Chaidir Anwar Tanjung - detikNews
Direktur Utama PT RAPP, Rudy Fajar mengungkapkan hal itu kepada wartawan di, Kamis (20/11/208) di Hotel Pangeran, Jl Sudirman, Pekanbaru. Menurutnya, sejak dua tahun terakhir ini PT RAPP menghadapi permasalahan dengan pasokan kayu. Perusahaan milik Sukanto Tanoto ini menuding minimnya pasokan bahan baku ini karena terjadinya perbedaan interpretasi terhadap peraturan kehutanan antara departeman di pemerintah dan hambatan birokrasi dalam perizinan kayu.
"Kondisi itu memaksa kami untuk melakukan PHK terhadap 1000 karyawan terhitung mulai besok. Selain itu, ada 1000 karyawan lagi yang telah di rumahkan. Ini terpaksa kami lakukan untuk menjamin kelangsungan operasional," kata Rudi.
Selain mem-PHK ribuan karyawannya, PT RAPP juga lebih awal melakukan pemutusan kontrak kerja jasa kepada sejumlah rekanan di lingkungan perusahaan bubur kertas terbesar di Asia Tenggara itu.
"Pemutusan kontrak jasa itu telah mengakibatkan terjadinya PHK terhadap ribuan karyawan. Kami menyadari dampak yang ditimbulkan akibat keputusan ini bagi perekonomian lokal. Namun langkah ini terpaksa kita lakukan," kata Rudi.
Dia menjelaskan, dengan minimnya pasokan bahan baku itu, membuat PT RAPP saat ini hanya mampu memproduksi bubur kertas 2000 hingga 3000 ton per hari. Kondisi itu menurun drastis sejak dua tahun terakhir dari produksi sebelumnya 7000 ton per hari. "Total karyawan kami sebanyak 4000 orang, kini hanya tersisah separoh saja," kata Rudi.
Selain soal keterbatasan bahan baku, Rudi mengaku, kondisi diperparah lagi dengan minimnya permintaan hasil produksi dari luar negeri. Tentunya hal itu masih terkait krisis global yang melanda saat ini. "Selain permintaan semakin menurun, harga jual produksi kita juga menurun secara signifikan. Hal ini menambah keterpurukan kita," kata Rudi.
Sementara itu aktivis Greenpeace, Zulfahmi menyebut, sebaiknya perusahaan kayu di Riau mendukung langkah sejumlah NGO soal moratorium jeda tebang. Dengan adanya jeda tebang itu, nantinya akan mencari solusi soal kepastian peraturan perkayuan. Namun sayangnya, jeda tebang yang diusung sejumlah aktivis lingkungan ini tidak didukung perusahaan di Riau.
"Kita menyadari banyaknya interpretasi soal perizinan yang dimaksud. Makanya kita mendorong soal jeda tebang agar ada kepastian hukum. Selama ini banyak perizinan tumpang tindih yang juga bisa merugikan siapa saja. Namun kami melihat belum ada niat baik perusahaan di Riau untuk mendukung jedah tebang itu termasuk PT RAPP," kata Zulfahmi.
Menurut Zulfahmi, PT RAPP jangan hanya menuding pemerintah soal birokrasi yang berbelit. Perusahaan itu secara kasat mata juga tidak dapat dipungkiri terlibat dalam aktivitas perambahan hutan untuk memenuhi kebutuhan produksinya. Dan sejumlah kasus perambahan hutan yang dilakukan PT RAPP saat ini juga ditangani pihak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Kita akui, masih banyak soal peraturan serampangan yang dikeluarkan pemerintah soal perizinan kayu. Namunkan kita juga melihat kalau RAPP tidak patuh hukum itu sendiri. Perusahaan ini juga tidak dapat dipungkiri terlibat dalam illegal logging," kata aktivis Greenpeace itu.(cha/djo)
http://www.detiknews.com/read/2008/11/20/172102/1040373/10/bahan-baku-minim-pt-rapp-phk-ribuan-karyawan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar