11.26.2008

Kapolda Himbau PT RAPP Meluruskan Pemberitaan

25 November 2008 - 09:22 WIB
Pekanbaru (RiauNews). Kapolda Riau Brigjend Pol Hadiatmoko himbau menajemen PT RAPP meluruskan berita yang sempat di ekspos sejumlah media bahwa Polda Riau merupakan salah satu penyebab perusahaan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) dan merumahkan karyawan terkait penyelidikan illegal logging pada perusahaan tersebut.


“Tidak benar kalau Polda Riau merupakan salah satu penyebab PT RAPP melakukan PHK dan merumahkan seribuan karyawan mereka. Kalapun kita melakukan penyelidikan, tentu sudah sesuai dengan prosedur dan undang-undag,” ungkap Kapolda di kantor Kejari Pekanbaru usai menyerahkan berkas perkara Acin, Selasa (25/11/2008).

Kapolda juga menghimbau PT RAPP untuk meluruskan pemberitaan yang dianggap tidak logis tersebut. “Sebelumnya saya sudah memanggil pihak menajemen perusahaan terkait klarifikasi pemberitaan tersebut, namun saya berharap mereka dapat meluruskannya sehingga tidak terjadi simpang-siur informasi,” tambahnya lagi. Syam Irfandi
http://www.riaunews.com/v3/berita.php?act=full&id=1427

Read more...

RAPP PHK 1.000 Karyawan

Rudi: Kami Tak Punya Pilihan Lain
PEKANBARU-Keputusan pahit akhirnya dibuat PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP). Perusahaan bubur kertas yang berpusat di Pangkalan Kerinci, Kabupaten Pelalawan itu melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap 1.000 orang karyawannya. Sementara 1.000 karyawan lainnya dirumahkan dan tak tertutup kemungkinan juga segera menyusul di-PHK.
Kepastian PHK dan merumahkan karyawan ini disampaikan langsung Direktur Utama PT RAPP, H Rudi Fajar didampingi Direktur PT RAPP, Thomas Handoko, Edwar Wahab, Manajer Komunikasi RAPP di Jakarta Ketut Bud serta Manajer PR Nandik Suparyono, dalam keterangan pers, Kamis (20/11) di Hotel Pangeran Pekanbaru. PHK itu sendiri efektif berlaku mulai Jumat ini dengan mengumumkan nama-nama yang diberhentikan tersebut. "Langkah ini terpaksa kami ambil dengan mem-PHK 1.000 lebih karyawan dan merumahkan 1.000 orang lainnya demi kelanjutan produksi perusahaan," kata Rudi Fajar didampingi Nandik Suparyono, Manajer Publik Relation. Dikatakan Rudi Fajar, pihaknya tidak memiliki pilihan lain, kecuali dengan PHK terhadap ribuan karyawan itu, setelah sebelumnya belasan ribu karyawan juga telah diberhentikan oleh kontraktor rekanan PT RAPP. Hal itu juga buntut dari tidak diperpanjangnya kontrak kerja oleh PT RAPP sehingga rekanan ikut mengurangi jumlah pekerjanya.

Diakuinya, PHK ini diakui akan menimbulkan dampak, terutama bagi masyarakat yang berkaitan langsung dengan PT RAPP. Namun lagi-lagi pihaknya menegaskan tak ada pilihan untuk efesiensi keuangan dan penghematan perusahaan.

Bahan Baku
Ia menyebutkan keputusan pahit itu dilakukan sebagai upaya penyelamatan perusahaan, karena semakin menurunnya produksi akibat kesulitan mendapatkan pasokan bahan baku kayu dalam dua tahun terakhir. Dijelaskan Rudi, kesulitan bahan baku itu terjadi sejak adanya kontroversi ketentuan di kehutanan yang menimbulkan penafsiran berbeda antara perusahaan dengan penegakan hukum. Namun demikin PT RAPP ungkapnya mendukung langkah penegakan hukum dalam masalah kehutahan. Untuk itu pemerintah diminta memberikan solusi, termasuk persoalan bahan baku kayu milik perusahaan sebanyak 1 juta meter kubik yang kini masih diberi garis polisi. Jumlah itu mampu untuk menutupi kebutuhan bahan baku selama 1-2 bulan.

Rudi Fajar juga berharap pemerintah daerah ikut mencarikan solusi dalam menghadapi krisi saat ini. Salah satunya menjaga agar investasi yang tertanam dapat berjalan dengan menyelesaikan hambatan perizinan yang ada saat ini serta mempercepat proses hukum. "Karena di negara lain pemerintahnya berusaha mempertahankan industri dalam negerinya," kata Rudi. Produksi PT RAPP per-harinya menurut Rudi Fajar sebanyak 6-7 ribu ton dan sejak beberapa tahun ini turun menjadi 2-3 ribu ton saja. Sedangkan jumlah karyawan saat ini mencapai 4 ribu orang lebih dan ditambah 53 orang tenaga kerja asing yang sebagian akan ikut dipulangkan. "Jumat (hari ini,red) nama-nama yang di PHK dan dirumahkan itu akan kami umumkan dan mereka akan mendapatkan hak sesuai ketentuan," katanya.

Ditambahkan Nandik, persoalan PHK dan perumahan karyawan ini sudah dibicarakan dengan jajaran manajemen dan hak-hak karyawan berupa pesangon akan diberikan secara proporsional sesuai aturan ketenaga kerjaan atau berdasarkan masa kerja. Namun Nandik belum bisa merinci berapa jumlah dana akan dikucurkan untuk PHK dan merumahkan karyawannya itu. (hen,yon)

http://riaumandiri.net/indexben.php?id=27927

Read more...

Perindustrian Riau Hadapi Kondisi Sulit

Jum'at, 21 Nopember 2008 17:36

Tidak hanya PT.Riau Andalan Pulp And Paper (RAPP) yang tengah dihamtam krisis, tetapi dunia industri di Riau secara umum saat ini tengah menghadapi situasi sulit.

Riauterkini-PEKANBARU- Kepala Dinas Perindustian dan Perdagangan (Perindag) Riau Tiolina Panggaribuan mengakui kalau saat ini perindustrian di Riau tengah menghadapi situasi sulit. Tidak hanya industri perkayuan, seperti PT. Riau Andalan Pulp And Paper (RAPP), tetapi juga hampir seluruh sektor industri di Riau terimbas krisis ekonomi global.
"Memang sekarang kondisinya sedang sulit bagi industri. Tidak hanya di Riau, tetapi juga terjadi di seluruh dunia," ujarnya menjawab riauterkini di Pekanbaru, Jumat (21/11).

Meski demikian, menurut Tiolina, baru PT. RAPP yang telah melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK). Sementara sejauh belum ada industri lain yang sudah menyampaikan kondisi krisis dan berniat melakukan PHK.

Lebih jauh Tiolina memaparkan, turunnya harga jual Cruide Palm Oil (CPO) dan getah karet akibat krisis global dunia juga memukul industri sektor perkebunan. Karena itu, menurutnya salah satu solusi paling baik untuk mengatasi situasi sulit tersebut adalah dibangunnya industri hilir. ''Akibat tidak adanya industri hilir tersebut, turunnya harga jual CPO pasti akan berimbas kepada seluruh petani dan pekebun kelapa sawit, andaikan di daerah ini industri hilir tersebut ada CPO itu bisa dijual ke industri tersebut,'' ujarnya.

Kedepan pengembangan dan pembangunan industri hilir tersebut harus dilakukan. Sebenarnya saat ini pembangunan industri hilir tersebut sudah mulai dibangun, namun belum selesai yakni pembangunan pabrik biodisel di Kota Dumai.

Saat ini, lanjutnya lagi ada empat pabrik biodisel yang akan dibangun, selain di Dumai pembangunan serupa akan dilakukan diberbagai daerah lainnya, sehingga produksi CPO yang dihasilkan Riau bisa terjual dengan baik. ''Kita optimistis, daerah ini pada suatu saat nanti akan menjadi pusat pengembangan industri hilir. Ini mengingat luas perkebunan kelapa sawit dan CPO yang dihasilkan cukup besar, karenanya perlu kerja keras semua pihak untuk mewujudkan hal itu,'' ujarnya.***(mad)

http://riauterkini.com/usaha.php?arr=21778

Read more...

FSP2KI Tolak PHK Massal PT. RAPP

Sabtu, 22 Nopember 2008 08:08
Federasi Serikat Pekerja Pulp dan Kertas Indonesia (FSP2KI) mengeluarkan pernyataan menyusul PHK dan merumahkan massal karyawan PT. RAPP. Mereka menolak dan mendesak dicarikan sosuli tak merugikan pekerja.

Riauterkinui-PEKANBARU- Sehari setelah jajaran Direksi PT.Riau Andalan Pulp And Paper (RAPP) dipimpin Dirut Rudi Fajar mengumumkan pemutusan hubungan kerja (PHK) sekitar seribu pekerja dan merumahkan seribu karyawan yang lain, Federasi Serikat Pekerja Pulp dan Kertas Indonesia (FSP2KI) mengirim siaran pers kepada riauterkini. Berikut isi siaran pers tersebut:

Kami sangat memahami situasi yang dihadapi perusahaan saat ini, itu sebabnya kami minta Serikat Pekerja dilibatkan dalam pengambilan keputusan dan langkah-langkah yang akan diambil perusahaan dalam menghadapai situasi ini. Pemutusahan Hubunan Kerja bukanlah jalan terbaik bagi perusahaan dan pekerja karena :

PHK akan menimbulkan cost yang tinggi bagi perusahaan; PHK akan menimbulkan image negative tentang kemampuan perusahaan baik dimata pemerintah, dunia Internasional, maupun competitor; PHK akan menimbulkan efek psikologis bagi pekerja, rekanan dan masyarakat sekitar perusahaan.

PHK akan menimpulkan efek social yang luas bagi masyarakat luas sehingga bisa menimbulkan kondisi yang tidak menentu. Serikat Pekerja / Serikat Buruh tidak alergi terhadap kebijakan management melakukan langkah-langkah efisiensi sepanjang efisiensi yang dilakukan menyentuh kebutuhan yang sebenarnya dan sudah dilakukan secara maksimal.

Serikat Pekerja / Serikat Buruh telah berkoordinasi dengan berbagai lapisan baik internal maupun eksternal untuk mencari jalan keluar terhadap permasalahan kelangsungan operasional perusahaan.

Serikat Pekerja / Seikat Buruh telah melakukan koordinasi untuk melakukan tekanan terhadap pihak-pihak yang berwenang agar memberikan kemudahan-kemudahan perizinan dengan pertimbangan bahwa perusahaan telah memberikan kontribusi nyata terhadap kemajuan daerah, ancaman pengangguran dan pemasukan devisa negara. Saat ini Serikat Pekerja/Serikat Buruh sangat membutuhkan dukungan solidaritas yang luas dari semua lapisan masyarakat pekerja dan masyarakat umum untuk mendukung perusahaan dalam mencarikan solusi yang tepat. Kita telah membuat rencana-rencana :

Serikat Pekerja akan melakukan pertemuan dengan Pimpinan DPRD Kabupaten Pelalawan pada hari senin untuk membicarakan mesalah kelangkaan bahan baku . Serikat Pekerja melalui Pimpinan Pusat Federasi Serikat Pekerja Pulp dan Kertas ( FSP2KI ) telah mengirim surat kepada Presiden RI yang isinya meminta kepada Kepala Negara untuk segera melakukan langkah-langlah penyelamatan kelangsungan perusahaan PT. RAPP. Serikat Pekerja telah membentuk Tim Task Force yang melibatkan seluruh kekuatan di Riau Kompleks untuk memberikan presure-presure nyata kepada Pemerintah Daerah dan Pusat.

Dalam menghadapi kondisi terburuk yang mungkin terjadi, dimungkinkan Serikat Pekerja akan meminta dukungan dunia internasional untuk melakukan tekanan terhadap pemerintah. Atas dasar kondisi tersebut, kami Pengurus Pusat Federasi Serikat Pekerja Pulp dan Kertas Indonesia ( FSP2KI ) yang beranggotakan 60.000 pekerja sector pulp dan kertas di Indonesia yang salah satunya adalah pekerja PT. RAPP dengan ini meminta kepada Presiden Republik Indonesia, Bapak Susilo Bambang Yudoyono untuk segera melakukan penyelamatan keberadaan dan kelangsungan PT.. Riau Andalan Pulp and Paper ( RAPP ). Adapun langkah penyelamatan yang kami harapkan dari bapak selaku presiden adalah :

Memberikan solusi kepada Departemen Kehutanan dan Kepolisian RI (briging Leader function) untuk segera memproses segala bentuk izin terkait penggunaan bahan baku kayu berupa kayu alam dan Hutan Tanaman Industri, sekaligus memberikan kejelasan atas proses hukum dan aturannya sehingga PT. RAPP dan perusahaan pulp lainnya dapat segera menggunakan kayu alam dan HTI untuk menjadi bahan baku produksi. Memberikan jaminan dan perlindungan kepada seluruh pekerja dari ancaman Pemutusan Hubungan Kerja ( PHK ) melalui Departemen Tenaga Kerja dan Pemerintah Daerah. Menyederhanakan birokrasi dan regulasi dalam proses penggunaan bahan baku dan perizinan lainnya sehingga perusahaan dapat mengefisiensi waktu dan biaya. Memberikan solusi dalam upaya penyelamatan industri pulp dan kertas dalam menghadapi dampak krisis keuangan global.

Menghindari terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja ( PHK ) sepihak oleh pengusaha khususnya terhadap pekerja industri pulp dan kertas. Bertindak secara proporsional yang mana kami setuju proses hokum tetap berlangsung dan yang salah ditindak secara hokum, namun proses industri jangan diganggu dan tetap berjalan sehingga tidak mengganggu Pekerja dan ratusan ribu masyarakat yang merasa dampak positif keberadaan industri. Kami telah mengirimkan surat dengan nada serupa kepada instansi terkait pada hari ini dengan harapan mendapat respon yang cepat, dan apabila tidak segera di respon maka kami akan melakukan aksi massa besar- besaran dengan dukungan kawan2 jaringan tentunya. Demikian dan terimakasih.***(rls)
Read more...

Pemerintah tak Miliki Paket Bantu PT. RAPP

Sabtu, 22 Nopember 2008 12:49
PT. RAPP telah mem-PHK dan merumahkan ribuan karyawannya akibat krisis bahan baku. Sayangnya pemerintah tak memiliki kebijakan khusus untuk membentu industri kertas raksasa itu.

Riauterkini-PEKANBARU- Menteri Perindustrian Fahmi Idris mengatakan bahwa pemerintah hanya bisa prihatin atas kondisi sulit yang saat ini dihadapi PT. Riau Andalan Pulp And Paper (Riaupulp). Krisis bahan baku membuat industri kertas raksasa itu harus melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) dan merumahkan ribuan karyawannya. Sejauh ini pemerintah tak memiliki kebijakan atau paket khusus yang bisa membantu agar kondisi RAPP tak kian memburuk.


"Masalahnya (yang dihadapi RAPP.red) adalah krisis bahan baku. Kita tak bisa membantu itu," tukas Fahmi Idris menjawab riauterkini usai menghadiri malam syukuran dan pengantar tugas M Rusli Zainal-Raja Mambang Mit sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Riau priode 2008-2013 di Gedung Daerah Provinsi Riau tadi malam.

Pada saat mengumumkan PHK dan merumahkan ribuan karyawan Dirut PT. RAPP Rudi Fajar menyampaikan permintaan kepada pemerintah agar membantu memberikan kepastian hukum terhadap legalitas kayu yang digunakan perusahaan sebagai bahan baku. Atas permintaan tersebut, Fahmi mengatakan bahwa selama ini pemerintah sudah sangat serius membantu. "Pemerintah sudah sangat serius. Sampai dibentuk tim khusus penanganan illegal logging untuk Riau," jawabnya.

Hanya saja, Fahmi mengakui kalau sejauh ini tim yang beranggotakan sejumlah menteri tersebut belum membuahkan hasil sebagaimana diharap. "Kalau timnya belum berhasil, ya jangan tanya saya. Tanya sama timnya," ujar Fahmi sebelum masuk sebuah bus yang akan membawanya meninggalkan lokasi syukuran.***(mad
http://riauterkini.com/usaha.php?arr=21785
Read more...

Dewan dan PT. RAPP Sepakat PHK Dihentikan

Selasa, 25 Nopember 2008 13:15
Jika Krisis Bahan Baku Teratasi, Dewan dan PT. RAPP Sepakat PHK Dihentikan

Rapat dengar pendapat jajaran direksi PT. RAPP dengan DPRD Riau berlangsung alot. Dewan dan dinas yang hadir siap membantu, asal RAPP hentikan proses PHK.

Riauterkini-PEKANBARU- Setelah pekan lalu sempat batal digelar, akhirnya rapat dengar pendapat antara jajaran direksi PT. Riau Andalan Pulp And Paper (RAPP) dengan DPRD Riau terselenggaran pada Selasa (25/11). Jajaran direksi PT. RAPP yang dipimpin Direktur Utama Rudi Fajar bersama belasan petinggi industri kertas tersebut diterima Komisi B dan D di ruang rapat Komisi B.


Rapat dengar pendapat dipimpin Ketua Komisi B Ruspan Aman didampingi tujuh anggotanya. Turut hadir dalam rapat dengar pendapat tersebut Ketua Komisi D Fendri Jaswir. Hadir juga dinas terkait, seperti Kepala Dinas Tenaga Kerja Riau Abdul Latif, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Riau Tiolina, Kepala Dinas Kehutanan Fadrizal Labay dan Kepala Badan Promosi dan Investasi Riau M Yafiz.

Dalam dengar pendapat yang semual tertutup namun kemudian terbuka untuk wartawan tersebut dibahas banyak aspek yang menjadi latar belakang keputusan PT. RAPP melakukan pemutusan hubngan kerja (PHK) missal ribuan karyawannya. Terungkap dalam pertemuan tersebut pangkap permasalahnnya adalah krisis bahan baku yang menyebabkan produksi bubur kertas (pulp) dan kertas menurun dratis. Dari normalnya sehari sekitar 7.000 ton menjadi hanya sekitar 3.000 ton.

Karena itu, dewan secara terbuka meminta kepada jajaran direksi PT. RAPP untuk menyampaikan permintaan langkah apa yang diharap bisa dibantu dewan dan instansi terkait, untuk bisa membantu perusahaan kertas raksasa itu keluar dari krisis.

Atas tawaran tersebut Rudi Fajar menyampaikan dua permintaan. Pertama meminta dewan dan seluruh instansi terkait membantu mendorong percepatan keluar izin Rencana Kerja Tahunan (RKT) 2009 agar bisa keluar pada bulan Desember. "Kalau RKT 2009 bisa keluar pada Desember, maka kami tidak kehilangan banyak waktu," ujarnya.

Permintaan kedua adalah agar ada dukungan dari dewan dan instansi terkait, terutama dari Dinas Kehutanan untuk mempercepat keluarnya Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Hutan Tanaman Industri (IUPHHTI) di Departemen Kehutanan. Tanpa keluarnya izin tersebut maka krisis bahan baku akan semakin parah dihadapi PT. RAPP.

Atas permintaan tersebut, dewan dan seluruh instansi terkait menyatakan kesiapanya membantu, hanya saja dengan syarat, perusahaan tidak melanjutkan proses PHK. "Kita setuju membantu, tapi jika nanti masalah krisis bahan baku bisa diatasi, kami minta RAPP tidak melanjutkan proses PHK," pinta Ruspan Aman.

Rudi Fajar langsung menjawab. "Kami sepakat. Inti masala kami sekarang adalah krisis bahan baku. Jika bahan baku tersedia, kami bisa memproduksi optimal, maka kami pastikan tidak ada alasan bagi kami melakukan PHK, tetapi untuk merumahkan sebagai rotasi, saya pikir itu tetap bisa kami lakukan," jawabnya.

Jawaban Rudi Fajar tersebut cukup memuaskan dewan dan seluruh instansi. Akhirnya pertemuan diakhiri dengan kesepakatan membantu RAPP mengatasi masalahnya dan RAPP berjanji tak melajutkan PHK.***(mad/tam)
http://riauterkini.com/usaha.php?arr=21812
Read more...

Gubri tanggapi phk 1.000 karyawan RAPP

Sabtu, 22 November 2008 ImageCari Solusi
PEKANBARU (RP) – Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) ribuan karyawan PT Riau Andalan Pulp and Paper (Riaupulp) menjadi kabar yang sangat tidak sedap bagi Gubernur Riau (Gubri) HM Rusli Zainal SE MP dan Wakil Gubernur Riau Drs HR Mambang Mit di hari pelantikannya, Jumat (21/11). Namun Gubri dari jauh-jauh hari telah menyatakan bahwa persoalan yang berkaitan dengan nasib para pekerja perusahaan-perusahaan seperti PT RAPP memerlukan perhatian serius pemerintah.
Bila persoalannya adalah kepastian hukum, maka pemerintah harus bisa memberikan solusi terbaik. Jangan sampai keputusan pahit yang diambil perusahaan demi menyelamatkan aset dan jalannya perusahaan, justru merugikan masyarakat.

''Inilah persoalan yang saya sadari harus segera dicarikan solusi dan jalan keluar. Bisa kita bayangkan, kalau 1.000 orang di PHK, maka andai satu orang harus membiayai empat orang anggota keluarga, hitung saja berapa orang rakyat Riau yang terancam kehidupannya. Belum lagi dampak sosial di sekitar mereka, semisal kedai nasi atau usaha kecil-kecilan. Untuk itu, perlu kiranya kita cari solusi terbaik secepatnya. Agar jangan sampai persoalan ini berlarut-larut. Harus ada kepastian hukum yang jelas dan solusi atas semua persoalan yang tengah dihadapi perusahaan," tegas Rusli.

Sementara itu, HR Mambang Mit kepada wartawan, Jumat (21/11), usai pelantikan memastikan akan segera mengagendakan solusi terbaik bagi persoalan sosial yang kini dihadapi masyarakat Riau. ''Saya tidak bisa mengambil keputusan sendiri, namun perlu rembuk (musyawarah) bersama. Bagaimanapun, tentu ini akan jadi perhatian utama kita dan harus segera dicari solusinya. Mungkin secepatnya akan kita kumpulkan pihak-pihak terkait, baik dari perusahaan, asosiasi pekerja, dinas terkait dan instansi lainnya. Tujuannya untuk mencarikan solusi terbaik bagi para pekerja," kata Mambang.

Krisis Bahan Baku
Dalam pada itu, PT Riau Andalan Pulp and Paper (Riaupulp) yang telah mem-PHK 1.000 karyawannya dan merumahkan ribuan lainnya kembali menegaskan keputusan PHK itu dilakukan untuk rasionalisasi, terkait krisis bahan baku dan dampak hantaman krisis keuangan global.

Dijelaskan Public Relation (PR) Riaupulp, Nandik Sufaryono, akibat krisis bahan baku misalnya, saat ini produksi Riaupulp turun sampai 2.000 ton per hari, dari biasanya 6.000 ton pulp per hari. "Kita sudah memohon agar sejuta meter kubik kayu yang di-police line bisa dimanfaatkan untuk bahan baku agar produksi Riaupulp berjalan stabil, tapi itu tidak diakomodir. Padahal kayu-kayu itu sudah kita bayar PSDH dan DR-nya," jelas Nandik.

Kayu-kayu tersebut saat ini kondisinya memprihatinkan, apalagi sebagian sudah membusuk. Bila bisa dimanfaatkan, maka bisa menjaga produksi perusahaan tersebut hingga dua bulan ke depan dengan kapasitas 6.000 ton per hari. Namun kondisi saat ini, kayu-kayu tersebut tidak bisa dimanfaatkan malah terbiarkan tak terurus.

Menurunnya produksi akibat krisis bahan baku tersebut, lanjut Nandik, menjadikan perusahaan harus melakukan berbagai efisiensi untuk menjaga kelangsungan perusahaan. Seperti menekan sejumlah biaya yang bisa ditekan, mulai dari operasional pabrik, listrik, perjalanan dinas. Namun, langkah tersebut tidak mampu menutupi operasional perusahaan sehingga langkah rasionalisasi (PHK) harus diambil.

Di sisi lain, Nandik juga mengakui efek domino dari adanya kebijakan PHK ini juga tak terelakkan. Perekonomian Kota Pangkalankerinci khususnya dan Kabupaten Pelalawan umumnya juga pasti terimbas. "Adanya PHK lebih dari 1.000 karyawan efeknya sangat luar biasa buat Pangkalankerinci. Saat ini yang tampak, pusat perbelanjaan mulai memperlambat jam buka, rumah kontrakkan mulai sepi," kata Nandik Sufaryono saat presentasi di kantor Riau Pos, Jumat (21/11). Nandik yang datang bersama manajemen Riaupulp lainnya, Amru Mahalli dan Troy Pantouw, sengaja datang ke gedung Riau Pos untuk bertukar pikiran. Mereka disambut CEO Riau Pos Group H Rida K Liamsi, Pemred Riau Pos Zulmansyah dan Pemred Pekanbaru Pos H H Amzar.

Dari pemaparan Nandik, selain berpengaruh kepada produksi, juga berakibat kepada generator listrik. Karena generator yang ada saat ini bahan bakarnya dari kulit kayu.

Oleh karena itu, kata Nandik, selain memutuskan mata pencarian 1.000 lebih karyawan, listrik untuk Kota Pangkalankerinci mulai terancam. Karena kesulitan kulit kayu, dari tujuh generator listrik milik perusahaan hanya tiga yang hidup. ''Akibatnya kita defisit power sebesar 26 MW (megawatt, red)," jelas Nandik.

Untuk menanggulangi semua ini, kata Nandik, diberlakukan pemadaman bergilir mulai dari tiga hingga delapan jam sehari. Untuk Riau Komplek (kawasan pemukiman Riaupulp) sudah berlangsung pemadaman sejak awal November 2008. Selanjutnya akan ada pengurangan pasokan listrik ke PLN sebesar 50 persen yang direncanakan dalam waktu dekat. Pasokan untuk BUMD juga akan ada pemadaman bergilir.

Pesangon Dibayar
Dari Pangkalankerinci dilaporkan, PHK yang diumumkan Presiden Direktur Riaupulp Rudi Fajar, Kamis (20/11), di Hotel Pangeran Pekanbaru akhirnya dilakukan. Jumat (21/11) sore, seribu karyawan dipanggil satu persatu dan dikumpulkan di tiga tempat berbeda, yaitu di kantor Riau Fiber, Kantor Pec Tech Service Indonesia dan Hotel Unigraha Pangkalankerinci, Kabupaten Pelalawan.

Di lokasi pemanggilan itu, karyawan yang terkena PHK diberi satu amplop oleh tim khusus yang dibentuk menangani PHK. Tim ini dibentuk dan diorganisir oleh Human Resource Department (HRD). Amplop tersebut berisi surat pemberitahuan bahwa yang menerimanya akan di-PHK. Masing-masing penerima diminta membaca dan memahami isi surat. Jika setuju, karyawan tersebut diminta membubuhkan tandatangan pada lembaran lain yang disediakan khusus.

Proses berikutnya, karyawan menunggu tim menyiapkan segala sesuatu termasuk soal pembayaran pesangon. ''Sesuai dengan statemen Direktur Utama, hari ini 1.000 orang PHK. Semua proses ini kami lakukan berdasarkan aturan perundangan yang berlaku," ucap PR Riaupulp Troy Pantau, kemarin.

Proses PHK tahap berikutnya, kata Troy, melibatkan 1.000 karyawan lagi. Dan akan dilaksanakn dalam waktu dekat. Mungkin PHK di RAPP tidak menakutkan seperti sering dibayangkan. Meski ada karyawan yang agak berat menerima keputusan, namun banyak juga yang dengan suka cita menerimanya.

''Entah apa sebabnya, mungkin memang karena sudah ada job di luar. Mungkin lantaran proses PHK di Riaupulp ini mengikuti aturan. Kawan-kawan menerima pesangon antara Rp60 juta sampai dengan Rp100 juta lebih," tutur Menurut Koordinator Serikat Pekerja Riaupulp H Hamdani, saat mendampingi puluhan karyawan PHK.

PHK di Riaupulp pun mungkin berbeda dengan suasana yang banyak orang bayangan. Di sini, karyawan dijemput ke rumah atau tempat kerja masing-masing pada pagi hari dengan menggunakan bus-bus AC yang sudah disediakan. Tidak itu saja, mereka mendapatkan pendampingan dari pengurus Serikat Pekerja yang ada. ''Kita melaksanakan pendampingan agar kawan-kawan senang. Bagi yang berat pergi, kita bujuk, beri pengertian, dinasehati supaya tidak down betul. Dan pendampingan ini sampai pada proses akhir, dimana mereka mendapatkan hak-haknya semua," tambah Hamdani yang menjabat Community Relation Officer, di bawah SGR Departemen pimpin Manajer Wan Jack Muhammad Anja.

Hingga petang kemarin, pihak Serikat Pekerja belum diberitahu berapa sesungguhnya karyawan yang kena PHK. Sampai petang, catatan Serikat Pekerja baru berhasil menghimpun 492 nama. Lima di antaranya pengurus serikat pekerja. Mereka adalah Asido, Riswandi, Refrido, Surya dan Wawan Setiawan Rajd. ''Hitungan kami ada 492 orang, termasuk kawan-kawan pengurus lima orang," ungkapnya

Polres Antisipasi
Di sisi lain, Kapolda Riau Brigjen Pol Hadiatmoko sudah menginstruksikan kepada Kapolres Pelalawan untuk mengantisipasi terkait adanya PHK ini. Antisipasi dalam bentuk pendekatan secara persuasif terhadap karyawan yang di-PHK. Polres diminta untuk berdialog dan menjelaskan kepada karyawan tentang mengapa perusahaan mengambil kebijakan PHK. ''Kita sudah mengintruksikan dan memerintahkan kepada Kapolres Pelalawan untuk melakukan pendekatan dan berdialog dengan para karyawan yang di-PHK oleh perusahaan," ujar Hadiatmoko kepada Riau Pos, Jumat (21/11), di Gedung DPRD Riau.(amf/afz/rpg/izl/wws/kaf/bun)
http://www.riaupos.com/v2/content/view/11362/1/

Read more...

11.25.2008

PT RAPP Tegaskan Tak Pernah Merambah Hutan Riau

Senin, 24/11/2008 16:06 WIB
Chaidir Anwar Tanjung - detikNews

Pekanbaru - PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) membantah bila pihaknya disebut turut merambah hutan di Riau. PT RAPP mengaku selama ini memperoleh bahan baku kayu dari lahan yang didapat secara sah.

Penegasan ini disampaikan Humas PT RAPP, Troy Pantouw kepada detikcom, Senin (24/11/2008) terkait tudingan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Riau. Menurut Troy, tudingan Walhi soal perambahan hutan itu tidak akurat.

Dia menjelaskan, masalah PHK ribuan buruh yang kini dilakukan pihak PT RAPP benar-benar akibat dari penurunan suplai dari lahan yang secara sah merupakan bagian wilayah operasional RAPP yang telah menjadi dasar perencanaan perusahaan.

"Dan patut ditegaskan, bahwa bagaimanapun karyawan adalah aset penting perusahaan. Tindakan PHK sebagai jalan terakhir dengan mengikuti aturan ketenagakerjaan. Kami tegaskan, RAPP tidak pernah merambah hutan, justru beroperasi secara sah dari lahan pemerintah. Dan sebelumnya melakukan delineasi micro-macro dan juga pemetaan conservation value," kata Troy.

Masih menurut Troy, selanjutnya, pihak perusahaan komit untuk menjaga lahan koservasi tersebut, sekaligus membangun hutan tanaman industri secara bertanggungjawab. Pengelolaan dan perlindungan hutan adalah misi dan inti bisnis PT RAPP.

"Saat ini kami sangat kekurangan akasia, sehingga terpaksa memanen sebelum usia 6 tahun. RAPP mengundang semua pihak, termasuk Walhi, untuk memiliki sifat patriotisme dengan bersama-sama swasta dan pemerintah membangun dan menyelamatkan industri pulp dan kertas sebagai sektor rill yang terbukti telah memberikan kemanfaatan berkelanjutan. Termasuk juga kontribusi ekonomi, fungsi ekosistem dan sosial bangsa," kata Troy.

Namun ungkapan juru bicara RAPP ini dibantah keras pihak aktivis lingkungan.Menurut Direktur Walhi Riau, Johny S Mundung, bahwa lahan RAPP semuanya bermasalah. Sebab, kawasan HPH tidak bisa diubah menjadi HTI. Kemudian kawasan gambut lebih dari 3 meter secara undang-undang tahun 1990 dilarang untuk dieksploitasi. Namun lahan RAPP diduga ada juga yang berada di kawasan hutan Margasatwa Kerumutan, Taman Nasional Tesso Nilo, Taman Nasional Bukit Tigapuluh.

"RAPP itu sebenarnya hanya boleh di kawasan HPT bukan eks HPH atau di hutan konservasi, dari situ saja sudah melanggar hukum. Kalau mereka tidak melanggar hukum, mengapa bahan baku mereka sampai saat ini masih disegel pihak Mabes Polri," tegas Johny.(cha/djo)
http://www.detiknews.com/read/2008/11/24/160607/1042021/10/pt-rapp-tegaskan-tak-pernah-merambah-hutan-riau

Read more...

Setelah PHK Ribuan Karyawan, RAPP Disarankan Tutup Sementara

24 Nov 2008 09:25 wib ad

PEKANBARU (RiauInfo) - Setelah melakukan PHK terhadap 1.000 karyawannya dan merumahkan 1.000 karyawan launnya, kondisi krisis di PT Riau Andalan Pulp and Piper (RAPP) masih terus terjadi. Karena krisis itu terjadi akibat kesulitan bahan baku, maka RAPP disarankan untuk tutup sementara.
Berita ini menjadi headline Pekanbaru Pos edisi Senin (24/11) berjudul "RAPP Terpaksa Tutup Sementara". Harian ini mengutip pernyataan Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Pelalawan Ir Edy Suriandi menyebutkan agar produksi bisa tetap 6.000 hingga 7.000 maka konsekwensinya RAPP harus tutup sementara sampai hutan tanaman mampu menopang pasokan bahan baku.

Kosong Melompongnya Rumah Dinas Waki Gubernur setelah ditinggalkan Wan Abubakar menjadi berita utama Riau Pesisir hari ini. Dalam berita berjudul "Rumah Dinas Wagub Kosong Melompong" disebutkan sejumlah barang inventaris yang ada di rumah itu hilang entah kemana. Hal itu terungkap saat Mambang Mit mengunjung rumah tersebut.

Berita tentang seorang guru ngaji di Desa Belutu, Kecamatan Kandis yang mencabuli sebanyak 6 bocah menjadi berita utama Pekanbaru MX berjudul "Oknum Guru Ngaji Cabuli 6 Bocah". Dalam berita ini disebabkan guru ngaji yang bernama Tamrin (33) itu ditangkap Polsek Kandis setelah mendapatkan laporan dari korbannya.

Bupati Bengkalis Syamsurizal tetap tegu menolak pemekaran Kepulauan Merbau, Rangsang dan Tebing Tinggi sebagai kabupaten. Hal ini disebabkan sebelumnya sudah tiga wilayah di daerahnya menjadi kabupaten baru yakni Siak, Rokanhilir dan Dumai. Berita itu jadi headline Media Riau berjudul "Syamsurizal: Sudah Tiga Kali Pemekaran".

Sementara itu pernyataan Ketua Umum Partai Golkar Jusuf Kalla bahwa Rusli Zainal berhasil membangun Riau menjadi headline Rakyat Riau hari ini. Dalam berita berjudul "Wapres: RZ Berhasil Membangun Riau" disebutkan bahwa lima tahun mendatang Jusuf Kalla minta RZ bisa semakin sukses membangun Riau.

Desakan agar Panwaslih Riau mempertanggungjawabkan tugas dan penggunaan anggaran menjadi berita utama Koran Riau hari ini. Dalam berita berjudul "DPRD Desa Panwaslih" disebutkan bahwa desakan itu antara lain datang dari anggota Komisi A DPRD Riau Yudha Bakti.

Sedangkan Tribun Pekanbaru berita utamanya hari ini tentang ditangkapkan dua kapal berbemndera Malaysia yang sedang melakukan pencurian ikan menggunakan pukat harimau di perairan sebelah utara Pulau Jemur. Kapal dan para awaknya digiring petugas untuk menjalani pemeriksaan di Dumai. Berita berjudul "2 Kapal Malaysia Ditangkap".

Dugaan Indonesia Corruption Watch bahwa ada skenario tingkat tinggi untuk mengamputasi KPK menjadi berita utama Riau Mandiri hari ini. Dugaan ini muncul terkait dimutasikannya dua perwira polisi yang menjabat posisi strategis di KPK. Berita berjudul "ICW: ADa Skenario KPK Diamputasi".

Berita utama Metro Riau hari ini tentang Partai Golkar yang sampai saat ini belum menetapkan capres yang akan dimajukan pada Pilpres 2009 mendatang. Hal ini mengindikasi parpol ini krisis kades yang memiliki kapasitas untuk mampu bersaing dengan parpol lain. Berita berjudul "Golkar Krisis Kepemimpinan".(ad)

Read more...

Soal PHK, Walhi Tuding PT RAPP Lakukan Pembohongan Publik

Sabtu, 22/11/2008 17:11 WIB
Chaidir Anwar Tanjung - detikNews
Pekanbaru - Alasan PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) melakukan PHK terhadap ribuan karyawan karena kekurangan bahan baku hanya pembohongan publik. Walhi menilai konsensi hutan yang diberikan pemerintah sudah cukup untuk memenuhi kapasitas produksinya.

Penegasan itu disampaikan Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Riau, Johny S Mundung, dalam perbincangan dengan detikcom, Sabtu (22/11/2008) di Pekanbaru. Menurutnya, alasan PHK yang dilakukan RAPP karena kekurangan bahan baku hanya akal-akalan perusahaan milik Sukanto Tanoto itu saja.

"Alasan yang dibeberkan kepada media karena kekurangan bahan baku itu, hanya akal bulus RAPP saja. Itu hanya akal mereka untuk bargaining kepada pemerintah agar mereka dipermudah dalam urusan perambahan hutan. Janganlah RAPP membodohi publik," tegas Johny.

Data Walhi menyebutkan, saat ini PT RAPP memiliki konsesi hutan tanaman industri dengan pohon akasia seluas sekitar 330 ribu hektar. Ini belum lagi ditambah hutan tanaman industri pola mitra dengan perusahaan bentukan RAPP sendiri. Plus hutan tanaman rakyat yang juga binaan perusahaan bubur kertas terbesar di Asia Tenggara itu.

"Kalau kita hitung secara kasar saja, luas konsesi hutan HTI di bawah naungan RAPP mencapai 782 ribu hektar. Luas itu sudah lebih dari cukup untuk memenuhi kapasitas produksi mereka. Jadi omong kosong kalau PHK yang mereka lakukan terhadap ribuan karyawan karena kekurangan bahan baku," kata Johny.

Menurut Johny, pemutusan kerja itu lebih pada soal krisis global dimana pembeli bubur kertas dari Eropa menurun drastis. Di samping itu sejumlah bank internasional yang berada di Jerman dan Finlandia tidak lagi mengucurkan kredit kepada PT RAPP.

"Jangan biarkan Sukanto Tanono hengkang begitu saja dari tanah Riau setelah puas kayu diambil sekerang mem-PHK ribuan karyawannya menuju penutupan usaha. Sukanto Tanoto harus mengembalikan lagi dana rehabilitasi, restorasi terhadap lingkungan hidup yang sudah punah ranah," kata Johny.

Walhi malah mendesak, Pemerintah Provinsi Riau dan masyarakat harus melakukan redistribusi aset. Sesegera mungkin, Pemprov ambil alih dan pabrik kertas itu dikelola dengan skala kecil dari HTI yang cukup saat ini untuk kebutuhan pulp dalam negeri saja. "Untuk apa besar-besar dan harus ekspor kalau hutan yang harus digasak," tegas Johny.

Soal PT RAPP mengklaim bahwa tidak ada kepastian hukum soal perizinan kayu, bagi Johny, perundangan yang ada saat ini sudah cukup jelas menata perizinan kayu. Tapi memang RAPP itu ingin mengulang kejayaan mereka lagi di era tahuan 90-an di mana perambahan hutan yang mereka lakukan bisa diatur sedemikian rupa.

"Jangan seenaknya menuding tidak ada kepastian hukum di negara ini. RAPP itu jelas-jelas melanggar hukum soal perambahan hutan. Mereka yang melakukan pelanggaran hukum, kok malah menyalahkan hukum itu sendiri. Semua tahu, kalau selama ini RAPP pelaku illegal logging yang sangat luar biasa," tuding Johny.

Sebelumnya, Direktur Utama PT RAPP, Rudy Fajar mengungkapkan bahwa pihaknya telah mem-PHK 1.000 karyawannya. Menurutnya, sejak dua tahun terakhir ini PT RAPP menghadapi permasalahan dengan pasokan kayu. Perusahaan milik Sukanto Tanoto ini menuding minimnya pasokan bahan baku ini karena terjadinya perbedaan interpretasi terhadap peraturan kehutanan antara departemen di pemerintah dan hambatan birokrasi dalam perizinan kayu.

"Kondisi itu memaksa kami untuk melakukan PHK terhadap 1.000 karyawan terhitung mulai besok. Selain itu, ada 1.000 karyawan lagi yang telah di rumahkan. Ini terpaksa kami lakukan untuk menjamin kelangsungan operasional," kata Rudi.(cha/gah)
Read more...

Bahan Baku Minim, PT RAPP PHK Ribuan Karyawan

Kamis, 20/11/2008 17:21 WIB
Chaidir Anwar Tanjung - detikNews

Pekanbaru - PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap ribuan karyawannya. Perusahaan ini berdalih karena keterbatasan bahan baku akibat perbedaan interpretasi soal peraturan kehutanan.

Direktur Utama PT RAPP, Rudy Fajar mengungkapkan hal itu kepada wartawan di, Kamis (20/11/208) di Hotel Pangeran, Jl Sudirman, Pekanbaru. Menurutnya, sejak dua tahun terakhir ini PT RAPP menghadapi permasalahan dengan pasokan kayu. Perusahaan milik Sukanto Tanoto ini menuding minimnya pasokan bahan baku ini karena terjadinya perbedaan interpretasi terhadap peraturan kehutanan antara departeman di pemerintah dan hambatan birokrasi dalam perizinan kayu.

"Kondisi itu memaksa kami untuk melakukan PHK terhadap 1000 karyawan terhitung mulai besok. Selain itu, ada 1000 karyawan lagi yang telah di rumahkan. Ini terpaksa kami lakukan untuk menjamin kelangsungan operasional," kata Rudi.

Selain mem-PHK ribuan karyawannya, PT RAPP juga lebih awal melakukan pemutusan kontrak kerja jasa kepada sejumlah rekanan di lingkungan perusahaan bubur kertas terbesar di Asia Tenggara itu.

"Pemutusan kontrak jasa itu telah mengakibatkan terjadinya PHK terhadap ribuan karyawan. Kami menyadari dampak yang ditimbulkan akibat keputusan ini bagi perekonomian lokal. Namun langkah ini terpaksa kita lakukan," kata Rudi.

Dia menjelaskan, dengan minimnya pasokan bahan baku itu, membuat PT RAPP saat ini hanya mampu memproduksi bubur kertas 2000 hingga 3000 ton per hari. Kondisi itu menurun drastis sejak dua tahun terakhir dari produksi sebelumnya 7000 ton per hari. "Total karyawan kami sebanyak 4000 orang, kini hanya tersisah separoh saja," kata Rudi.

Selain soal keterbatasan bahan baku, Rudi mengaku, kondisi diperparah lagi dengan minimnya permintaan hasil produksi dari luar negeri. Tentunya hal itu masih terkait krisis global yang melanda saat ini. "Selain permintaan semakin menurun, harga jual produksi kita juga menurun secara signifikan. Hal ini menambah keterpurukan kita," kata Rudi.

Sementara itu aktivis Greenpeace, Zulfahmi menyebut, sebaiknya perusahaan kayu di Riau mendukung langkah sejumlah NGO soal moratorium jeda tebang. Dengan adanya jeda tebang itu, nantinya akan mencari solusi soal kepastian peraturan perkayuan. Namun sayangnya, jeda tebang yang diusung sejumlah aktivis lingkungan ini tidak didukung perusahaan di Riau.

"Kita menyadari banyaknya interpretasi soal perizinan yang dimaksud. Makanya kita mendorong soal jeda tebang agar ada kepastian hukum. Selama ini banyak perizinan tumpang tindih yang juga bisa merugikan siapa saja. Namun kami melihat belum ada niat baik perusahaan di Riau untuk mendukung jedah tebang itu termasuk PT RAPP," kata Zulfahmi.

Menurut Zulfahmi, PT RAPP jangan hanya menuding pemerintah soal birokrasi yang berbelit. Perusahaan itu secara kasat mata juga tidak dapat dipungkiri terlibat dalam aktivitas perambahan hutan untuk memenuhi kebutuhan produksinya. Dan sejumlah kasus perambahan hutan yang dilakukan PT RAPP saat ini juga ditangani pihak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Kita akui, masih banyak soal peraturan serampangan yang dikeluarkan pemerintah soal perizinan kayu. Namunkan kita juga melihat kalau RAPP tidak patuh hukum itu sendiri. Perusahaan ini juga tidak dapat dipungkiri terlibat dalam illegal logging," kata aktivis Greenpeace itu.(cha/djo)
http://www.detiknews.com/read/2008/11/20/172102/1040373/10/bahan-baku-minim-pt-rapp-phk-ribuan-karyawan
Read more...

11.21.2008

12.600 Pekerja Terancam PHK

Pemerintah Mencari Terobosan
Jumat, 21 November 2008 02:09 WIB

Jakarta, Kompas - Ancaman gelombang pemutusan hubungan kerja akibat krisis global mulai nyata dirasakan sektor manufaktur. Sampai Kamis (20/11), pemerintah menerima permintaan sejumlah perusahaan yang berniat melakukan PHK terhadap 12.600 pekerja dan merumahkan sedikitnya 1.200 orang.

Permintaan melakukan PHK disampaikan kepada tim sosialisasi dan monitoring peraturan bersama empat menteri tentang ”Pemeliharaan Momentum Pertumbuhan Ekonomi Nasional dalam Mengantisipasi Perkembangan Perekonomian Global”.

Sebagian besar dari perusahaan yang mengajukan PHK tersebut adalah sektor industri padat karya yang berlokasi di Jawa Barat, Kalimantan Barat, Riau, Jawa Timur, dan Jawa Tengah.

Mengantisipasi dampak yang lebih buruk, pemerintah menindaklanjuti laporan ini dengan menurunkan tim mediasi ke berbagai perusahaan yang telah melapor. Tim yang dipimpin pejabat ketenagakerjaan akan memediasi perundingan antara pengusaha dan wakil pekerja untuk mencari solusi terbaik.

Salah satu perusahaan yang sudah mengumumkan PHK adalah PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) atas 1.000 karyawan dan 1.000 karyawan lainnya dirumahkan. Menurut Direktur Utama PT RAPP Rudi Fajar, keputusan itu mulai berlaku Jumat ini.

Keputusan itu diambil manajemen RAPP, kata Rudi, karena perusahaan bubur kayu dan kertas itu mengalami kekurangan pasokan bahan baku, selain juga terkena imbas krisis global.

”Pilihan ini merupakan pilihan terakhir setelah perusahaan melakukan penghematan pengeluaran di sejumlah bidang,” kata Rudi.

Karyawan yang dikenai PHK dan dirumahkan, menurut Rudi, berasal dari segala level. Selain sejumlah tenaga kerja Indonesia, sekitar 35 pekerja asing juga terkena kebijakan tersebut. Hingga kemarin, RAPP mempekerjakan sekitar 4.000 karyawan

Kondisi industri di Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah, setali tiga uang. ”Sekarang industri kerajinan, khususnya kayu, tingkat produksinya turun sampai 30 persen akibat krisis,” kata Kepala Bidang Perindustrian Dinas Perindustrian dan Perdagangan Purbalingga Mukodam.

Produk kerajinan berupa pigura, tatakan kayu, laminating, keset, dan wadah baju ini di ekspor ke Australia, Amerika Serikat, dan Jepang. ”Kini permintaan ekspor ke negara-negara itu terhenti. Kami belum tahu sampai kapan ditundanya,” ujar Arif Purnomo, pemilik Jasmin Craft.

Menanggapi kondisi itu, Menteri Kehutanan MS Kaban menyatakan, pihaknya berusaha membantu industri kehutanan dengan memudahkan perizinan, pasokan bahan baku, dan insentif-insentif lainnya. Pemerintah berharap upaya itu bisa menyelamatkan industri kehutanan.

Mencari terobosan

Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Erman Suparno, yang dihubungi Kamis malam menjelaskan, tim mediasi akan mendorong pembicaraan bipartit sambil mencari terobosan untuk menghindari PHK. Erman meminta pekerja mau mengikuti proses mediasi dengan sabar.

”PHK ada prosedurnya, mulai dari usulan pengusaha ke pemerintah, verifikasi persoalan, alasan, tujuan, sampai pemeriksaan perusahaan. PHK baru sah setelah dinas tenaga kerja menyetujui,” kata Erman.

Presiden Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) Rekson Silaban mengatakan, keterpaduan serikat buruh dan pengusaha dalam mengantisipasi dampak krisis global tak bisa dielakkan.

”Ancaman resesi sudah di depan mata, jangan lagi serikat buruh meributkan soal-soal yang tak substansial. Tantangan terbesar sekarang adalah bagaimana menyelamatkan perusahaan supaya tidak bangkrut dan kami tetap bisa bekerja,” kata Rekson.

Tujuh perusahaan kritis

Kabar memprihatinkan juga mencuat dari Kawasan Berikat Nusantara, Jakarta Utara. Krisis keuangan global mulai berimbas pada kegiatan ekspor hasil industri dan pabrik di KBN. Kabar terakhir tujuh perusahaan garmen yang berorientasi ekspor ke Amerika Serikat terancam tutup.

Menurut Wali Kota Jakarta Utara Effendi Anas, dirinya segera melaporkan kondisi riil ketenagakerjaan di wilayahnya kepada Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo. Hal ini mengantisipasi kemungkinan munculnya kerawanan sosial akibat dari rencana perusahaan melakukan PHK.

Selain tujuh perusahaan itu, sekitar 50 kegiatan bisnis di Jakarta Utara menghentikan aktivitasnya. Dari jumlah itu, 16 perusahaan dengan total buruh sebanyak 9.600 karyawan berada di KBN.

Namun, Sekretaris Perusahaan PT KBN Sentot Yoga Tamtomo menegaskan, belum ada satu pun perusahaan yang tutup atau gulung tikar pada tahun 2008. Bahkan, Sentot mengaku, dirinya belum tahu ada tujuh perusahaan di KBN yang kini dalam kondisi kritis akibat sepi order.

PT KBN memiliki tiga wilayah usaha, yakni KBN Cakung dengan 100 investor, KBN Marunda 40 investor, dan KBN Tanjung Priok 8 investor. Sekitar 90 persen investor di tiga kawasan itu produsen garmen, yang 85-90 persennya diekspor ke AS.(ham/hrd/han/CAL)

http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/11/21/02091484/12.600.pekerja.terancam.phk

Read more...

11.20.2008

Aktivitas HTI TobaPulp Legal, Tidak Ada Pembalakan Liar (Benarkah?)

Posted by: "PETRA BERSAMA" Wed Nov 19, 2008 9:41 am (PST)

Aktivitas HTI TobaPulp Legal, Tidak Ada Pembalakan Liar
Posted in Berita Utama by Redaksi on Nopember 19th, 2008 Medan (SIB)

Di tengah mulai menggejalanya akhir-akhir ini gerakan yang "mempersoalkan" aktivitas pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI) PT Toba Pulp Lestari,Tbk (TobaPulp), manajemen industri pulp di Parmaksian (dulu: Porsea), Tobasamosir, menegaskan kembali bahwa seluruh kegiatan HTI TobaPulp adalah sah, legal dan tidak ada pembalakan liar.

Dua anggota Direksi TobaPulp, Ir Firman Purba dan Mulia Nauli, merasa perlu menyampaikan penegasan itu dalam kesempatan tatap muka dengan beberapa akademisi senior di Medan, Sabtu malam.
Pada pertemuan tersebut, para akademisi itu menanyakan legalitas HTI TobaPulp, terutama setelah beberapa elemen masyarakat di kabupaten Samosir sejak Agustus lalu "mempersoalkan" keberadaan HTI TobaPulp di desa Partukko Naginjang, kecamatan Harian, Samosir, dengan mengindikasikannya "merusak" serta "merupakan wujud pembabatan liar berkedok HTI." Desa itu bagian dari kabupaten Samosir, tetapi berada di luar pulau Samosir.

Beberapa media lokal sempat menyiarkan berita itu tanpa konfirmasi, dengan mengutip pernyataan-pernyataan sepihak kelompok yang mengatasnamakan diri "aliansi partai-partai politik" dan juga Panitia Khusus DPRD setempat yang mengunjungi lokasi Partukko Naginjang, Jumat pekan lalu.

HISTORIS
Secara panjang lebar Firman, alumni Institut Pertanian Bogor, yang menangani perencanaan bahan baku industri pulp Parmaksian, menguraikan historis aktivitas HTI TobaPulp.
HTI TobaPulp bermula ketika pemerintah memberikan ijin konsesi hak pengusahaan hutan tanaman industri (HPHTI) seluas 269.060 hektar tahun 1992 selama 43 tahun berdasarkan Kepmenhut 493/92. Konsesi itu berada diatas areal fungsi hutan produksi berdasarkan Tata Guna Hutan Kesepakatan (Kepmentan 932/82) dan Perubahan Hutan Lindung dan Hutan Produksi terbatas menjadi Hutan Produksi Tetap (Kepmenhut 757/91). Konsesi itu kemudian dikembangkan menjadi HTI sebagai sumber bahan baku berkelanjutan (sustainable). Arealnya tersebar di 8 kabupaten meliputi: Simalungun, Tobasa, Tapanuli Utara, Humbang Hasundutan, Dairi, Pakpak Bharat, Samosir dan Tapanuli Selatan.

Semula, TobaPulp merencanakan pembangunan HTI seluas 63 ribu hektar dengan tanaman ekaliptus (eucalyptus sp) yang kaya serat, cepat tumbuh dan cepat pula panen. Luasan tersebut dipandang mampu memenuhi kebutuhan bahan baku industri pulp Parmaksian sekitar 1,1 juta ton (setara meter kubik) untuk menghasilkan 240 ribu ton pulp per tahun. Tingkat pertumbuhan kayu per hektar per tahun (MAI - mean annual increament) sekitar 20 meter kubik dan daur panennya antara 6 hingga 7 tahun.

Tetapi, pada tahun-tahun sesudahnya Menteri Kehutanan menerbitkan beberapa peraturan baru, diantaranya SK-44 tahun 2005 yang menunjuk kawasan hutan di Sumatera Utara seluas 3,74 juta hektar, serta Peraturan Menhut P-44 tahun 2005 tentang percepatan pembangunan hutan tanaman yang membatasi waktu penebangan hutan alam hingga tahun 2009.

Sebagai konsekuensi SK-44, sebagian HTI TobaPulp masuk kedalam kawasan hutan lindung. Tetapi setahun kemudian, yakni melalui SK-201 tahun 2006, Menteri Kehutanan mengoreksi sendiri sebagian isi SK-44 itu dengan memutuskan ijin penggunaan kawasan hutan atau ijin pemanfaatan hutan yang masih hidup dapat terus berlaku sampai ijinnya berakhir.

Sementara itu terhadap percepatan pembangunan hutan tanaman, Menhut mewajibkan pelaksanaan deliniasi makro dan mikro untuk merinci berapa luas yang safe untuk tanaman pokok, tanaman unggulan, tanaman kehidupan, konservasi diantara petak-petak tanaman, kawasan pelestarian plasma nutfah (KPPN) dan prasarana serta dimana saja arealnya. Untuk TobaPulp luas rencana tanaman pokoknya berubah dari semula 63 ribu menjadi 50 ribu hektar, dan 9.000 hektar diantaranya berlokasi di desa Partukko Naginjang. Diatas areal hasil deliniasi mikro yang disetujui Dirjen Bina Produksi Kehutanan, Dephut, nomor S.181/2007 itu-lah diajukan rencana kerja tahunan (RKT) yang kemudian disahkan oleh Kadishut Sumut berdasarkan SK 522.21 tanggal 15 Februari 2008. Untuk lokasi di desa Partukko Naginjang luas RKT 2008 mencapai 1.099 hektar dan sudah selesai dikerjakan sekitar 80% per Oktober.

TOLAK KERAS
Berdasarkan uraian tersebut, Firman menolak dengan keras anggapan seolah-olah aktivitas HTI TobaPulp illegal. Ia pun menolak tudingan "pembalakan berkedok HTI." Sebab, TobaPulp membangun HTI sebagai sumber bahan baku berkelanjutan dengan sangat sungguh-sungguh dan penuh perhitungan.

Sebagai contoh ia menggambarkan, setelah dengan susah payah mencari akhirnya TobaPulp menemukan teknologi yang secara mencengangkan mampu meningkatkan MAI kayu dari semula hanya rata-rata 20 meter menjadi 30 meter kubik. Wujud penemuan itu antara lain lahirnya bibit klon (clone) yang keunggulannya serupa dengan induknya, dapat diproduksi dalam jumlah besar (2,2 juta per bulan), tumbuh cepat dan seragam, serta bisa dipanen lebih cepat dari 7 tahun. Dewasa ini-pun, TobaPulp sedang merekayasa pengayaan kandungan serat (fiber) dalam setiap batang kayu sebagai penentu keunggulan produk (pulp).

Pencapaian-pencapaian itu melalui riset dan pengembangan (R&D) biayanya sangat mahal dan menghabiskan waktu yang panjang. Komunitas rimbawan dunia bahkan memujinya sebagai "sebuah revolusi kecil." Upaya seserius itu, kata Firman, "sangat keliru bila masih disebut hanya sebagai kedok untuk melakukan pembalakan liar. Tudingan itu tidak benar dan keterlaluan." (Rel/c)
Read more...

11.15.2008

Indonesia Siap Perangi Pengrusakan Hutan

31/10/2008 13:27 - LingkunganIndonesia Siap Perangi Pengrusakan HutanLiputan6.com, Jakarta: Kementrian Lingkungan Hidup menyambut baik upaya mencegah deforestasi atau pengrusakan hutan di Indonesia melalui kampanye Forest for Climate. Kampanye yang digagas organisasi lingkungan internasional, Greenpeace, ini menggalang dana dari negara-negara maju untuk membantu negara lain yang mengalami kerusakan hutan cukup parah.

Negara-negara tersebut termasuk Indonesia nantinya akan mendapat bantuan dana untuk mencegah kerusakan hutan alami. Sementara kerusakan hutan di Indonesia akibat pembalakan liar, pembukaan lahan untuk kegiatan pertambangan dan kelapa sawit, serta hutan tanaman industri terbilang cukup parah. Departemen Kehutanan mencatat 1,1 juta hektare lahan rusak setiap tahunnya.

Data dari Greenpeace memperlihatkan sudah tidak ada hutan yang belum tersentuh atau masih alami di Pulau Jawa. Di Pulau Sumatra hanya tersisa 10 persen, Kalimantan 15 hingga 20 persen, dan wilayah Papua cuma 45 persen dari total luas lahan hutan.(YNI/Novarini dan Yuli Sasmito)



http://www.liputan6.com/sosbud/?id=167459



Read more...

11.12.2008

Penyerangan PT. Arara Abadi

Sekretariat KPP-STR
Jl. Bawal No. 23, Kel. Wonorejo
Kec. Marpoyan Damai, Pekanbaru-Riau 28125
Terdaftar di Infokom Kesbang No : 44 / BIKKB/ SKT / IV / 2008
e-mail : serikat.tani.riau@gmail.com
media : serikat-tani-riau.blogspot.com
telp/fax : +62 761 861 897, +62 813 78 720477

Nomor : D.1/KPP-STR/V/08-050
Lampiran : 1 disc
Perihal : Pelaporan Penyerangan PT. Arara Abadi

Kepada Yth;
Kapolda Riau
Bpk. Brigjend. Pol. Drs. Hadiatmoko.
di_
Pekanbaru.

Assalamualaikum. Wr. Wb.
Salam Pembebasan. Teriring salam dan do'a semoga Bapak kita senantiasa dalam ridho Tuhan YME dalam perjungan rakyat membangun kemandirian ekonomi dan kedaulatan politik bangsa Indonesia.

Sebagaimana upaya yang telah ditempuh oleh Serikat Tani Riau dan Sentral Gerakan Rakyat Riau dalam upaya penyelesaian sengketa agraria antara masyarakat dengan PT. Arara Abadi yang mana Pemerintahan Provinsi Riau dalam Surat No 100/P.H. 13.06 yang menegaskan ada tiga upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Riau yakni Identifikasi, Inventarisasi dan Rekonstruksi areah HPHTI PT. Arara Abadi yang dikeluarkan di Pekanbaru tanggal 8 Maret 2007 ditujukan kepada Menteri Kehutanan RI di Jakarta. Kemudian balasan Menteri Kehutanan RI dalam surat nomor S.319/MENHUT/V/2007 tentang persetujuan upaya penyelesaian sengketa agraria yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Riau yang ditujukan kepada Gubernur Riau pada tanggal 15 Mei 2007. Kemudian Surat Gubernur Riau No 100/P.H 14.06 yang ditujukan kepada Bupati Bengkalis, Siak, Kampar, Rokan Hilir, Pelalawan dan Walikota Pekanbaru tentang pelaksanaan upaya peneyelesaian sengketa agraria antara masyarakat dengan PT. Arara Abadi yang dikeluarkan pada tanggal 8 Maret 2007. Namun sampai saat ini pelaksanaan upaya penyelesaian sengketa agraria ini oleh Pemerintah Provinsi Riau masih stagnan. Belum ada upaya serius yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Riau dalam menyelesaikan permasalahan ini. Sehingga hal ini berekses pada gesekan sosial masyarakat yang sudah berhadapan dengan permasalahan ini selama puluhan tuhun.
Tanggal 24 April 2007, Sentral Gerakan Rakyat Riau (SEGERA) telah menyampaikan surat kepada Gubernur Riau nomor: B/SD-SEGERA/IV-07/41 terkait, surat Gubernur Riau Nomor: 100/PH/13.06, Sifat: Penting, Perihal: Upaya Penyelesaian Permasalahan PT. Arara Abadi dengan Masyarakat tertangal 8 Maret 2007 yang ditujukan kepada Menteri Kehutanan RI, Nomor: 100/PH/14.06, Perihal: Inventarisasi dan Rekonstruksi Areal HPHTI PT. Arara Abadi, tertanggal 8 Maret 2007 yang ditujukan kepada; 1) Bupati Bengkalis, 2) Bupati Kampar, 3) Bupati Pelalawan, 4) Bupati Siak, 5) Bupati Rokan Hilir, 6) Walikota Pekanbaru, kami simpulkan berisi : Setelah pertemuan tanggal 7 Maret 2007 antara PT. Arara Abadi, perusahaan menyerahkan penyelesaian persoalan konflik dimaksud kepada Pemerintah, dengan tahapan:
• Pemerintah akan menjadi facilitator penyelesaian konflik antara rakyat dengan PT. Arara Abadi
• Komisi A DPRD Prop. Riau akan melakukan tinjau lapangan ke lahan konflik
• Gubernur menginstruksikan Pemerintah Kabupaten/Kota yang terdapat area HPHTI PT. Arara Abadi untuk membntuk dan menugaskan tim melakukan inventarisasi lahan bersengketa dengan tugas; 1) melakukan identifikasi, inventarisasi, dan rekonstruksi area HPHTI PT. Arara Abadi dan lahan tuntutan masyarakat, 2) memfasilitasi pertemuan antara PT. Arara Abadi dengan perwakilan masyakarat, 3) melaporkan hasil penyeesaian permasalahan yang telah dicapai pada kesempatan pertama kepada Gubernur Riau c.q. Biro Pemerintahan dan Humas Sekretariat Daerah Propinsi Riau

Hingga saat ini, kami belum menerima satupun penjelasan langkah-langkah sebagaimana dimaksud dalam ketiga surat Gubernur Riau tersebut atau penjelasan langkah-langkah yang akan dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota prihal penyelesaian sengketa tanah antara rakyat dengan PT. Arara Abadi, sehingga masih terjadi tindakan kekerasan dan aksi-aksi sepihak yang dilakukan oleh pihak perusahaan melalui satuan tugas keamanannya, 911.

Kemudian meninjau izin yang diberikan menteri kehutanan melalui SK. No : 743/kpts-II/1996 ada beberapa ketentuan yang telah dilanggar oleh PT. Arara Abadi diantaranya sebagai berikut :
• Dalam Ketentuan Kedua poin 2 dijelaskan bahwa perusahaan pemegang izin harus "melaksanakan penataan batas areal kerjanya, selambat-lambatnya 2 (dua) tahun sejak ditetapkan keputusan ini. Artinya tahun 1998 PT. Arara Abadi haruslah membuat batas areal kerja, namun sampai saat ini setelah 10 tahun beroperasi tidak pernah dilaksanakan penataan batas areal kerja oleh PT. Arara Abadi.
• Dalam Ketentuan Kedua Poin 11 dijelaskan perusahaan pemegang izin harus membantu meningkatkan taraf hidup masyarakat yang berada di dalam dan diluar areal kerjanya.
• Dalam Ketentuan Keempat poin 1 dijelaskan "apabila didalam areal Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI) terdapat lahan perkampungan, tegalan, persawahan atau telah diduduki dan digarap oleh pihak ketiga, maka lahan tersebut tidak termasuk dan dikeluarkan dari areal kerja Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI). Relitas yang terjadi sejak beroperasi hingga saat ini PT. Arara Abadi mengindahkan hal ini sehingga menegarai sengketa lahan anatara masyarakat dengan PT. Arara Abadi.
• Perusahaan telah melanggar Ketentuan Ketiga tentang ; A. Kesehatan dan Keselamatan Kerja, B. Bidang Pembangunan Masyarakat meliputi kesempatan kerja dan fasilitas kesehatan untuk masyarakat.
Inilah kemudian yang tidak dilakukan oleh PT. Arara Abadi sehingga menengarai sengketa agraria dengan masyarakat setempat yang telah berlangsung puluhan tahun, sejak dari HTI sementara tahun 1986 hingga HTI definitif 1996 yang sampai sekarang masih terus berlanjut. Tak sedikit kerugian yang dialami oleh masyarakat sampai pada korban jiwa, intimidasi kepada masyarakat.

Melalui ini kami sampaikan laporan telah terjadi upaya penyerangan secara terencana yang dilakukan oleh PT. Arara Abadi terhadap masyarakat Desa Mandi Angin dengan memobilisasi PAM SWAKARSA 911 dan Buruh Harian Lepas yang didatangkan dari Kalimantan terhadap masyarakat Desa Mandi Angin pada tanggal 2 Juli 2008. ini merupakan ekses dari lambannya pemerintah dalam menyikapi dan mengambil langkah progress dalam upaya penyelesaian masalah ini. Yang sangat kami sayangkan dalam kejadian ini pihak kepolisian juga lamban merespon dengan tidak melakukan upaya pencegahan padahal masyarakat telah melaporkan hal ini kepada Polsek Minas. Kemudian pada tanggal 30 Juni – 1 Juli 2007 juga telah terjadi pengrusakan ratusan pohon sawit milik masyarakat di Desa Pinang Sebatang dan Desa Minas Barat, akibatnya sekali lagi masyarakat dijadikan objek penderita. Hal ini akan berdampak pada melemahnya upaya penylesaian permasalahan ini, kami sangat menyayangkan persoalan ini karena ini merupakan tindakan provokatif yang dilakukan oleh PT. Arara Abadi untuk sekali lagi menjadikan rakyat sebagai korban. Untuk itu kami mendesak Kapolda Riau untuk dapat mengusut kejadian penyerangan tersistematis tersebut. Sebagai pertimbangan kami lampirkan 1 disc rekaman kejadian.

Demikianlah hal ini kami sampaikan atas perhatiannya kami sampaikan terima kasih.
Jazakumullah,
Billahitaufiq Walhidayah.

BANGUN PERSATUAN GERAKAN RAKYAT
MELAWAN IMPERIALISME – NEOLIBERALISME

Pekanbaru, 23 Mei 2008

Tanah, Modal, Teknologi Modern, Murah, Massal untuk Pertanian Kolektif
Dibawah Kontrol Dewan Tani/Rakyat!

Komite Pimpinan Pusat – Serikat Tani Riau
( KPP – STR )


,
Riza Zuhelmy
Ketua Umum

Muhammad Hambali
Sekretaris Jenderal
Read more...

Hutan di Lansekap Bukit Tigapuluh Dibabat APP Kehidupan Masyarakat Tradisional dan Satwaliar Sumatera Terancam

LANSEKAP B30


Siaran pers Warsi

Hutan di Lansekap Bukit Tigapuluh Dibabat APP Kehidupan Masyarakat Tradisional dan Satwaliar Sumatera Terancam

Pekanbaru dan Jambi – INDONESIA--
K
epunahan hutan alam dengan keanekaragaman hayatinya yang tinggi di lansekap Bukit Tigapuluh, di Riau dan Jambi sudah diambang mata. Hutan yang merupakan salah satu habitat kunci bagi harimau, gajah, dan orangutan Sumatera dan tempat bergantung hidup masyarakat tradisional ini mengalami ancaman serius,



Foto: Lander (Dok. KKI Warsi)

baik akibat penebangan masif yang sedang berlangsung maupun rencana Departemen kehutanan (Dephut) untuk mengkonversi eks HPH di sekitar Bukit Tigapuluh melalui perusahaan bubur kertas dan kertas, terutama oleh Asia Pulp & Paper (APP) beserta perusahaan mitra kerjanya.

Sejumlah organisasi lingkungan yang bekerja di lansekap Bukit Tigapuluh ini mengecam keras rencana penghancuran hutan alam tersebut secara sistematis yang akan mengancam habitat satwa liar, pengaturan tata air pada DAS Indragiri dan Reteh di Riau serta DAS Batanghari dan Pengabuan di Jambi, serta sumber penghidupan masyarakat setempat, terutama suku Talang Mamak dan Orang Rimba.

Komunitas Konservasi Indonesia WARSI (KKI WARSI), Yayasan Pusat Konservasi Harimau Sumatera (PKHS), Frankfurt Zoological Society (FZS), Zoological Society of London (ZSL) dan Worldwide Fund for Nature (WWF)-Indonesia mendesak pemerintah untuk melakukan tindakan nyata dalam melindungi lansekap Bukit Tigapuluh ini dari ancaman konversi hutan alam yang saat ini dilakukan oleh APP dan kelompok usahanya.

Jambi merupakan daerah hutan alam yang menjadi target pengalihan sumber bahan baku untuk produksi bubur kertas dan kertas APP, karena kegiatan konversinya di Riau saat ini dihentikan oleh pihak penegak hukum terkait tuduhan pembalakan liar dan kejahatan lingkungan.
Sejumlah konsesi HPH yang tidak beroperasi lagi di blok hutan Bukit Tigapuluh menjadi target pembukaan hutan untuk penanaman akasia oleh perusahaan HTI PT Arara Abadi dari Riau dan PT Wirakarya Sakti dari Jambi, keduanya adalah anak perusahaan APP, sangat ekspansif membuka hutan di wilayah ini dalam upaya memenuhi kebutuhan industri pulp dan kertas mereka.

Perusahaan APP telah menebang sekitar 20.000 hektar hutan alam yang merupakan bagian dari lansekap Bukit Tigapuluh, tepatnya di sekitar hutan lindung Bukit Limau guna menutupi kebutuhan produksi bubur kertas anak perusahaannya, baik PT Indah Kiat Pulp and Paper di Riau maupun PT Lontar Papyrus Pulp and Paper di Jambi.

Sejumlah investigasi yang dilakukan organisasi lingkungan di provinsi Riau dan Jambi telah menemukan adanya indikasi penebangan liar dan pembukaan jalan logging oleh APP dan mitra kerjanya di lokasi eks PT IFA dan PT Dalek Hutani Esa, padahal di areal tersebut tidak ada hak pengelolaannya. Pembukaan jalan tersebut telah membuka akses semakin parahnya laju kerusakan hutan alam, dan legalitasnya dipertanyakan oleh kelima kelompok konservasi tersebut. Penebangan hutan alam terjadi di dalam kawasan hutan lindung, disekitar hutan lindung, maupun kawasan tempat hidup orang rimba serta habitat satwaliar seperti orangutan, harimau dan gajah Sumatera.

Para konservasionis sangat prihatin dengan semakin terancamnya habitat orangutan, harimau, gajah, maupun masyarakat asli setempat akibat maraknya pembukaan lahan hutan alam. Dibutuhkan keputusan yang bijak dari pemerintah dan dukungan seluruh pemangku kepentingan untuk melindungi lanskap Bukit Tigapuluh, sebelum semuanya terlambat.


Ian Kosasih, Direktur Program Kehutanan WWF-Indonesia meminta pemerintah untuk memberikan perhatian lebih pada ancaman ekosistem yang sedang terjadi di Bukit Tigapuluh. Tindakan responsif diperlukan dalam menindaklanjuti usulan dan rekomendasi lembaga konservasi non-pemerintah terkait perlindungan Bukit Tigapuluh yang merupakan salah satu habitat terakhir untuk harimau, gajah dan orangutan Sumatera di Riau dan Jambi.


Sebagai hutan dengan nilai-nilai konservasi yang tinggi (High Conservation Value Forest) Bukit Tigapuluh semestinya tidak dikonversi. "Sejumlah usulan dari kelompok konservasi terkait dengan perlindungan lansekap Bukit Tigapuluh selayaknya diperhatikan dan ditindaklanjuti, karena kegiatan konversi sangat cepat pengaruhnya dalam mengubah tutupan dan kondisi hutan alam," ujar Ian Kosasih. "Oleh karena itu penebangan hutan alam di landskap Bukit Tigapuluh harus dihentikan secepatnya." Lima kelompok konservasi ini telah mengajukan surat bersama pada 3 September 2007 kepada Menteri Kehutanan terkait dengan rasionalisasi Taman Nasional Bukit Tigapuluh dan perlindungan habitat harimau, gajah, dan orang utan di sekitar TNBT serta perluasan hutan lindung Bukit Sosah – Bukit Limau.


Tercatat tidak kurang 198 jenis burung (1/3 jenis burung di Sumatera) dan 59 jenis mamalia hidup di lansekap Bukit Tigapuluh (penelitian Danielsen dan Heegaard, 1995) serta terdapat flora endemik dan langka, cendawan muka rimau (Rafflesia hasseltii) dan Salo (Johanesteima altifrons). Masyarakat asli Talang Mamak, Orang Rimba dan Melayu Tradisional di lansekap Bukit Tigapuluh sudah mendiami wilayah hutan ini sejak lama dan sangat tergantung penghidupannya dengan kawasan hutan tersebut.

Read more...

11.09.2008

Greenpeace Dukung Peraturan Jeda Tebang Hutan dan Konversi Lahan Gambut

Greenpeace Dukung Peraturan Jeda Tebang Hutan dan Konversi Lahan Gambut
06 Nov 2008 15:07 wib
ad

PEKANBARU (RiauInfo) - Greenpeace dan Jikalahari menyerukan kepada Pemerintah untuk mendukung proses penyusunan peraturan gubernur oleh Gubernur Riau, Wan Abubakar, mengenai jeda tebang terhadap hutan dan konversi lahan gambut pada jumpa pers di atas kapal MV Esperanza, di Riau hari ini.

Greenpeace hari ini mengajak beberapa orang wartawan dengan penerbangan helikopter untuk menyaksikan sendiri hutan gambut Riau yang tersisa yang mengalami pengrusakan demi perluasan perkebunan kelapa sawit dan hutan tanaman untuk industri kertas.

Gubernur Riau mengumumkan jeda (moratorium) tebang dan konversi lahan gambut pada Agustus 2008 lalu, berangkat dari keprihatinannya pada dampak deforestasi terhadap lingkungan dan masyarakat Riau. Tetapi proses ini masih menunggu masukan teknis dari tim moratorium pemerintah daerah untuk mengesahkannya dalam bentuk peraturan gubernur.

Riau kaya akan sumberdaya alam, tetapi tiap tahunnya propinsi kami dilanda banjir, diselimuti asap dari kebakaran hutan yang disebabkan oleh pesatnya penggundulan hutan yang sebagian besar terdapat di atas lahan gambut. Sayangnya, menyusutnya hutan Riau tidak diikuti oleh membaiknya kesejahteraan rakyat.

Hariansyah Usman, Wakil Koordinator Jikalahari mengatakan, Hutan rawa gambut di Semenanjung Kampar memegang peran penting dalam kehidupan orang Melayu Riau, dan juga merupakan kawasan hutan utuh terbesar di Riau.

Tetapi saat ini Semenanjung Kampar sangat terancam oleh konversi hutan untuk untuk industri kertas dan perkebunan kelapa sawit. Kalau tidak ada jeda tebang secepatnya di Riau, bukan hanya hutan yang akan lenyap tetapi martabat dan jati diri masyarakat Melayu akan hilang.

"Untuk mewujudkan pernyataan Pak Gubernur, Greenpeace dan Jikalahari telah melakukan penilaian dan pemetaan Semenanjung Kampar menggunakan citra satelit dan survai lapangan untuk menyusun rencana rehabilitasi lahan gambut yang telah rusak dan kering akibat pembukaan perkebunan kelapa sawit dan hutan tanaman industri kertas," kata Zulfahmi, Juru Kampanye Hutan Greenpeace Asia Tenggara.

"Pemerintah harus mendukung prakarsa Gubernur Riau dan memberlakukan moratorium tebang di seluruh negeri guna menjawab masalah emisi gas rumah kaca Indonesia yang tinggi serta melindungi hutan dan lahan gambut Indonesia demi generasi mendatang," tambahnya.(ad)

Read more...

Kapal Greenpeace Esperanza akan berlayar ke Indonesia dalam bagian tur "Hutan untuk Iklim", mulai 6 Oktober hingga 15 November 2008.

Kapal Esperanza (Foto: Greenpeace.com)
JAKARTA - Kapal Greenpeace Esperanza akan berlayar ke Indonesia dalam bagian tur "Hutan untuk Iklim", mulai 6 Oktober hingga 15 November 2008.

Kapal yang dinakhodai Kapten Madeline Habib itu akan tiba di Jayapura, Papua, untuk menyoroti lebih mendalam masalah pertahanan hutan alam asli terakhir di Indonesia.

"Hingga saat ini kapal masih berada di Papua Nugini. Tanggal 6 Oktober kapal Esperanza akan membawa spanduk yang bertuliskan 'Stop Penghancuran Hutan, Stop Penghancuran Iklim'," kata Media Campaigner Nabiha Shahab kepada okezone, Minggu (28/9/2008).

Menurut Nabiha Shahab, Ezperanza akan mengangkut sekira 33 awak Greenpeace dan dijadwalkan akan mengadakan pertemuan dengan Gubernur Papua Barnabas Suebu dan Gubernur Papua Barat Abraham O Atururi.

"Kami akan mendokumentasikan dan mendata tentang status kerusakan hutan di Indonesia. Akhir November kami akan langsung ke Jakarta, dan kalau tidak ada halangan kami akan berdialog dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Kami masih mencoba mengonfirmasinya," kata Nabiha.

Juru Kampanye hutan Greenpeace Asia Tenggara Bustar Maitar mengatakan, hutan Indonesia makin menyusut dengan kecepatan yang luar biasa. Di Indonesia, hutan gambut dihabisi oleh pembalakan, pengeringan, dan pembakaran untuk memberi tempat bagi perkebunan kepala sawit.

Di beberapa tempat, hutan gambut ini kedalamannya mencapai lebih dari 12 meter. Saat hutan gambut dibuka dan dibakar, hal ini bagaikan mengaktifkan bom karbon, dengan melepas hamper dua miliar ton karbondioksida yang berbahaya tiap tahunnya.

"Penghancuran hutan merusak masyarakat, kebudayaan, dan keanekaragaman hayati. Deforestasi juga melepas sekira 20 persen dari emisi gas rumah kaca dunia tiap tahunnya, dan menyumbang memburuknya perubahan iklim. Jumlah ini lebih banyak dari emisi dari mobil, truk, kereta api, kapal laut, dan kapal terbang di seluruh dunia pada 2004," papar Bustar Maitar.

Selain itu, Maitar mengatakan, hutan tropis menyimpan karbon yang disimpan di dalam tanah dan pepohonan. Seperti spons, mereka menyerap karbondioksida yang dilepas ketika bahan bakar fosil dibakar untuk keperluan energi.

"Kita memerlukan hutan yang luas untuk menyerap gas rumah kaca, memerangi perubahan iklim, dan melindungi planet ini," cetusnya.

Terkait hal itu, Direktur Kampanye Greenpeace Asia Tenggara Shailendra Yashwant mengatakan, Esperanza hadir di Indonesia untuk menyerukan pada pemerintah Indonesia untuk menerapkan moratorium secepatnya bagi semua bentuk konversi hutan, termasuk untuk penebangan industrial, ekspansi perkebunan kelapa sawit, dan berbagai penyebab deforestasi.

Hal ini dibutuhkan untuk membantu mengurangi emisi gas rumah kaca, melindungi kekayaan keanekaragaman hayati tropis, dan melindungi kehidupan jutaan orang yang hidup dan bergantung pada hutan di seluruh Indonesia.

Esperanza merupakan kapal terbesar dalam armada Greenpeace. Kapal ini diluncurkan pertama kali pada Februari 2002, saat kampanye penyelamatan hutan alam asli "Ancient Forests Save or Delete". Kapal tersebut memiliki panjang 72 meter dan kecepatan maksimum mencapai 16 knot. (jri)

http://techno.okezone.com/index.php/ReadStory/2008/09/28/56/150039/kampanye-hutan-kapal-greenpeace-ke-indonesia/kampanye-hutan-kapal-greenpeace-ke-indonesia



Read more...

http://www.greenpeace.org/seasia/id/news/pelayaran-kapal-greenpeace-di Read more...

Terdapat 3 Akar Masalah Penyebab Deforestasi dan Degradasi Hutan di Indonesia

October 30th, 2008 Oleh Redaksi
Forest Watch Indonesia, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara, Global Forest Coalition dan Ikatan Cendekiawan Tanimbar Indonesia mengadakan pertemuan dengan tema 'Laju dan Penyebab Deforestasi dan Degradasi Hutan di Indonesia' (27-28 Oktober 2008). Dari pertemuan tersebut ditemuka bahwa tiga akar masalah dari deforestasi dan degradasi hutan di Indonesia.

Ketiga akar masalah tersebut antara lain; pertama, lemahnya perencanaan tata ruang wilayah dan sinkronisasi antar sektor maupun antar tingkat pemerintahan (Pusat, Daerah Tingkat I dan Daerah Tingkat II) mengakibatkan inkonsistensi kebijakan terkait dengan pengelolaan sumberdaya hutan. Kedua, lemahnya akomodasi dan perlindungan negara terhadap hak-hak masyarakat adat. Ketiga, lemahnya keakuratan, ketersediaan dan keterbukaan data dari para pihak yang memiliki kewenangan terhadap isu pengelolaan sumberdaya hutan.

Memang, terdapat beragam data yang menunjukkan rata-rata laju deforestasi di Indonesia dari tahun ke tahun. Forest Watch Indonesia, misalnya, mengungkapkan bahwa laju deforestasi pada periode 1989-2003 adalah 1,9 juta hektar. Sementara Badan Planologi Departemen Kehutanan membagi dalam tiga periode yaitu, 1985-1997 sebesar 1,87 juta hektar, 1997-2000 sebesar 2,83 juta hektar dan 1,08 juta hektar pada periode tahun 2000-2005. FAO mencatat laju deforestasi di Indonesia mencapai 1,87 juta hektar selama 2000-2005. Namun, jumlah berapapun angkanya, hal tersebut menunjukkan bahwa laju deforestasi dan degradasi di Indonesia sangat tinggi dari waktu ke waktu.

Pertemuan yang juga dihadiri oleh ornop lingkungan, Departemen Kehutanan, organisasi masyarakat adat, akademisi dan Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia itu mengungkapkan bahwa tingginya permintaan pasar global akan komoditi berbasis sumber daya alam dari alam Indonesia. Komoditas kayu, minyak sawit, pulp, tambang, dan kertas adalah primadona.

Sayangnya, menurut Wirendro Sumargo, Public Campaign And Policy Dialogue Coordinator Forest Watch Indonesia, hal tersebut ternyata mendorong sikap reaktif dan oportunis pemerintah untuk mengeluarkan banyak kebijakan sektoral yang semata-mata berorientasi pada peningkatan pendapatan, eksploitatif dan tidak berkelanjutan. Di sisi lain, perencanaan dan pengawasan atas pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya hutan oleh pemerintah tidak menunjukkan tanda-tanda perbaikan yang berarti. Misalnya sampai saat ini dari 120,35 juta hektar kawasan hutan yang ditetapkan oleh Departemen Kehutanan baru sekitar 12% yang dikukuhkan atau ditata batas (temu gelang).

Deforestasi dan degradasi hutan menyebabkan dampak lingkungan; antara lain hilangnya keanekaragaman hayati, bencana alam, dan hilangnya sumber-sumber penghidupan masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan hutan. Dalam konteks perubahan iklim global, kebakaran hutan dan lahan menjadikan Indonesia negara ke-3 penyumbang emisi CO2 terbesar di dunia. [pr!]
Read more...

Greenpeace Luncurkan Prakarsa Inisiatif Hutan Untuk Iklim

October 31st, 2008 Oleh Redaksi

Hari ini (31/10/2008), Greenpeace luncurkan prakarsa inisiatif hutan untuk iklim atau forests for climate (FFC). Prakarsa tersebut adalah sebuah solusi rintisan untuk menekan laju deforestasi, mengatasi perubahan iklim, melestarikan keanekaragaman hayati dan melindungi sumber penghidupan jutaan orang yang bergantung pada hutan. Peluncuran yang juga dihadiri Menteri Negara Lingkungan, Rachmat Witoelar dan berbagai pihak tersebut berlangsung di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta.

FFC adalah proposal 'andalan' Greenpeace tentang mekanisme internasional untuk mendanai upaya penurunan emisi karbon dari penyusutan hutan tropis di negara-negara pemilik hutan yang peserta untuk memenuhi komitmen dari fase kedua dari kesepakatan Protokol Kyoto (pasca 2012).

Dalam siaran pers yang diterbitkan Greenpeace Indonesia, organisasi global yang independen tersebut juga mempertemukan negara-negara donor dengan prakarsa-prakarsa nyata di negara-negara berkembang pemilik hutan sebagai langkah awal. Perwakilan negara-negara donor, lembaga-lembaga donor, para pejabat dan gubernur dari beberapa propinsi terkait diundang untuk membicarakan prakarsa ini dan mendukung moratorium terhadap konversi hutan baru di Indonesia sebelum masuknya uang yang berasal dari mekanisme karbon.

"Pesatnya deforestasi dan meningkatnya emisi gas rumah kaca di Indonesia didorong oleh iming-iming keuntungan jangka pendek. Mekanisme Hutan untuk Iklim Greenpeace adalah solusinya karena memberikan nilai untuk membiarkan hutan tetap utuh," ungkap Arief Wicaksono, Penasihat Politik Greenpeace Asia Tenggara.

Rachmat Witoelar menegaskan bahwa pemerintah Indonesia dan seluruh komponen masyarakat terutama masyarakat sekitar hutan akan bertanggungjawab mengelola hutan secara lestari dalam konteks pembangunan lingkungan hidup Indonesia dan pencegahan memburuknya perubahan iklim. "Dengan kata lain, Indonesia sudah saatnya lebih mendapatkan hak pendanaan yang berasal dari negara-negara di dunia terutama negara-negara maju dalam mengelola tanggungjawab bersama, yaitu paru-paru dunia," katanya.

Di dalam mekanisme FFC, negara-negara industri yang telah menyatakan komitmen untuk mengurangi emisi mereka akan mendanai perlindungan sejumlah besar wilayah-wilayah hutan tropis yang tersisa. Negara-negara berkembang dengan wilayah hutan luas seperti Indonesia, yang memilih untuk ikut berpartisipasi dan menunjukkan komitmen untuk melindungi hutan, akan mendapat kesempatan mendapatkan pendanaan bagi usaha-usaha pengingkatan kemampuan dan pengurangan tingkat emisi nasional yang berasal dari deforestasi.

FFC mencegah deforestasi dari bergeser dari satu negara ke negara lainnya. Sejauh ini FFC merupakan satu-satunya mekanisme yang melibatkan perwakilan masyarakat adat untuk memastikan dihormatinya hak dan sumber-sumber kehidupan mereka.

Greenpeace mendorong agar mekanisme FFC menjadi bagian dari fase kedua kesepakatan Kyoto (pasca 2012) mengenai perubahan iklim. Jika negara-negara berkomitmen dengan mekanisme FFC, pendanaan dari negara-negara industri untuk perlindungan hutan tropis akan siap pada tahun 2009.

"Hutan alam yang tersisa utuh terakhir di Indonesia harus dilindungi untuk memerangi perubahan iklim, menghentikan hilangnya keanekaragaman hayati dan melindungi sumber kehidupan masyarakat yang bergantung pada hutan. Pertama-tama, kita perlu secepatnya mencanangkan moratorium terhadap deforestasi, yang diikuti oleh pendanaan internasional melalui PBB untuk melindungi hutan demi nilai karbonnya," jelas Wicaksono.

Greenpeace menyerukan kepada pemerintah Indonesia untuk secepatnya menerapkan moratorium bagi semua bentuk konversi hutan, termasuk pembukaan hutan untuk perkebunan kelapa sawit, industri penebangan kayu dan pendorong deforestasi lainnya. [pr!]

http://beritahabitat.net/2008/10/31/greenpeace-luncurkan-prakarsa-inisiatif-hutan-untuk-iklim/

Read more...

Soroti Masalah Hutan, Kapal "Greenpeace" Kunjungi Indonesia


September 27th, 2008 Oleh Redaksi

Kapal kelompok pecinta lingkungan "Greenpeace" akan mengunjungi Indonesia pada 6 Oktober sampai 15 November 2008 untuk mengkampanyekan "Stop Penghancuran Hutan, Stop Penghancuran Iklim".

Menurut Nabiha Shahab, Juru Kampanye Media "Greenpeace", kapal "Esperanza" (bahasa Spanyol berarti harapan) tersebut akan tiba di Jayapura, Papua pada tanggal 6 Oktober untuk menyoroti masalah pertahanan hutan alam asli terakhir di Indonesia.

"Hutan alam asli terakhir membentang dari Asia Tenggara, melalui Papua Nugini dan Kepulauan Solomon di Pasifik," katanya.

Hutan alam asli terakhir, katanya, terdiri atas hutan hujan tropis, hutan bakau, hutan pesisir, dan hutan gambut. Di dalamnya terdapat spesies tumbuhan dan hewan yang luar biasa jumlahnya dan sebagian besar diantaranya tidak terdapat di bagian lain di dunia ini. Selain itu, ratusan adat dan kebudayaan asli juga ada di dalamnya.

Di Indonesia, hutan gambut dihabisi oleh pembalakan, pengeringan dan pembakaran untuk memberi tempat bagi perkebunan kepala sawit.Di beberapa tempat, hutan gambut ini kedalamannya mencapai lebih dari 12 meter.

"Esperanza hadir di Indonesia untuk menyerukan pada pemerintah Indonesian untuk menerapkan moratorium secepatnya bagi semua bentuk konversi hutan, termasuk untuk penebangan industrial, ekspansi perkebunan kelapa sawit dan berbagai penyebab deforestasi," katanya.

"Esperanza" adalah kapal terbesar dalam armada "Greenpeace" yang diluncurkan pertama kali pada Februari 2002 saat kampanye penyelamatan hutan alam asli "Ancient Forests Save or Delete". Dinakhodai oleh Kapten Madeline Habib, kapal sepanjang 72 meter tersebut akan berlayar di perairan Indonesia dengan kecepatan maksimum mencapai 16 knot.

Sumber: Antara / Foto: Greenpeace.org
http://beritahabitat.net/2008/09/27/soroti-masalah-hutan-kapal-greenpeace-kunjungi-indonesia/


Read more...

Indonesia Penghasil Emisi Keempat Sedunia, Greenpeace Serukan Moratorium

October 6th, 2008 Oleh Redaksi

greenpeace-log.jpgAkibat deforestasi, saat ini Indonesia menjadi pengemisi gas rumahkaca terbesar keempat di dunia setelah Amerika Serikat, Cina dan Brazil. Pemerintah dan industri seharusnya bisa menyelamatkan hutan Indonesia dan iklim dunia, bukan terus menebanginya dan memperburuk krisis iklim. Greenpeace menyerukan agar penerapan moratorium terhadap segala bentuk konversi hutan musti segera dilakukan pemerintah Indonesia.

Hari ini, kapal Greenpeace Esperanza tiba di Jayapura Papua untuk memulai kampanye "Hutan Untuk Iklim" dengan berlayar di perairan Indonesia hingga tanggal 15 November 2008. Papua merupakan "benteng terakhir" hutan alam asli di Indonesia dan juga pulau terakhir yang menjadi sasaran penebangan besar-besaran demi perluasan perkebunan kelapa sawit, pembalakan dan industri lainnya.

Juru Kampanye Hutan, Greenpeace Asia Tenggara, Bustar Maitar, mengatakan bahwa hutan Indonesia terus menyusut dengan laju yang mengkhawatirkan demi komoditas tertentu, seperti kelapa sawit. Penghancuran hutan tersebut tentu saja menimbulkan bencana bagi masyarakat, budaya dan keanekaragaman hayati. "Deforestasi juga melepas sekitar 20 persen dari emisi gas rumah kaca dunia setiap tahun, memperburuk perubahan iklim," ungkapnya.

Ekspansi perkebunan kelapa sawit besar-besaran saat ini, menurut Maitar, adalah pendorong terbesar deforestasi di Indonesia. Sebagian besar perkebunan ini berada di wilayah hutan rawa gambut yang kaya kandungan karbon. Ketika hutan rawa gambut dibuka dan dibakar, sama halnya dengan mengaktifkan bom karbon, yang mampu melepas hampir dua milyar ton karbondioksida per tiap tahun.

Untuk itu, Greenpeace menyerukan agar pemerintah Indonesian segera menerapkan moratorium terhadap semua bentuk konversi hutan, termasuk perluasan perkebunan kelapa sawit, industri penebangan dan faktor pendorong lain dari deforestasi. "Hal ini tidak hanya akan memperlambat emisi gas rumah kaca, tetapi juga menjaga kekayaan keanekaragaman hayati dan melindungi kehidupan masyarakat yang bergantung pada hutan di seluruh Indonesia," jelas Shailendra Yashwant, Direktur Kampanye Greenpeace Asia Tenggara.

"Kapal Esperanza membawa pesan 'Melindungi Hutan, Menyelamatkan Iklim'. Hutan tropis dan hutan gambut memegang peran penting dalam pengaturan iklim global. Saat hutan dirusak, kita mengalami kerugian ganda, pertama karena hilangnya hutan sebagai penyerap emisi, dan kedua deforestasi sendiri melepaskan gas rumahkaca dalam jumlah
luarbiasa besar. Kita membutuhkan hutan yang luas untuk memerangi perubahan iklim dan menjaga planet ini," tuntas Bustar. ***)

http://beritahabitat.net/2008/10/06/indonesia-penghasil-emisi-keempat-sedunia-greenpeace-serukan-moratorium/

Read more...

Kehancuran Hutan Akibat Pembuatan HTI di Lahan Gambut
Kanalisasi

Bekas Kebakaran

 Kanalisasi Kanalisasi