"Khusus di Riau tak ada lagi peruntukan dan perubahan kawasan, terutama untuk HTI. Sudah cukup," kata Menhut usai pencanangan Desa Konservasi, di Jakarta, Rabu (7/5).
Menurut dia, sampai kini sangat banyak izin daerah yang tumpang tindih, sehingga persyaratan perizinan, termasuk proses Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) di Kalteng dan Riau diperketat. Menhut menegaskan daerah tetap harus komitmen terhadap payung hukum yang ada

"Supaya transparan, kita akan buka soal permohonan pelepasan kawasan hutan ini ke DPR," tegasnya. Pada kesempatan itu, Kaban juga membantah adanya pelepasan kawasan hutan ilegal seluas 10 juta hektare. "Tidak benar itu ada pelepasan ilegal, yang ada izin itu tidak dilengkapi dengan persyaratan pelepasan kawasan yang memadai." Kalau yang legal, lanjut dia, banyak yang mengajukan permohonan, tetapi dengan luasan yang hanya puluhan ribu hektare saja. Seperti dikutip Antara, Menhut mengatakan jika ada izin keluar dari daerah tanpa mengikuti prosedur UU Tata Ruang sudah sewajarnya diproses hukum. "Menhut nanti yang dipidanakan jika ada kesalahan prosedur, maka persyaratan itu harus ketat," katanya. Dephut tetap mengacu UU Tata Ruang Nasional dalam mengesahkan pelepasan kawasan hutan, katanya.

"Kita punya UU Tata Ruang Nasional yang harus diikuti. Semua yang menyangkut permohonan pelepasan kawasan harus ikuti aturan yang berlaku," kata Kaban. Ia menjelaskan banyaknya permohonan pelepasan kawasan yang tidak segera disahkan Rencana Tata Ruang Wilayahnya
dikarenakan masih ada ganjalan dalam persyaratannya.

"Dephut sekarang memperketat persyaratan. Tak ada izin sebelum ada pengesahan pelepasan kawasan. Dephut tak akan putihkan izin sebelum ada pelepasan kawasan hutan," papar dia. Sementara itu Dirjen Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial (RLPS) Sunaryo mengatakan beberapa tahun terakhir banyak pembangunan di sejumlah wilayah yang tidak memperhatikan kondisi hutan. Bahkan, katanya, banyak yang mengabaikan tata ruang, terutama sejak reformasi dengan banyak permintaan pemekaran wilayah.

"Di Wakatobi, Sulawesi Tenggara, dan Raja Ampat, Papua, misalnya, yang merupakan kawasan taman nasional. Saat permohonan tidak ada masalah tetapi dalam perjalanannya tidak mulus dan muncul benturan antara daerah dan pusat," kata Sunaryo.

Desa Konservasi
Pada kesempatan itu Menhut juga mengimbau semua pihak mendukung rencana pembentukan desa konservasi yang ada di sekitar kawasan konservasi yang luasnya 22 juta hektare. "Kita akan capai 300 desa konservasi, tetapi sekarang baru ada 132 desa di sekitar kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak dan beberapa kawasan di 4 propinsi lainnya yakni Jateng, Yogyakarta, Jawa Timur Aceh, Sumatera Utara," kata Kaban.

Desa konservasi merupakan sebuah pendekatan model konservasi untuk memberi peluang usaha kepada masyarakat sekitar kawasan konservasi. "Prinsipnya masyarakat desa kita perhatikan lebih khusus. Kita akan berdayakan lebih jauh dan siapkan akses pasar, peningkatan teknologi dan permodalan untuk mengembangkan kegiatan mereka," kata Kaban. (*)

Read more...

5.07.2008

Ketika Daerah Penghasil Sagu Terbesar di Indonesia Dikorbankan untuk HTI

Rabu, 7 Mei 2008 07:42
Ketika Daerah Penghasil Sagu Terbesar di Indonesia Dikorbankan untuk HTI

Riau semestinya bangga memiliki kawasan penghasil sagu terbesar di Indonesia, namun noktah emas itu menjelang tinggal kenangan. Demi HTI, kawasan penting itu akan dikorbankan.

Riauterkini-PEKANBARU-Sejak sebulan terakhir warga Desa Nipah Sendanu dan Desa Sungai Tohor,Kecamatan Tebing Tinggi, Kabupaten Bengkalis Riau dirudung gelisah. Setiap ada kapal berlabuh di dermaga Harapan Baru, yang merupakan gerbang masuk daerah tersebut, puluhan pasang mata siap mengintai gerak-gerik orang asing yang turun dari kapal.

Alergi terhadap kedatangan orang asing ke pulau tersebut sebenarnya bukanlah karaterisktik dari masyarakat melayu di pulau tersebut. Sebelumnya mereka terkenal ramah dan bersahaja setiap menyambut tamu berkunjung ke daerah yang dikenal sebagai daerah penghasil sagu terbesar di Indonesia itu. Namun karateristik warga yang ramah itu mulai berubah drastis sejak munculnya wacana pencandangan Hutan Tanaman Industri (HTI)di daerah yang memproduksi tepung sagu basah sekitar 500 ton per bulan tersebut.

"Rencana pembukaan HTI itu menyulut kemarahan warga. Apalagi wacana pencandangan HTI tersebut masuk ke dalam lahan sagu tradisonal dan kelapa milik warga yang sudah dikelola secara turun temurun, "kata Kepala Desa Nipah Sendanu, Nadiran, 45, saat sejumlah wartawan berkunjung ke daerah tersebut pekanlalu.

Desa Nipah Sendanu berada di ujung Pulau Tebing Tinggi. Dari ibukota Kecamatan Selatpanjang, satu-satunya transportasi untuk menuju daerah tersebut hanyalah sebuah perahu motor berkapasitas 40 penumpang dengan menempuh 2 jam perjalanan. Dari Selatpanjang hanya satu kali dalam sehari perahu motor penumpang ke daerah tersebut.

Menurut Nadiran, kemarahan warga memuncak ketika buruh perusahaan PT Lestari Unggul Makmur (LUM) yang menjadi kontraktor pelaksana pembukaan HTI menyebarkan selembaran kertas yang berisi SK Menhut RI No 217/Menhut-II/2007 Tanggal 31 Mei di Wilayah Desa Sungai Tohor, Nipah Sendanu dan sekitarnya/MS Kaban.

Dalam SK Menhut tersebut PT Lestari Unggul Makmur diberi izin atas usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan tanaman industri (UPHHTI) di Desa Nipah Sendadu, Sungai Tohor, Tanjung Sari, Lukun dan Desa Kepau Baru seluas 10.930 hektare.

Akibat rencana pembukaan HTI yang semena-mena dari perusahaan itu, Forum Komunikasi Kepala Desa se Kecamatan Tebingtinggi menolak keberadaan PT Lestari Unggul Makmur. Ada beberapa alasan penolakan forum kepala desa se kecamatan Tebingtinggi terhadap pembukaan HTI tersebut diantaranya, pembukaan HTI mengancam hilangnya daerah sebagai penghasil sagu terbesar di Indonesia. Pembukaan HTI juga berdampak terhadap matinya pohon sagu dan kelapa warga akibat pembuatan kanal-kanal.

Dari 10.930 hektare tersebut sekitar 60% berada diatas areal perkebunan kelapa dan sagu milik warga. Selain itu usaha tepung sagu tradisonal warga juga terancam tutup bila ada HTI di daerah tersebut. "Sisa hutan yang akan mereka sulap mejadi HTI merupakan hutan penyanga bagi daerah dari bahaya banjir dan abrasi. Kami akan terus berjuang agar tidak ada pembukaan HTI di daerah kami. Kami juga meminta agar Menhut MS Kaban meninjau kembali SK tersebut, " kata Nadiran bersama kepala desa se Kecamatan Tebingtinggi lainnya.

Penolakan warga atas rencana pembukaan HTI tersebut mendapat dukungan dari Ketua DPRD Riau Chaidir. Politisi senior Golkar Riau itu juga menyesalkan rencana HTI di daerah penghasil sagu terbesar di Indonesia itu. "Sesuai dengan laporan pengaduan warga, saya rasa ada kesalahan dalam pemberian izin HTI tersebut. Sebab kawasan yang akan dijadikan HTI itu merupakan daerah penghasil sagu terbesar di Indonesia. Saya setuju bila warga meminta Menhut untuk meninjau kembali izin tersebut, " kata Chaidir.

Data yang diperoleh riauterkini dari sumber di Dinas Kehutan Propinsi Riau, sebelum SK Menhut keluar, Wakil Bupati Bengkalis Normanysah dan Gubernur Riau Rusli Zainal ikut merekomendasi pembukaan HTI tersebut yang notabene untuk kelangsungan pasokan kayu akasia perusahaan kertas di Riau.

Rekomendasi dari dua pejabat tinggi di Riau tersebut juga membuktikan bahwa tidak ada studi kelayakan sebelum merekomendasikan kawasan untuk dijadikan HTI. Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Riau Zulkifli Yusuf mengatakan izin tersebut memang diberikan kepada PT Lestari Unggul Makmur dengan status lahan areal hutan produksi di Tebingtinggi.

"Kami memang sudah menerima pengaduan dari forum kepala desa se Kecamatan Tebingtinggi. Namun penetapan lahan tersebut belum defenitif dan masih perlu dibicarakan lagi tata batas luas lahan tersebut. Dan memang dalam pembukaan HTI yang sudah ada izin Menhut tersebut ada rekomendasi dari Gubernur Riau dan Wakil Bupati Bengkalis, " kata Zulkifli.

Menurutnya masyarakat bisa saja mengklaim lahan mereka yang berada di arela hutan produksi milik PT Lestari Unggul makmur dengan salah satu syarat yakni surat kepemilikan lahan atau lahan tersebut sudah digarap. "Masyarakat yang punya surat bisa inklaf (ganti rugi) dan masyarakat yang tidak punya surat tapi lahan tersebut punya bukti sudah digarap juga bisa di inklaf, " ujarnya.

Terkait soal layak tidak layaknya kawasan tersebut dijadikan HTI karena merupakan daerah penghasil sagu terbesar di Indonesia Zuklkifli menyatakan persoalan tersebut berada di Menteri Kehutanan. Sementara itu Direktur PT Lestari Unggul Makmur Husni Djalanidi ketika di konfirmasi mengatakan pihaknya sudah melakukan proses sesuai dengan prosedur dalam melaksanakan kegiatan usaha di kawasan Kecamatan Tebingtinggi, Kabupaten Bengkalis Riau.

"PT LUM sebelumnya sudah memperoleh pengesahan terhadap kerangka acuan AMDAL dari Kepala Badan pengendalaian Dampak Lingkungan Provinsi Riau termasuk izin kelayakan usaha atas pengajuan AMDAL dari Gubernur Riau, " kata Husni.

Menangapi keberatan 6 kepala Desa dari 12 kepala desa di Kecamatan Tebing Tinggi, Husni menyatakan PT LUM sangat menghargai aspirasi mereka. Sebenarnya bukanlah ganti rugi atas penyerobatan lahan yang dinginkan warga, melainkan bagaimana nasib mereka kedepan bila daerah penghasil sagu terbesar di Indonesia itu berubah menjadi kawasan HTI yang akan menyengsarakan mereka kelak.***(mad)

 

Sumber riauterkini.com

http://riauterkini.com/lingkungan.php?arr=18938



Bergabunglah dengan orang-orang yang berwawasan, di bidang Anda di Yahoo! Answers Read more...

Kehancuran Hutan Akibat Pembuatan HTI di Lahan Gambut
Kanalisasi

Bekas Kebakaran

 Kanalisasi Kanalisasi