11.20.2008

Aktivitas HTI TobaPulp Legal, Tidak Ada Pembalakan Liar (Benarkah?)

Posted by: "PETRA BERSAMA" Wed Nov 19, 2008 9:41 am (PST)

Aktivitas HTI TobaPulp Legal, Tidak Ada Pembalakan Liar
Posted in Berita Utama by Redaksi on Nopember 19th, 2008 Medan (SIB)

Di tengah mulai menggejalanya akhir-akhir ini gerakan yang "mempersoalkan" aktivitas pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI) PT Toba Pulp Lestari,Tbk (TobaPulp), manajemen industri pulp di Parmaksian (dulu: Porsea), Tobasamosir, menegaskan kembali bahwa seluruh kegiatan HTI TobaPulp adalah sah, legal dan tidak ada pembalakan liar.

Dua anggota Direksi TobaPulp, Ir Firman Purba dan Mulia Nauli, merasa perlu menyampaikan penegasan itu dalam kesempatan tatap muka dengan beberapa akademisi senior di Medan, Sabtu malam.
Pada pertemuan tersebut, para akademisi itu menanyakan legalitas HTI TobaPulp, terutama setelah beberapa elemen masyarakat di kabupaten Samosir sejak Agustus lalu "mempersoalkan" keberadaan HTI TobaPulp di desa Partukko Naginjang, kecamatan Harian, Samosir, dengan mengindikasikannya "merusak" serta "merupakan wujud pembabatan liar berkedok HTI." Desa itu bagian dari kabupaten Samosir, tetapi berada di luar pulau Samosir.

Beberapa media lokal sempat menyiarkan berita itu tanpa konfirmasi, dengan mengutip pernyataan-pernyataan sepihak kelompok yang mengatasnamakan diri "aliansi partai-partai politik" dan juga Panitia Khusus DPRD setempat yang mengunjungi lokasi Partukko Naginjang, Jumat pekan lalu.

HISTORIS
Secara panjang lebar Firman, alumni Institut Pertanian Bogor, yang menangani perencanaan bahan baku industri pulp Parmaksian, menguraikan historis aktivitas HTI TobaPulp.
HTI TobaPulp bermula ketika pemerintah memberikan ijin konsesi hak pengusahaan hutan tanaman industri (HPHTI) seluas 269.060 hektar tahun 1992 selama 43 tahun berdasarkan Kepmenhut 493/92. Konsesi itu berada diatas areal fungsi hutan produksi berdasarkan Tata Guna Hutan Kesepakatan (Kepmentan 932/82) dan Perubahan Hutan Lindung dan Hutan Produksi terbatas menjadi Hutan Produksi Tetap (Kepmenhut 757/91). Konsesi itu kemudian dikembangkan menjadi HTI sebagai sumber bahan baku berkelanjutan (sustainable). Arealnya tersebar di 8 kabupaten meliputi: Simalungun, Tobasa, Tapanuli Utara, Humbang Hasundutan, Dairi, Pakpak Bharat, Samosir dan Tapanuli Selatan.

Semula, TobaPulp merencanakan pembangunan HTI seluas 63 ribu hektar dengan tanaman ekaliptus (eucalyptus sp) yang kaya serat, cepat tumbuh dan cepat pula panen. Luasan tersebut dipandang mampu memenuhi kebutuhan bahan baku industri pulp Parmaksian sekitar 1,1 juta ton (setara meter kubik) untuk menghasilkan 240 ribu ton pulp per tahun. Tingkat pertumbuhan kayu per hektar per tahun (MAI - mean annual increament) sekitar 20 meter kubik dan daur panennya antara 6 hingga 7 tahun.

Tetapi, pada tahun-tahun sesudahnya Menteri Kehutanan menerbitkan beberapa peraturan baru, diantaranya SK-44 tahun 2005 yang menunjuk kawasan hutan di Sumatera Utara seluas 3,74 juta hektar, serta Peraturan Menhut P-44 tahun 2005 tentang percepatan pembangunan hutan tanaman yang membatasi waktu penebangan hutan alam hingga tahun 2009.

Sebagai konsekuensi SK-44, sebagian HTI TobaPulp masuk kedalam kawasan hutan lindung. Tetapi setahun kemudian, yakni melalui SK-201 tahun 2006, Menteri Kehutanan mengoreksi sendiri sebagian isi SK-44 itu dengan memutuskan ijin penggunaan kawasan hutan atau ijin pemanfaatan hutan yang masih hidup dapat terus berlaku sampai ijinnya berakhir.

Sementara itu terhadap percepatan pembangunan hutan tanaman, Menhut mewajibkan pelaksanaan deliniasi makro dan mikro untuk merinci berapa luas yang safe untuk tanaman pokok, tanaman unggulan, tanaman kehidupan, konservasi diantara petak-petak tanaman, kawasan pelestarian plasma nutfah (KPPN) dan prasarana serta dimana saja arealnya. Untuk TobaPulp luas rencana tanaman pokoknya berubah dari semula 63 ribu menjadi 50 ribu hektar, dan 9.000 hektar diantaranya berlokasi di desa Partukko Naginjang. Diatas areal hasil deliniasi mikro yang disetujui Dirjen Bina Produksi Kehutanan, Dephut, nomor S.181/2007 itu-lah diajukan rencana kerja tahunan (RKT) yang kemudian disahkan oleh Kadishut Sumut berdasarkan SK 522.21 tanggal 15 Februari 2008. Untuk lokasi di desa Partukko Naginjang luas RKT 2008 mencapai 1.099 hektar dan sudah selesai dikerjakan sekitar 80% per Oktober.

TOLAK KERAS
Berdasarkan uraian tersebut, Firman menolak dengan keras anggapan seolah-olah aktivitas HTI TobaPulp illegal. Ia pun menolak tudingan "pembalakan berkedok HTI." Sebab, TobaPulp membangun HTI sebagai sumber bahan baku berkelanjutan dengan sangat sungguh-sungguh dan penuh perhitungan.

Sebagai contoh ia menggambarkan, setelah dengan susah payah mencari akhirnya TobaPulp menemukan teknologi yang secara mencengangkan mampu meningkatkan MAI kayu dari semula hanya rata-rata 20 meter menjadi 30 meter kubik. Wujud penemuan itu antara lain lahirnya bibit klon (clone) yang keunggulannya serupa dengan induknya, dapat diproduksi dalam jumlah besar (2,2 juta per bulan), tumbuh cepat dan seragam, serta bisa dipanen lebih cepat dari 7 tahun. Dewasa ini-pun, TobaPulp sedang merekayasa pengayaan kandungan serat (fiber) dalam setiap batang kayu sebagai penentu keunggulan produk (pulp).

Pencapaian-pencapaian itu melalui riset dan pengembangan (R&D) biayanya sangat mahal dan menghabiskan waktu yang panjang. Komunitas rimbawan dunia bahkan memujinya sebagai "sebuah revolusi kecil." Upaya seserius itu, kata Firman, "sangat keliru bila masih disebut hanya sebagai kedok untuk melakukan pembalakan liar. Tudingan itu tidak benar dan keterlaluan." (Rel/c)

Tidak ada komentar:

Kehancuran Hutan Akibat Pembuatan HTI di Lahan Gambut
Kanalisasi

Bekas Kebakaran

 Kanalisasi Kanalisasi