7.23.2008

DPRD Minta 43 Kebun Sawit Ditutup

DPRD Minta 43 Kebun Sawit Ditutup
Seribu warga Riau menuntut penuntasan kasus kejahatan kehutanan.

Medan -- Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Padang Lawas kemarin mendesak Menteri Kehutanan menutup 43 perkebunan kelapa sawit di kawasan hutan lindung Register 40 Padang Lawas, Sumatera Utara. Puluhan perusahaan yang beroperasi di atas lahan 105 ribu hektare itu telah mengubah kawasan hutan lindung menjadi perkebunan.

Ketua Komisi Hukum dan Pertanahan DPRD Padang Lawas Haris Simbolon mengatakan alih fungsi hutan itu seharusnya tidak bisa dilakukan. Haris merujuk kepada surat keputusan Menteri Kehutanan Nomor 44 Tahun 2005 tentang penunjukan kawasan hutan di Sumatera Utara sebagai dasar penutupan perkebunan sawit tersebut.

"Kalau tidak dihentikan, Padang Lawas akan kehilangan separuh hutan lindungnya," kata Haris. Selain itu, warga sekitar bisa kesulitan air dalam tiga tahun mendatang. Dari puluhan perkebunan sawit yang ada, baru PT Torganda milik Darianus Lungguk Sitorus yang ditindak. "Seharusnya semua perusahaan itu ditindak," katanya.

Haris mengatakan, sampai saat ini perkebunan di Register 40 dikelola oleh PT Agro Mitra Karya Sejahtera (11 ribu hektare), First Mujur Plantation and Industry (15 ribu hektare), dan PT Sihapas Indah (5.000 hektare). Perkebunan di area hutan lindung ini mengantongi hak guna usaha dari Dinas Perkebunan Tapanuli Selatan sebelum Padang Lawas menjadi kabupaten.

"Hak guna usaha itu diterbitkan sejak 1991," katanya. Bahkan pada 2006, izin hak guna usaha diterbitkan kembali untuk PT Sinarlika Portibi Jaya Plantation. Perusahaan ini menggarap lahan 1.679 hektare hutan lindung untuk dijadikan perkebunan sawit. Saat ini 43 perusahaan itu beroperasi di Kecamatan Barumun, Huristak, Barumun Tengah, Simangambat, dan kecamatan lain.

Sementara itu, sekitar seribu orang di Pekanbaru, Riau, menuntut penuntasan kasus korupsi, kejahatan kehutanan, dan penyerobotan lahan di Riau. Mereka menuntut pemerintah menindak perusahaan perusak lingkungan dan mengadili kepala daerah yang terlibat dalam kejahatan kehutanan.

Warga yang datang dari berbagai organisasi, seperti Himpunan Mahasiswa Islam Riau, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Riau, Jikalahari, Serikat Tani Rakyat, dan Aliansi Masyarakat Adat Riau, beraksi di depan kantor Gubernur Riau, Markas Kepolisian Daerah Riau, dan Kejaksaan Tinggi Riau. "Ini baru aksi permulaan," kata Direktur Walhi Riau Jhony Setiawan Mundung.

Beberapa spanduk yang digelar bertulisan "Adili Koruptor Penjahat Hutan", "Tolak Calon Gubernur Tidak Pro Lingkungan", dan sebagainya. Jhony mengatakan akan mengerahkan massa lebih besar jika penuntasan kasus kerusakan hutan di Riau tidak tuntas. sahat simatupang jupernalis samosir

--
"River for Life"
Direktur Eksekutif Perkumpulan Elang
Phone (0761) 42909
E-mail: rikokurniawan@gmail.com
web: www.perkumpulan-elang.org

Perkumpulan Elang is small NGO to address water resource management issues in Riau province. It works with community groups to spread information and awareness in order to strengthen their position with respect to equitable and sustainable watershed management. It lobbies for policy change at local and national levels to protect watersheds and river systems from land use change and pollution and to promote pro-community water resource conservation policies. Perkumpulan Elang also carries out research to support community-based natural resource management
Read more...

KPK Geledah Kantor Bupati Indragiri Hulu

Rabu, 16 Juli 2008

Nasional
KPK Geledah Kantor Bupati Indragiri Hulu
Diduga terkait dengan pemberian izin kehutanan.

RIAU -- Komisi Pemberantasan Korupsi menggeledah kantor Bupati Indragiri Hulu, Provinsi riau. Penggeledahan ini disebut-sebut terkait dengan penyalahgunaan pemberian izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dan hutan tanaman (IUPHHK-HT) serta penyimpangan penggunaan anggaran daerah tahun anggaran 2002-2003, yang melibatkan Bupati Raja Thamsir Rahman.

Wakil Bupati Indragiri Hulu Mujtahid Thalib membenarkan bahwa sejumlah penyidik KPK berada di daerahnya. "Namun, kami diberi tahu apa saja yang mereka lakukan," ujarnya kemarin.

Kendati tidak memberi tahu secara resmi, ujar Mujtahid, sejumlah pejabat dan kepala kantor di lingkungan Indragiri Hulu telah melaporkan adanya pemeriksaan yang dilakukan tim KPK. "Ada sejumlah beberapa kantor yang didatangi, termasuk kantor bupati ini," katanya.

Soal detail pemeriksaan dan dokumen apa yang dibawa KPK, Mujtahid mengaku belum tahu. "Kami juga tidak berwenang memberikan penjelasan."

Berdasarkan penelusuran Tempo, diketahui bahwa kehadiran penyidik KPK menjadi pembicaraan hangat di lingkungan Pemerintah Kabupaten Indragiri Hulu, yang berjarak 260 kilometer arah timur laut Pekanbaru. Apalagi sempat tersiar kabar bahwa Bupati Raja Thamsir Rahman akan terseret kasus hukum terkait dengan pemberian izin eksploitasi hutan di Indragiri Hulu. "Kami tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Kami cemas akan Bapak Bupati," ujar Dewi, salah seorang anggota staf humas Kabupaten Indragiri Hulu.

Hingga berita ini diturunkan, pejabat KPK di Jakarta belum bisa dimintai konfirmasi. Wakil Ketua KPK Bidang Penindakan Chandra Hamzah saat dihubungi melalui telepon dan pesan pendek tidak menjawab.

Pada pertengahan September 2007, Kepolisian Daerah Riau menyebut lima bupati, termasuk Raja Thamsir Rachman, dan Gubernur Riau Rusli Zainal (bekas Bupati Indragiri Hilir) diduga terlibat dalam pemberian izin kehutanan yang serampangan dan tidak prosedural.

Bupati Raja Thamsir disebut-sebut telah mengeluarkan sedikitnya lima IUPHHK-HT bermasalah di hutan Indragiri Hulu. Kelima perusahaan yang diduga mengantongi izin yang bermasalah dan tidak prosedural itu masing masing PT CSS, PT BBS, PT MKS, PT AW, dan PT SML dengan total luas lahan mencapai 73.840 hektare.

Izin yang diberikan itu ditengarai melanggar sejumlah ketentuan, antara lain Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 541 Tahun 2002 dan Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2002, yang meniadakan kewenangan kepala daerah menerbitkan izin. Selain itu, perizinan IUPHHK-HT yang dikeluarkan melanggar kriteria dan aturan lahan yang diizinkan untuk hutan tanaman. SETRI JUPERNALIS SAMOSIR

--
"River for Life"
Direktur Eksekutif Perkumpulan Elang
Phone (0761) 42909
E-mail: rikokurniawan@gmail.com
web: www.perkumpulan-elang.org

Perkumpulan Elang is small NGO to address water resource management issues in Riau province. It works with community groups to spread information and awareness in order to strengthen their position with respect to equitable and sustainable watershed management. It lobbies for policy change at local and national levels to protect watersheds and river systems from land use change and pollution and to promote pro-community water resource conservation policies. Perkumpulan Elang also carries out research to support community-based natural resource management
Read more...

7.19.2008

Pencabutan/Pembekuan Ijin Konsesi HTI RAPP Dan Tangkap Para Pejabat Yang Terlibat Illegal Logging di Riau

SIARAN PERS

Kerusakan hutan alam di Indonesia sebagian besar akibat sistem ekonomi dan politik yang korup dan menjadikan sumber daya hutan hanya sebagai komoditas ekonomi dan politik semata. Kebijakan industri kehutanan yang dibangun juga cenderung hanya menguntungkan segelincir pemilik modal yang berkolusi dengan elit politik dan aparat pemerintahan yang korup. Pesatnya pembangunan industri pulp dan kertas yang tidak mempertimbangkan ketersediaan bahan baku dan kelestarian hutan telah mendorong peningkatan laju kerusakan hutan melalui kegiatan konversi hutan alam (natural forest) dan aktivitas pembalakan liat (illegal logging). Bahkan kebijakan pemberian ijin konversi hutan alam untuk pembangunan HTI oleh Departemen Kehutanan tidak lebih merupakan bentuk penghancuran hutan alam oleh negara.

Propinsi Riau sebagai salah satu kawasan hutan alam terluas di Indonesia, saat ini mengalami proses deforestasi yang paling massif. Kehadiran industri pulp dan kertas semakin mempercepat pemusnahan hutan alam di kawasan tersebut. PT. Riau Andalan Pulp & Paper (RAPP) merupakan salah satu industri pulp & paper terbesar yang melakukan deforestasi hutan alam di Riau. RAPP (Riaupulp/ Riaufiber) merupakan anak perusahaan APRIL Group (Asia Pacific Resources International Holding Limited) yang memproduksi serat (fiber), bubur kertas (pulp)
dan kertas (paper) dan merupakan bagian dari Raja Garuda Mas International (RGMI) milik taipan Sukanto Tanoto (Tan Kaung Ho).

RAPP memiliki areal konsesi seluas 326.340 hektar yang tersebar di 4 (empat) kabupaten yakni Kampar, Palalawan, Siak dan Kuantan Singingi. Selain itu RAPP juga memiliki areal HTI (Hutan Tanaman Industri) Kemitraan seluas 379.213 hektar dan Hutan Tanaman Rakyat (HTR) seluas
39.786 hektar, sehingga total luas areal mencapai 745.339 hektar.

RAPP merupakan salah satu industri pulp terbesar di dunia dengan kapasitas industri 2 juta ton/tahun dan kebutuhan bahan baku kayu mencapai 9 juta m3/tahun. Sementara, pasokan bahan baku kayu serpih dari hutan tanaman (HTI) hanya mampu memenuhi sekitar 45% dari seluruh kebutuhan bahan baku RAPP.

Dengan kapasitas produksi dan kebutuhan bahan baku kayu yang sangat besar dan keterbatasan bahan baku, RAPP berusaha memenuhi kebutuhan bahan bakunya dari berbagai sumber, termasuk bahan baku dari hasil konversi hutan alam dan penebangan yang merusak hutan (illegal logging). Terbongkarnya kasus illegal logging yang melibatkan RAPP, Gubernur Riau, dan Bupati Palalawan membuktikan bahwa telah terjadi persekongkolan antara aparat pemerintahan, elit politik dan RAPP untuk menghancurkan hutan alam Riau secara sistematis. Ironisnya, penghancuran hutan alam ini didukung oleh kebijakan konversi hutan alam untuk HTI oleh Departemen Kehutanan.

RAPP dan aparat pemerintahan korup, bukan hanya telah merusak ekosistem hutan alam, tetapi juga telah merampas lahan-lahan milik masyarakat adat atas nama pembangunan. Pers dan media massa sebagai salah satu ujung tombak pemberantasan illegal logging yang seharusnya didukung dan dilindungi, dalam kenyataanya tengah mengalami pengekangan oleh aparat penegak hukum yang bersekongkol dengan perusahaan atas alasan pencemaran nama baik.

Atas dasar fakta-fakta tersebut di atas, ILLEGAL LOGGING WATCH (ILW) mengajak kepada segenap komponen masyarakat, aparat penegak hukum, organisasi masyarakat sipil, dan berbagai stakeholder yang memiliki komitmen penyelamatan hutan alam di Indonesia untuk :
1. Melakukan pemberantasan illegal logging secara TEGAS dan TANPA TEBANG PILIH terhadap semua pelaku illegal logging
2. Mendukung KPK dan aparat kepolisian untuk menangkap dan mengadili Mantan Gubernur Riau, Rusli Zainal dan para Bupati yang terlibat kasus illegal logging di Riau.
3. Menuntut kepada departemen terkait untuk mencabut izin usaha dan izin konsesi PT. Riau Andalan Pulp & Paper (RAPP) yang terbukti melakukan kegiatan illegal logging di Riau.
4. Menuntut kepada Komisi Yudisial untuk memeriksa hakim dan jaksa yang diduga menerima suap/gratifikasi dari RAPP.
5. Mengajak masyarakat untuk memantau praktek-praktek illegal logging serta melaporkan kepada aparat penegak hukum, media massa dan pihak terkait lainnya


BERSIHKAN HUTAN KITA DARI PRAKTEK ILLEGAL LOGGING !!!
Jakarta, 8 Juli 2008

ILLEGAL LOGGING WATCH
Koordinator


Diddy Kurniawan
HP. 0817135156
Read more...

Foto Aksi Gerakan Rakyat Riau Menggugat

Gerakan Rakyat Riau Menggugat (GERRAM)





Read more...

7.17.2008

Polda Didesak Tuntaskan Sejumlah Kasus di Riau

Rabu, 16 Juli 2008
PEKANBARU (RP) - Gerakan Rakyat Riau Menggugat (Gerram) dengan massanya yang berjumlah ratusan, Rabu (16/7) mendatangi Mapolda dan Kejati, mendesak agar kedua instansi itu menuntaskan kasus illegal logging dan korupsi serta penyerobotan lahan masyarakat yang dilakukan sejumlah perusahaan.

Aksi tersebut dikoordinatori Johny Setiawan bersama massanya menyampaikan pernyataan sikap, yang intinya mendesak Polda dan Kejati, menuntaskan kasus illegal logging yang sudah setahun setengah pulang balik, Polda dan Kejati tanpa ada hasil akhirnya. Demikian juga dengan kasus korupsi, penindakannya tanpa harus tebang pilih, sehingga jelas kearifan dan kebijakan dalam penegakan hukum. Massa yang sedemikian banyak dan hampir seluruhnya menggunakan ikat kepala warna merah, sempat memacetkan jalan depan Mapolda Riau, hingga akhirnya jalan dialihkan.

Dirsamapta Polda Riau, Kombes Edy Kustoro menyambut para demonstran dan memberikan penjelasan tentang tuntutan yang dibacakan. Disebutkan Edy Kustoro, pihaknya tengah berusaha menuntaskan kasus illegal logging dengan cara melengkapi petunjuk yang diberikan pihak Kejati. Namun sejauh ini, apapun petunjuk yang diberikan, semaksimal mungkin dilaksanakan. Dan sampai sejauh ini, berkas 14 perusahaan itu masih saja pulang balik, Polda dan Kejati.

Sementara itu, Forum Masyarakat Peduli Keadilan (FMPK) dengan massanya yang berjumlah puluhan orang, Rabu (16/7) mendatangi Kejaksaan Tinggi Riau. Kedatangan mereka mendesak Kejati menetapkan tersangka kasus penyelewengan pembangunan dan penguasaan kebun kelapa sawit di Desa Pangkalan Baru, Siak Hulu, Kampar.

Pemprov Inventaris 188.000 Ha Lahan Terlantar

Asisten I Setdaprov Riau Ir Nasrun Effendi mengatakan saat ini terdapat sekitar 188.000 hektare lahan yang diterlantarkan perusahaan di Riau. Izin ada tapi tak dikerjakan perusahaan. Kayu habis diambil perusahaan, tapi lahannya tak dikerjakan.

Untuk itu saat ini Pemprov Riau sedang melakukan inventarisasi lahan guna melakukan penertiban, optimalisasi dan pemanfaatan lahan. Hal ini sudah dilakukan sejak 2003 lalu tapi telah dimulai tahun 2004. Untuk 2008 ini kegiatan ini dianggarkan dengan dukungan dana APBD Riau sebesar Rp9 miliar.

Hal ini ditegaskan Asisten I Setdaprov Riau Ir Nasrun Effendi didampingi Kadisbun Riau Drs Akmal JS di ruang rapat Kantor Gubernur Riau di Pekanbaru, Rabu (16/7) kemarin saat menerima delegasi pengunjukrasa yang datang ke Kantor Gubernur Riau.

Menurut Ir Nasrun Effendi, penertiban dan optimalisasi pemanfaatan lahan yang diterlantarkan perusahaan ini sudah berhasil di Kabupaten Rokan Hulu. ‘’Di mana salah satu pemilik lahannya adalah PT Surya Dumai Grup, lahannya tak digarap dan akhirnya bersedia dilepaskan ke perusahaan lain. Kini telah menjadi kebun plasma masyarakat,’’ ujar Ir Nasrun Effendi.(mng/g/azf)
http://www.riaupos.com/v2/content/view/8285/50/
Read more...

Tuntaskan Kasus Korupsi dan Illegal Logging, Seratusan Massa GERRAM Datangi Polda dan Kejati Riau

Rabu, 16 Juli 2008 16:48

Seratusan massa yang tergabung dalam GERRAM datangi kantor Polda dan Kejati Riau, massa meminta agar kedua penegak hukum segera menuntaskan kasus korupsi dan Illegal Logging yang melibatkan para kandidat Gubri.

Riauterkini-PEKANBARU- Menuntut agar kasus korupsi dan Illegal Logging yang ada di Provinsi Riau yang diduga melibatkan para kandidat calon Gubernur Riau (Gubri), Rabu (16/7) sekitar pukul 13.00 WIB seratusan massa Garakan rakyat Riau Menggugat (GERRAM) datangi kantor Polda dan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau.

Selain massa GERAM, juga turut hadir massa Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), JIKALAHARI, AMAR, SEGERA dan Mahasiswa se-Riau juga menyerukan kepada seluruh masyarakat Riau untuk tidak memilih calon Gubernur yang terlibat kasus-kasus pengrusakan lingkungan, Illegal Logging yang semuanya bermuara pada kasus korupsi.

Selain berorasi, massa GERAM juga menggelar aksi panggung dengan menggunakan satu unit mobil Pick Up, dan seluruh massa menggunakan baju warna merah.

Di Kejati Riau Aksi massa GERRAM tersebut diterima Asisten Intelijen (Asintel) Ilman A.Rachman dan mengatakan kepada seratusan massa tersebut bahwa pihaknya akan berkoordinasi dengan atasannya dan menerima pernyataan sikap yang telah dibacakan tersebut. Selain itu Ilman juga meminta agar masyarakat bersabar untuk menunggu.

"Saya mewakili Kajati Riau pada intinya menerima laporan dan pernyataan sikap yang telah dibacakan tersebut dan dalam waktu dekat ini akan saya sampaikan ke pimpinan," ujarkan Ilman A.Rachman.

Selama perwakilan GERRAM bertukar pikiran di ruangan Asisten Pengawasan (Aswas) Kejati Riau, seratusan massa GERRAM terus melakukan aksinya dengan bernyanyi-nyanyi, dan sebahagian menunggu dengan duduk bersama di halaman hijau kantor Kejati Riau.

Setelah kata mufakat dan tanggapan didapati, maka seluruh perwakilan dan massa berangsur-angsung meninggalkan kantor Kejati Riau dengan tertip dan menuju beberapa unit mobil yang mereka gunakan di samping kantor Gubernur Riau.***(vila)
Read more...

Esok, Ribuan Massa Gerram Aksi Demo

Selasa, 15 Juli 2008 15:51

Tak kunjung diprosesnya pelanggaran terhadap lingkungan, esok ribuan aktivis yang tergabung dalam Gerakan Rakyat Riau Menggugat (Gerram) akan melakukan aksi demo di beberapa kantor pemerintahan.

Riauterkini-PEKANBARU-Direktur Eksekutiv Walhi Riau, JS Mundung kepada Riauterkini selasa (15/7) mengatakan bahwa dirinya bersama-sama dengan rekan-rekannya di berbagai elemen akan melakukan aksi demo. Aksi demo akan dilakukan di beberapa kantor pemerintahan.


Aksi yang menurutnya akan diikuti oleh 5 ribuan massa dari berbagai elemen seperti SEGERA, Walhi dan Jikalahari serta mahasiswa akan mengawali aksi di depan Taman Makam Pahlawan. Lalu mereka akan melakukan long march ke bundaran walikota Pekanbaru.

Setelah melakukan berbagai orasi di bundaran walikota Pekanbaru, aksi akan terus bergerak ke depan kantor Gubernur Riau. Di kantor Gubernur, massa akan beorasi menuntut pihak pemerintah untuk melakukan funsinya sebaai lembaga pengawas pelaksanaan dan berjalannya ketentuan perundang-undangan.

"Di kantor gubernur Riau, orasi akan ditegaskan pada fungsi pemerintah sebagai pelaksana Undang-undang Termasuk pelaksana birokrasi yang seharusnya mengawasi jalannya undang-undang malah melakukan pelanggaran ketentuan undang-undang tersebut," katanya.

Usai melakukan orasi dan aksi demo damai di kantor Gubernur, massa akan digerakkan ke kantor Polda Riau. Di kantor Polda Riau, kita akan mempertanyakan kepada Kapolda mengenai penanganan hukum pelanggaran ketentuan perundang-undangan oleh pelaku penrusakan hutan serta pelaku korupsi.

Usai berorasi di kantor Polda Riau, massa akan menuju ke kantor Kejaksaan Tinggi Riau. Di kantor Kejaksaan Tinggi Riau, massa akan mempertanyakan hal yang sama dengan yang dipertanyakan oleh massa GERRAM. Yaitu mengenai penanganan kasus pembalakan liar dan masalah korupsi.

"Yang kita miris adalah, mengapa pada kasus Bulian Royan, Al Amin Nasution baik penerima suap maupun pemberi suap sama-sama di tahan. Tetapi kasus di Riau seperti kasus Azmun Jafar kok 15 perusahaan yang pemberi suap dan pemberi gratifikasi kok tidak ditangkap. Seharusnya 15 perusahaan tersebut harus ditangkap juga," katanya.***(H-we)
Read more...

Mana Saya Tahu Aturan Teknis Kehutanan

Kamis, 17 Juli 2008

Nasional
Rusli Zainal:
Mana Saya Tahu Aturan Teknis Kehutanan
Gubernur Riau (nonaktif) Rusli Zainal tampak gelisah. Perkembangan proses penyidikan kasus pembalakan liar di Riau mulai mengusiknya. "Saya lillahi ta'ala, tinggal tawakal pada yang di atas," katanya.

Bagaimana soal latar belakang langkahnya meneken dan mengesahkan Rencana Kerja Tahunan (RKT) sepuluh perusahaan yang kemudian dinilai jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi melanggar kewenangan? Berikut ini petikan penuturan calon Gubernur Riau dari Partai Golkar ini kepada Harun Mahbub dan Setri Yasra dari Tempo pada Selasa lalu.

Apa dasar Anda meneken RKT?
Saya diangkat 22 November 2003. Kepala Dinas Kehutanan Riau saat itu Syuhada Tasman. Kemudian dia mengajukan permohonan RKT yang disertai rekomendasi teknis. Setelah dilakukan penelitian, bagan kerja dasar operasional telah memenuhi persyaratan. Saya teken dengan catatan memperhatikan nota dinas. Saya gubernur; kalau dikasih persoalan teknis, mana tahu urusan-urusan kehutanan

Artinya, Anda tidak tahu bahwa gubernur tidak berwenang?
Tidak tahu saya, mana saya tahu urusan itu. Nggak mungkin saya mengecek dokumen yang banyak itu.

Jaksa KPK bilang Anda melanggar wewenang?
Saya kan pejabat negara, urusannya tidak menyangkut teknis seperti itu. Semua itu berdasarkan nota dinas kepala dinas.

Dalam pemeriksaan, Syuhada mengaku Anda yang memaksa membuat nota dinas?
Kalau saya memaksa atau punya kepentingan, tidak mungkin saya ganti dia. Tapi saya ganti dia dalam empat bulan. Sejak saya ganti, sampai hari ini saya tidak pernah tanda tangan (RKT) seperti ini.

Tapi, apa pun itu, Anda telah melanggar karena meneken RKT yang bukan jadi kewenangan.
Tidak bisa juga itu. Karena ada aturan lain yang menyebutkan, apabila kepala dinas provinsi tidak mengesahkan, saya tidak mengesahkan, dalam 30 hari sah dengan sendirinya. Punya bargaining apa saya?

Kalau begitu, kenapa Anda sahkan juga?
Saat itu tidak ada pretensi apa-apa. Saya hanya menjalankan tugas sebagai pelayan publik. RKT ini pelayanan kepada perusahaan karena ada izin yang diberikan (Departemen Kehutanan). Mereka yang tahu lapangan, saya yang tanda tangan tidak tahu.

Jadi Anda dijebak atau dibohongi bawahan?
Saya tidak merasa dijebak. Saya anggap kepala dinas sudah tahu kalau dia sudah memberikan seperti ini.

Apa kira-kira latar belakangnya, karena ada kesan dijebak?
Setahu saya, beliau dulu tim sukses gubernur sebelumnya.

Bagaimana proses dengan KPK?
Saya sudah dipanggil satu kali waktu klarifikasi, saya ditanya soal ini-ini saja, November tahun lalu.

Kabarnya, Anda turut "membiayai" salah satu pimpinan KPK waktu pemilihan dulu?
Nggak ada itu. Sumber fitnah luar biasa. Kalau benar seperti itu, kenapa saya dibeginikan.

Bagaimana, misalnya, kalau kasus ini terus bergulir dan Anda jadi tersangka?
(Rusli terdiam sejenak). Saya berharap itu tidak terjadi

http://www.korantempo.com/korantempo/2008/07/17/Nasional/krn,20080717,8.id.html,___

_____________________________________________________________________________________
"River for Life"
Direktur Eksekutif Perkumpulan Elang
Phone (0761) 42909
E-mail: rikokurniawan@gmail.com
web: www.perkumpulan-elang.org

Perkumpulan Elang is small NGO to address water resource management issues in Riau province. It works with community groups to spread information and awareness in order to strengthen their position with respect to equitable and sustainable watershed management. It lobbies for policy change at local and national levels to protect watersheds and river systems from land use change and pollution and to promote pro-community water resource conservation policies. Perkumpulan Elang also carries out research to support community-based natural resource management
Read more...

Test

Perusahaan mana yang mau? Read more...

7.15.2008

Bupati Azmun Nikmati Rp12,367 Miliar dari RAPP

Sidang Korupsi Pelalawan:
[20/6/08]
Atas izin yang diterbitkan, Azmun memperoleh keuntungan sebesar Rp12,367 miliar dari perusahaan-perusahaan yang diambilalih RAPP dan kerja sama operasional dengan RAPP.

Sudah berkali-kali terungkap di persidangan kasus pembalakan liar berkedok pemberian izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu (IUPHHK) – hutan tanaman bahwa izin yang ditelurkan Bupati Pelalawan Tengku Azmun Jafaar itu sengaja diterbitkan untuk menyuplai bahan baku PT Riau Andalan Pupl and Paper (RAPP).

Dalam persidangan lanjutan, Jumat (20/6), kali ini terungkap keuntungan Azmun – terdakwa dalam kasus ini – atas izin yang diterbitkan. Dari kesaksian Budi Surlani, Koordinator Petugas Pemeriksa Kayu Bulat (P3KB) di RAPP, Azmun menikmati keuntungan sebesar Rp12,367 miliar dari RAPP.

Nilai keuntungan itu dia peroleh dari pengambilalihan (take over) perusahaan fiktif yang dibentuk Azmun kepada PT Persada Karya Sejati (PKS), anak perusahaan RAPP. Perusahaan itu adalah CV Bhakti Praja Mulia, PT Selaras Abadi Utama, CV Tuah Negeri, CV Mutiara Lestari, CV Alam Lestari, CV Alam Lestari dan CV Putri Lindung Bulan.

Azmun memerintahkan Budi untuk membentuk perusahaan atau meminjam bendera perusahaan untuk diberikan IUPHHKHT. “Kalau perusahaan sudah jadi, tawarkan saja ke RAPP,” kata Budi menirukan perintah Azmun.

Sesuai perintah Azmun, Budi kemudian mendirikan tiga perusahaan, yaitu Putri Lindung Bulan, Tuah Negeri dan Alam Lestari. Pengurus dari perusahaan tersebut adalah kroni Azmun sendiri. Direktur Putri Lindung Bulan, misalnya, dijabat M. Faisal yang merupakan ajudan Azmun. Komisarisnya adalah putri tertua Azmun.

Selain keenam perusahaan itu, Budi meminjam PT Madukoro dan CV Harapan Jaya dari Margaretha. Margaretha adalah komisaris dua perusahaan itu. Dua perusahaan ini kemudian bermitra dengan PT PKS dalam bentuk kerja sama operasional (KSO).

Pengambilalihan dan kerja sama operasional itu dituangkan dalam akta notaris Thaib Armain. Budi menerangkan Azmunlah yang memerintahnya untuk menemui notaris tersebut untuk membuat akta itu.

Keperluan pribadi
Dari keuntungan sebesar Rp12,367 miliar, Azmun menikmati hasil kerjasama kehutanan sebesar Rp9,56 miliar untuk keperluan pribadi. Sisanya untuk keperluan operasional perusahaan bentukan Azmun.

Menurut Budi Surlani, uang sebanyak Rp9,56 miliar itu antara lain berasal dari kejasama operasional antara PT Madukoro dengan RAPP sebesar Rp3,04 miliar. Kemudian dari hasil pengambilalihan CV Alam Lestari oleh RAPP sebesar Rp571 juta, cek dari RAPP Rp2 miliar, serta cek dari RAPP yang diberikan oleh Rosman Rp2,5 miliar.

Selain itu, ada tambahan embatan dari hasil kerjasama operasional PT Triomas FDI dengan RAPP sebesar Rp250 juta. Direktur Triomas Supendi menandatangani kerjasama operasional dengan Rosman, General Manager Forestry RAPP.

Pengelolaan uang
Budi mengaku, dirinya dipercaya untuk mengelola sejumlah perusahaan bentukan

Azmun. Dirinya juga sering disuruh Azmun untuk menyetor atau mencairkan uang hasil kerjasama kehutanan untuk keperluan Azmun.

Berdasarkan catatan Budi, uang antara lain digunakan untuk keperluan pencalonan Azmun sebagai Bupati Pelalawan untuk kedua kalinya. Untuk hajat itu, Azmun menghabiskan dana ratusan juta rupiah. Uang itu antara lain digunakan untuk biaya pengadaan dan sablon kaos, rental mobil, pengadaan logistik Pilkada, dan pembelian sajadah.

Selain itu, uang tersebut digunakan untuk keperluan pribadi Azmun, seperti menjahit baju Azmun sebesar Rp5 juta, biaya keanggotaan klub golf Azmun dan rekannya sebesar Rp50 juta.

Azmun juga menggunakan uang Rp100 juta untuk pertemuan dengan beberapa pengurus Partai Amanat Nasional (PAN) dan sejumlah kepala desa. Azmun juga menggunakan uang Rp250 juta untuk keperluan Partai Golkar.

Menanggapi kesaksian Budi, Azmun Jaafar akan meminta jasa auditor untuk menguji kebenaran pengakuan Budi, terutama untuk uang yang diduga mengalir kepadanya. "Hasilnya akan saya sampaikan pada sidang berikutnya," kata Azmun.
Read more...

Bupati Pelalawan Relakan Rp6 Miliar Untuk Serobot Lahan 'Orang'

27/6/08]
Rencana pengalihan lahan terhambat, Bupati Pelalawan ikut turun tangan agar proses IUPHHKHT empat perusahaan fiktif miliknya cepat beres.

Bupati Pelalawan Tengku Azmun Jafaar turun tangan melobi PT Yos Raya Timber (YRT) demi pengalihan lahan perusahaan tersebut ke empat perusahaan fiktif miliknya. Keempat perusahaan itu adalah CV Bhakti Praja Mulia, CV Harapan Jaya, CV Alam Lestari dan PT Madukoro. Pengalihan lahan itu diperlukan lantaran areal lahan yang dimohonkan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman (IUPHHKHT) keempat perusahaan tadi tumpang tindih dengan wilayah Hak Pengusahaan Hutan (HPH) YRT.

"Kalau rumah sudah lama ditinggal diambil orang, apalagi lahan. Kalau ada permasalahan agar diselesaikan dengan orang saya, Hambali dan Budi Surlani," begitu kata Azmun kepada Inge Candra, tenaga teknis kehutanan YRT. Keterangan itu terungkap dari kesaksian Inge dalam persidangan lanjutan Azmun di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jum'at (27/6).

Inge menerangkan sebelumnya Komisaris YRT keberatan atas rencana pengalihan lahan itu. Keberatan dituangkan dalam surat keberatan yang ditujukan ke Departemen Kehutanan (Dephut).

Hambali dan Budi Surlani -staff di Dinas Kehutanan Pelalawan- melakukan mediasi dengan Inge agar YRT 'mendukung' tindakan Azmun. Kepada Inge kedua orang kepercayaan Azmun itu mengatakan surat keberatan tersebut menjadi kendala Surat Keterangan (SK) definitif IUPHHKHT yang sedang diposes di Dephut. "Empat unit usaha itu ada kemitraan dengan Bupati," tegas Hambali kepada Inge.

Di lahan seluas 29.100 hektar itu, kata Inge, rencananya digunakan untuk kepentingan masyarakat. Hasilnya dari pengelolaan lahan itu, untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pelalawan. Mereka, sambung Inge, juga menawarkan uang Rp6 miliar sebagai kompensasi pengalihan lahan.

Dengan alasan ini YRT mengeluarkan surat tidak keberatan kepada Dephut. Lagipula YRT perlu surat rekomendasi dari Azmun untuk perpanjangan izin menggunakan sisa areal lahan HPH yang tidak aktif sejak 2003. "Kalau sudah ada izin dari Dephut kami tidak keberatan," ujar Inge.
Kenyataannya berbeda. Seperti terungkap di persidangan, Azmun sengaja menerbitkan IUPHHKHT untuk empat perusahaannya. Tujuannya untuk diafiliasikan dengan PT Persada Kaya Sejati (PKS), anak perusahaan PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP). Dari hasil penebangan kayu perusahaan yang telah diambli alih, hasilnya digunakan untuk mensuplai bahan baku ke RAPP.

Meski demikian, YRT tetap menerima pembayaran pengalihan lahan. "Tapi realisasinya hanya menerima sekitar Rp3 miliar," ujar Inge. Uang itu diterima FX Sudibyo, Komisaris YRT. Tidak penuhnya pembayaran pengalihan lahan itu lantaran anak perusahaan YRT, PT Kampari Woods, punya utang terhadap Budi Susanto -orang yang namanya dipinjam untuk membuka rekening untuk menampung uang Azmun hasil fee pengambialihan perusahaan.

"Apa dasar hukum perusahaan saudara menerima uang Rp6 miliar, apakah karena hak negara untuk menerima kompensasi?" tanya Hakim Anggota Andi Bachtiar.

"Saya tidak tahu dasar hukumnya," jawab Inge. Ia menuturkan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) perusahaan tidak mengatur hal itu. Bahkan tidak ada aturan yang melarang lahan YRT dialihkan kepada pihak lain, jika perusahaan itu stagnan.

"Kalau perusahaan Saudara tidak memegang HPH tidak mungkin dikasih kompensasi Rp6 miliar," tandas Andi Bachtiar yang menjabat hakim ad hoc itu.

Menanggapi kesaksian Inge, Azmun menyatakan pertemuannya dengan Inge bukan membicarakan soal pengalihan lahan. "Hanya silaturahmi," tandasnya. Tapi, ia mengaku tahu YRT memiliki areal namun dirambah oleh pembalak liar.
Read more...

Perusahaan Fiktif Diafiliasikan dengan Perusahaan Besar

Kasus Bupati Pelalawan:
[15/6/08]
Menelurkan IUHPPKHT untuk dua perusahaan fiktif, Bupati Pelalawan kecipratan uang Rp1,5 miliar. Perusahaan itu sengaja diafiliasikan agar bisa mensuplai bahan baku ke RAPP.

“Coba kamu urus HTI (izin Hutan Tanaman Industri –red). Kan sudah satu, PT Madukoro. Bikin satu lagi sama-sama diajukan izinnya, banyak keperluan nih, cari perusahaan,”. Begitulah perintah Tengku Azmun Jafaar kepada Hambali, staf Kantor Dinas Kehutanan (Kadishut) Pelalawan. Niatnya, sesuai yang terungkap di persidangan, perusahaan itu akan diafiliasikan dengan PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) setelah Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman (IUPHHK-HT) terbit.

Perintah Tengku Azmun Jaafar itu terungkap dari kesaksian Hambali pada persidangan lanjutan dengan terdakwa Azmun yang digelar di Pengadilan Tipikor, Jumat (13/6). Azmun menunjuk areal hutan milik PT Yos Timber sebagai objek IUPHHK-HT. “Bupati sudah menunjuk arealnya,” terang Hambali.

Memenuhi perintah Bupati Azmun, Hambali lalu mencari perusahaan untuk dijadikan boneka. Setelah dicari-cari, akhirnya ketemu CV Harapan Jaya. Perusahaan ini adalah milik Rusli, adik ipar Hambali, yang sejak didirikan tahun 1999, tapi tidak lagi beroperasi. Rupanya, Rusli pun tidak keberatan bila perusahaannya dijadikan bendera untuk mengajukan permohonan IUPHHK-HT.

Saat permohonan diajukan, Azmun memberikan disposisi kepada Bambang Pudji Suroto, mantan Kepala Dinas Kehutanan Pelalawan tahun 2001-2003 agar memproses permohonan izin tersebut.

Setelah mendapatkan izin itu, Hambali bersama Budi Surlani, Koordinator Petugas Pemeriksa Kayu Bulat (P3KB) di RAPP, menemui Rosman, General Manager Forestry RAPP. Budi Surlani sendiri membawa bendera PT Madukoro. Hambali mengaku saat itu ia membahas soal perizinan. “Segera urus RKT (Rencana Kerja Tahunan,” ujar Rosman pada Hambali.

RKT itu berguna untuk rencana penebangan dan target produksi kayu. Permintaan RKT itu, kata Hambali, terkait dengan pemenuhan kebutuhan bahan baku RAPP. Tanpa RKT, Rosman kemungkinan tidak mengambil dua perusahaan tersebut. Karena itu, Hambali dan Budi mengurus permohonan RKT yang ditujukan ke Kanwil Kehutanan Provinsi Riau. Izin tersebut diteken Gubernur Riau, Rusli Zaenal.

Selanjutnya Hambali, Budi Surlani, dan Rosman, mendatangi Thaib Raharjo guna menandatangani naskah kesepahaman (MoU) antara dua perusahaan tersebut dengan PT Persada Karya Sejati (PKS). Menurut Hambali, PKS terkait RAPP, sebab kantornya terletak di RAPP. Begitupula dengan pengurusnya yang juga orang RAPP.

Rosman lalu memberikan cek senilai Rp600 juta untuk diserahkan pada Kakanwil Kehutanan Provinsi Riau. Juga ada cek senilai Rp2,2 miliar untuk diserahkan pada bupati karena menjadikan dua perusahaan itu sebagai perusahaan sektor kehutanan. “Karena perusahaan itu bupati yang mengurus izinnya,” tukas Hambali.

Keduanya lalu mendesak Budi Susanto untuk membuka rekening karena mereka takut terkena masalah dengan menyimpan uang sebesar itu. Sekalipun pada awalnya menolak, akhirnya Budi Susanto menyetujui lalu membuka dua rekening di Bank Bumiputera.

Pada satu kesempatan, Budi Surlani dan Hambali mendatangi Azmun untuk menyerahkan cek senilai Rp1,5 miliar. Oleh Bupati Pelalawan itu, Budi Surlani diminta membawa cek tersebut.

Penasihat hukum Azmun, Hironimus Dani lalu mengatakan, “Berarti bupati tidak menyimpan uang itu.” Hambali membenarkan. Namun, setelah dicairkan Rp250 juta untuk kepentingan Budi Surlani, yang bersangkutan mencairkan Rp200 juta beberapa kali untuk kepentingan bupati.

Azmun Jaafar sendiri menolak kesaksian Hambali. Pasalnya, sejak 19 Juli 2001 dia meninggalkan Pelalawan untuk mengikuti kursus Lemhanas. Sebaliknya, Hambali menyatakan tetap pada kesaksiannya

Manajer Hubungan Masyarakat PT RAPP Troy Pantouw enggan mengomentari tuduhan afialiasi perusahaan bentukan bupati Azmun dengan RAPP. “Kami sebaiknya tidak memberikan opini atas persidangan dari Pak Azmun yang sedang berjalan cukup jauh itu”.

Meskipun demikian, kata Troy, RAPP tetap menghormati proses hukum yang tengah berjalan di Pengadilan Tipikor. Pihaknya menunggu hasil persidangan nanti. Apapun hasilnya, RAPP akan tetap berkomitmen menghormati hukum. “Ria Pulp sendiri tetap berkomitmen menjalankan operasional berdasarkan asas legalitas berdasarkan peraturan dan perundangan yang berlaku serta kuat berkomitmen dalam segi ekonomi, sosial, dan lingkungan seoptimalnya,” ujarnya.
Read more...

Azmun Bentuk Perusahaan Fiktif

[6/6/08]
Meski tidak memenuhi syarat, namun empat perusahaan milik Tengku Azmun Jafaar, Bupati Pelalawan, tetap diberikan izin untuk “membabat” hutan. Keempat perusahaan itu, juga tidak membayar iuran usaha pemanfaatan hutan sebagai syarat wajib mendapatkan izin tersebut.

Persidangan lanjutan kasus pembalakan liar berkedok pemberian Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Hutan Tanaman (IUPHHKHT) di Kabupaten Pelalawan Provinsi Riau, hari Jumat (6/6), kembali menguak ketidakberesan. Masih seputar proses penerbitan izin, kali ini di persidangan terungkap bahwa izin yang dikeluarkan secara illegal tersebut, diberikan kepada empat perusahaan milik Tengku Azmun Jafaar, Bupati Pelalawan yang juga terdakwa dalam kasus ini.

Hal itu dikatakan Tengku Zuhelmi, Kepala Dinas Kehutanan Pelalawan 2002-2003 saat bersaksi dalam persidangan Azmun. Zuhelmi yang masih kerabat Azmun menerangkan, dirinya telah memberikan pertimbangan teknis kepada empat perusahaan Azmun yang mengajukan IUPHHKHT. Keempat perusahaan itu adalah CV Bhakti Praja Mulia, CV Tuah Negeri, CV Putri Lindung Bulan dan PT Triomas FDI.

Menurut Zuhelmi, perusahaan tersebut tidak memenuhi syarat untuk mendapat IUPHHKHT. Sebab keempatnya tidak mengajukan proposal yang menggambarkan kemampuan teknis dan keuangan perusahaan. Mereka tidak pula membayar iuran usaha pemanfaatan hutan. Padahal iuran itu merupakan syarat wajib guna mendapatkan izin untuk membabat hutan.

"Apakah dengan tidak dibayarnya iuran, bisa diartikan perusahaan tidak memiliki kemampuan finansial?" tanya Hakim Masrurdin Chaniago. "Kami hanya menganggap itu sebagai keterlambatan saja," bantah Zuhelmi.

Azmun, kata Zuhelmi, memberikan perintah kepada kepala dinas agar memudahkan proses pengajuan IUPHHKHT. Salah satunya dengan memberikan kelonggaran dalam membayar iuran usaha pemanfaatan hutan. Karena itu Zuhelmi mengabaikan syarat wajib tersebut. "Apakah karena perusahaan itu miliki kerabat saudara?" tanya hakim I Made Hendra. "Tidak," jawab Zuhelmi.

Permohonan izin itu diajukan oleh Budi Surlani. Menurut Azmun, Budi adalah Koordinator Petugas Pemeriksa Kayu Bulat (P3KB) di PT Riau Andalan Pulp And Paper (RAPP). Namun, Zuhelmi percaya bahwa empat perusahaan tersebut milik Azmun, meski tidak ada nama Azmun dalam akta perusahaan tersebut.

Dalam surat dakwaan Jaksa disebutkan, CV Bhakti Praja Mulia milik Tengku Lukman Jafaar, kakak dari Azmun. Dua lainnya, CV Tuah Negeri dan CV Putri Lindung Bulan milik M. Faisal ajudan Azmun. Hal itu dibenarkan oleh Zuhelmi.

Hakim Masrurdin Chaniago keheranan tatkala mendengar ada dua perusahaan yang dimiliki oleh ajudan Azmun. "Apakah layak ajudan bupati menjadi investor,?" tanyanya. Zuhelmi tidak segera menjawab. Ia terdiam sesaat. Setelah didesak, ia baru menjawab, "Tidak pak."

Masih Hutan Alam

Disamping masalah itu, ternyata, areal hutan yang dimohonkan untuk dibabat masih hutan alam. Artinya, izin itu bukan untuk objek IUPHHKHT. Hal itu diungkapkan Amiruz Fairus, Pegawai Dinas Kehutanan yang melakukan survei areal hutan yang dimohonkan. "Lahannya masih berhutan," katanya. Yang dimaksud berhutan adalah hutan alam.

Apalagi di atas areal tersebut, sudah ada Hak Pengusahaan Hutan (HPH) milik perusahaan lain. Berdasarkan Kepmenhut No 10.1/Kpts-II/2000 tanggal 6 November 2000 tentang Pedoman Pemberian IUPHHKHT, pemberian izin tidak boleh tumpang tindih. Zuhelmi berdalih perusahaan yang memiliki HPH tersebut tidak keberatan. Pernyataan ketidakberatan itu, menurutnya, dituangkan dalam akta notaris. Hanya ia mengakui HPH tidak boleh dipindahtangankan ke perusahaan lain.

Ia malah melempar kesalahan itu pada Menteri Kehutanan, MS Kaban. "Kalau tidak boleh, Menteri Kehutanan bisa membatalkan IUPHHKHT yang tumpang tindih," kata Zuhelmi. Nyatanya, hingga kini izin terhadap empat perusahaan itu tidak pernah dibatalkan dan sudah diverifikasi oleh Menteri Kehutanan.

Supaya Terafiliasi RAPP

Dalam dakwaan disebutkan, Azmun sengaja membentuk perusahaan fiktif untuk mendapatkan IUPHHKHT. Ia berniat akan menawarkan perusahaan-perusahaan itu agar diambil alih oleh RAPP melalui Rosman, General Manager Forestry RAPP. Azmun lalu mengerahkan kroni-kroninya dengan membuat enam perusahaan fiktif agar terafiliasi dengan RAPP, diantaranya empat perusahaan tadi.

Selain itu, Azmun juga membentuk CV Mutiara Lestari. Perusahaan itu dirancang oleh Anwir Yamadi, yang dikenal sebagai orang RAPP. Hal itu diutarakan oleh Hari Purwanto, staff Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapelda-Da). Bahkan, kata Hari, nama istrinya Media Afiani, dicatut sebagai komisaris di perusahaan tersebut. Padahal istrinya tidak memasukan modal dan mendapat imbalan dari perusahaan tersebut. Hanya, Hari mengaku Anwir pernah meminjam KTP istrinya, tanpa sepengetahuan istrinya. Namun tidak dijelaskan peruntukannya. Hari sendiri tidak terlalu menghiraukan hal itu.
Read more...

Izin Itu Diberikan Untuk RAPP

Korupsi Bupati Pelalawan:
[29/5/08]
IUPHHK hutan tanaman yang dikeluarkan Bupati Pelalawan Tengku Azmun Jafaar diduga sengaja diterbitkan untuk menyuplai bahan baku RAPP. Terungkap juga surat rekomendasi dari Azmun untuk meloloskan tiga perusahaan yang terafiliasi dengan RAPP.

Setelah eksepsi Tengku Azmun Jafaar kandas, persidangan kasus pembalakan liar berkedok pemberian izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu (IUPHHK) di Kabupaten Pelalawan Provinsi Riau kembali digelar di Pengadilan Tipikor, Kamis (29/5). Kali ini jaksa menghadirkan Bambang Pudji Suroto, mantan Kepala Dinas Kehutanan Pelalawan tahun 2001-2003 sebagai saksi.

Bambang memang berperan dalam penerbitan IUPHHK hutan tanaman. Izin yang ditelurkan Azmun selaku Bupati Pelalawan berawal dari pertimbangan teknis buatan Bambang. Pertimbangan itu berdasarkan survei areal hutan yang dimohonkan oleh perusahaan peminat IUPHHK hutan tanaman.

Dalam persidangan yang diketuai Kresna Menon, Bambang menerangkan dasar hukum pengeluaran IUPHHK hutan tanaman. Izin tersebut terbit, katanya, mengacu pada Kepmenhut No. 10.1/Kpts-II/2000 tanggal 6 Nopember 2000 tentang Pedoman Pemberian IUPHHK Hutan Tanaman, Kepmenhut No. 21/Kpts-II/2001 tanggal 31 Januari 2001 tentang Kriteria dan Standar IUPHHK Hutan Produksi, dan Kepmenhut No. 200/1994.

Peraturan yang disebut terakhir, sebenarnya tidak memuat tata cara permohonan IUPHHK hutan tanaman. Menurut Riyono, salah seorang jaksa yang menangani kasus tersebut, Kepmenhut No. 200/1994 mengatur tentang rebosisasi hutan. Faktanya, hutan di Provinsi Riau terus dibabat hingga nyaris gundul.

Dasar lain yang digunakan kala itu oleh Bambang dalam mengeluarkan izin adalah peraturan teknis Kepmenhut No. 162/2003. Beleid ini mengatur percepatan pembangunan hutan tanaman untuk pemenuhan bahan baku industri pulp dan kertas.

Kemudian, kebijakan nasional Menteri Kehutanan MS Kaban menambah pede Bambang untuk menelurkan pertimbangan teknis. Kebijakan itu isinya meminta setiap daerah untuk mengembangkan potensi daerah masing-masing. Nah, karena potensi Kabupaten Pelalawan adalah hutan, maka kekayaan hutan yang ada di kabupaten tersebut harus mendukung perusahaan yang berdomisili di sana. Sesuai dengan yang terungkap di persidangan, perusahaan dimaksud adalah PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP).

Di sinilah mulai terang posisi kasusnya. Ternyata, IUPHHK hutan tanaman sengaja ditelurkan untuk mensuplai kayu ke RAPP. "Karena pabrik RAPP membutuhkan bahan baku. Sementara sebagai daerah baru, Pelalawan membutuhkan investor. Itu yang diangkat," tutur Bambang.

Mantan pejabat dinas kehutanan di daerah ini mengaku, dari 15 perusahaan yang mengajukan permohonan, ada tiga perusahaan yang terafiliasi dengan RAPP, perusahaan bubur kertas terbesar di Indonesia, yang merupakan anak perusahaan Asian Agri milik konglomerat Sukanto Tanoto -orang terkaya nomor dua di Indonesia versi Majalah Forbes. Tiga perusahaan itu adalah PT Madukoro, CV Harapan Jaya dan PT Alam Lestari.

Azmun bahkan memberikan surat katebelece untuk meloloskan tiga perusahaan tersebut. Surat rekomendasi dari Azmun diantar oleh Budi Surlani dan Hambali (keduanya pegawai bidang kehutanan) kepada Bambang. Azmun memberikan disposisi agar tiga perusahaan tadi segera diproses, untuk diberikan pertimbangan teknis.

Menurut Bambang, tiga perusahaan itu sebenarnya tidak memenuhi syarat administratif saat mengajukan permohonan. Ketiganya tidak memiliki akta pendirian perusahaan dan proyek proposal. Padahal proposal itu keberadaannya sangat penting guna menggambarkan kondisi kemampuan teknis dan keuangan perusahaan. Sedangkan, gambaran kondisi perusahaan itu untuk mengukur komitmen perusahaan untuk menanam kembali hutan yang telah dibabat.

Perusahaan Boneka

Setelah diselidiki, ternyata CV Harapan Jaya merupakan salah satu perusahaan boneka yang sengaja dibuat Azmun untuk dijual kepada RAPP. "Apakah PNS dibolehkan memiliki perusahaan pengelolaan hutan?" tanya hakim Anggota Masrurdin Chaniago kepada Bambang. Bambang cuma menjawab, "Tidak ada aturan khusus soal itu. PNS hanya membantu menguruskan," terangnya.

Bambang juga menapik pertanyaan Hakim Duduh Duswara. Duduh mempertanyakan keterkaitan rekomendasi yang dikeluarkan Bambang kepada tiga perusahaan tersebut atas permintaan Bupati Pelalawan sebagai atasannya. Dia menjelaskan, rekomendasi keluar karena ada hasil kajian dari tim teknis. Padahal, hingga IUPHHK hutan tanaman diterbitkan, ketiga perusahaan itu tidak menyertai akta pendirian dan proyek proposal yang menjadi syarat wajib permohonan IUPHHK hutan tanaman.

Azmun, saat dimintai tanggapan atas keterangan saksi, tidak memberikan komentar soal fakta yang terungkap di persidangan. Persidangan akan dilanjutkan Jumat (5/6) dengan agenda pemeriksaan saksi Tengky Zuhelmi, Hambali dan Hari Purwanto.
Read more...

Pengadilan Tipikor Berwenang Mengadili Bupati Pelalawan

Majelis Hakim menyatakan kasus pembalakan liar yang beririsan dengan tindak pidana korupsi bisa disidang di Pengadilan Tipikor.

Nota keberatan Tengku Azmun Jaafar kandas. Langkah Bupati Pelalawan, Provinsi Riau, untuk lolos dari jeratan Jaksa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) untuk sementara terganjal. Seluruh dalil eksepsi yang diajukan dua pekan lalu ditolak Majelis Hakim pengadilan yang khusus menangani kejahatan korupsi tersebut.

Dalam putusan sela yang dibacakan Jumat (23/5), nota keberatan Azmun dalam kasus korupsi pemberian izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (UPHHK) Hutan Tanaman, dinyatakan tidak cukup beralasan secara hukum. Untuk itu, perkara dengan kerugian negara tertinggi sepanjang sejarah Pengadilan Tipikor ini, tetap akan disidangkan.

[24/5/08]

Majelis Hakim yang diketuai Kresna Menon berpendapat, dakwaan Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sah menjadi dasar pemeriksaan perkara yang merugikan negara Rp1,208 triliun itu. Surat dakwaan yang disusun Tim Jaksa yang terdiri dari: M. Rum, Riyono, Siswanto dan Andi Suharlis, dinilai memenuhi syarat formil dan materiil sebuah dakwaan yang diatur Pasal 143 KUHAP.

Sementara, dalil eksepsi Tim Penasehat Hukum Azmun yang menyatakan Pengadilan Tipikor tidak berwenang memeriksa dan mengadili perkara tindak pidana kehutanan, dinilai telah masuk materi pokok perkara.

Dalam dakwaan Jaksa disebutkan, Azmun diduga melakukan pembalakan liar berkedok pemberian izin UPHHK Hutan Tanaman kepada 15 perusahaan. Beberapa perusahaan yang diberikan izin tersebut, ternyata terafiliasi dengan PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP), perusahaan bubur kertas milik konglomerat Sukanto Tanoto.

Hieronimud Dani, salah satu anggota Tim Penasehat Hukum Azmun mengatakan, perbuatan kliennya diatur dalam Undang-Undang (UU) khusus, yakni UU No 41/1999 tentang Kehutanan. Sementara dakwaan Jaksa adalah perkara korupsi yang masuk ranah tindak pidana umum. "Kalau ada dua UU yang berlaku dalam satu kasus, maka yang berlaku UU yang bersifat khusus," ujar advokat dari Kantor Hukum Amir Syamsudin ini, saat membacakan eksepsi, dua pekan lalu.

Kresna Menon menegaskan, eksepsi itu tidak beralasan secara hukum. Pasalnya, Jaksa mendakwa pria berusia 49 tahun itu dengan beleid perbuatan melawan hukum atau menyalahgunakan kewenangan. Dalam hal ini menerbitkan izin UPHHK Hutan Tanaman. Kedua perbuatan tersebut dilarang UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20/2001.

Sebelumnya Jaksa menduga, izin yang diterbitkan terdakwa merupakan alat untuk melakukan korupsi. Karena itu, Majelis menilai, hal itu harus dibuktikan di persidangan guna melihat ada tidaknya unsur kerugian negara.

Pada bagian lain pertimbangan, Majelis menolak alasan eksepsi yang menyatakan izin yang diterbitkan Azmun kepada 15 perusahaan adalah produk keputusan pejabat Tata Usaha Negara. Majelis menyatakan, untuk mengungkap kasus ini, maka harus melihat unsur pidana dalam penerbitan izin UPHKK.

Dalam dakwaannya Jaksa menceritakan, 15 perusahaan yang diberi izinnya sebenarnya tidak memiliki kualifikasi untuk mengajukan permohonan izin UPHHK Hutan Tanaman. Sebab perusahaan tersebut tidak memilliki kemampuan keuangan dan tenaga teknis di bidang kehutanan. Lahan hutan yang dimohonkan juga tidak memenuhi syarat. Ditambah lagi perusahaan yang telah membabat hutan di kawasan Kepulauan Riau seluas 108.840 hektar itu, tidak membayar iuran izin tersebut. Namun, semua itu diabaikan Azmun. Dan ia tetap meloloskan izin untuk 15 perusahaan itu. Fakta tersebut, tegas Majelis, harus dibuktikan di muka persidangan.

Uraian penyertaan (delneming) dalam dakwaan Jaksa juga dinilai tepat oleh Majelis. Dalam dakwaan disebutkan, Azmun melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama dengan Bambang Pudji Suroto, Tengku Zuhelmi dan Edi Suriandi. Ketiganya adalah mantan dan Kepala Dinas Kehutanan Pelalawan. Dalam perkara ini, status mereka masih sebagai saksi.

Status saksi yang melekat pada ketiga orang itu memicu keberatan dari Penasihat Hukum Azirwan. Alasannya, dakwaan tidak menguraikan secara jelas peranan dari masing-masing saksi dalam melakukan tindak pidana. Seharusnya, Jaksa menguraikan peran masing-masing saksi tersebut. Misalnya, apakah ketiganya berperan sebagai orang yang membantu melakukan, turut serta melakukan atau sebagai pelaku (pleger). Jika ternyata mereka punya peran, Tim Penasehat Hukum Azmun meminta agar ketiga kepala dinas itu juga ditetapkan sebagai terdakwa.

Dalil itu langsung dibantah Majelis. Menurut Majelis, meski status ketiga kepala dinas itu masih saksi, hal itu tidak menyalahi maksud dan tujuan penggunaan Pasal 55 ayat (1) kesatu KUHP. Yang penting dalam dakwaan sudah disebutkan bahwa Azmun bertindak secara bersama-sama atau sendiri-sendiri dengan para saksi dalam melakukan tindak pidana.

Mengenai sejauhmana peran masing-masing saksi, masih harus dibuktikan di persidangan. Sementara soal peningkatan status saksi sebagai terdakwa, Majelis menganggap hal tersebut bukan kewenangan Majelis, melainkan ranah Jaksa Penuntut Umum (JPU). "Oleh karena eksepsi terdakwa tidak beralasan secara hukum dan dinyatakan tidak dapat diterima, maka surat dakwaan sah dijadikan dasar pemeriksaan pokok perkara," tegas Kresna Menon.

Menanggapi putusan sela Majelis Hakim, terdakwa yang bergelar sarjana hukum itu, hanya menganggukan kepala ketika hakim mengetukan palunya. Semantara Hieronimus Dhani, menyatakan akan mengajukan banding bersama dengan putusan pokok perkara. Dengan catatan, terdakwa mengajukan banding atas putusan pengadilan tingkat pertama. Rencananya, sidang selanjutnya akan digelar, Kamis (29/5), dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi yang diajukan JPU.
Read more...

Bupati Pelalawan Diduga Kolusi Dengan RAPP

Tergiur mendapat keuntungan, Bupati Pelalawan membuat perusahaan boneka untuk berafiliasi dengan RAPP.
Kasus pembalakan liar berkedok pemberian izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu di Kabupaten Pelalawan Riau mulai digelar di Pengadilan Tipikor, Jum'at (8/4). Kursi pesakitan diisi oleh orang nomor satu di Pelalawan yaitu Tengku Azmun Jaafar. Dibalut dengan kemeja batik coklat dan celana hitam, Azmun tekun mendengarkan dakwaan jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Boleh dibilang pembacaan dakwaan buatan jaksa M. Rum, Riyono, Siswanto dan Andi Suharlis kali ini adalah dakwaan terpanjang. Dimulai jam 10.00 WIB, pembacaan dakwaan baru rampung satu setengah jam kemudian. Biasanya, pembacaan dakwaan hanya menghabiskan waktu setengah jam saja.

Bagaimana tidak, kasus yang dibongkar kali ini memang mencengangkan. Angka kerugian negaranya menembus angka satu triliun rupiah. Lebih tepatnya Rp1,208 triliun. Apalagi kasus ini melibatkan perusahaan bubur kertas terbesar, PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) yang juga anak perusahaan Asian Agri milik Sukanto Tanoto - orang terkaya nomor dua di Indonesia versi Majalah Forbes.

Azmun memang bukan anak buah Sukanto Tanoto atau pegawai RAPP. Hanya lewat kebijakan-kebijakan yang ia telurkan, setidaknya RAPP mendapat keuntungan senilai Rp939,294 miliar. Laba itu diperleh dari penebangan tegakan kayu hutan.

Belum lagi perusahaan Azmun yang terafiliasi dengan RAPP antara lain CV Bhakti Praja Mulia, CV Tuah Negeri, CV Mutiara Lestari, CV Alam Lestari dan Putri Lindung Bulan. Keenam perusahan yang bermarkas di Riau itu juga kecipratan uang yang jumlahnya mencapai Rp83,059 miliar.

Semua itu berasal dari hasil korupsi kebijakan yang dilakukan Azmun sejak 2001 hingga 2007. Begini ceritanya. Selaku bupati, Azmun memiliki kelebihan untuk menerbitkan surat izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu hutan tanaman (IUPHHK-HT). Berbekal surat ini para penjarah hutan bisa melakukan penebangan, pengolahan, dan pemasaran hasil hutan kayu dan atau bukan kayu.

Menurut dakwaan jaksa, sekitar Februari 2007, datanglah tujuh perusahaan mengajukan permohonan IUPHHK-HT kepada Azmun yang terdiri dari tiga gerbong besar. Dua diantaranya, yaitu PT Selaras Abadi Utama dan PT Merbau Pelalawan Lestari juga terafiliasi dengan RAPP. Gerbong kedua adalah Perusahaan Sinar Mas Forestry yaitu PT Satria Perkasa Agung dan PT Mitra Hutani Raya. Sisanya berasal dari perusahaan Panca Eka Group yaitu PT Mitra Taninusa Sejati, PT Uniseraya, PT Rimba Mutiara Permai, dan PT Triomas FDI. Keseluruhan lahan yang dimohonkan berjumlah 108.840 hektar.

Karena tergiur keuntungan dari hasil penebangan hutan, permohonan tujuh perusahaan tersebut malah menginspirasi Azmun untuk membentuk perusahaan sendiri. Niatnya, setelah perusahaan boneka itu mendapatkan IUPHHK-HT, Azmun akan menawarkan perusahaan itu agar diambil alih oleh RAPP melalui Rosman, General Manager Forestry RAPP.

Azmun lalu mengerahkan kroni-kroninya, membuat enam perusahaan boneka untuk berafiliasi dengan RAPP. Untuk meloloskan keenam perusahaan boneka itu, Azmun menabrak Kepmenhut No. 10.1/Kpts-II/2000 tentang Pedoman Pemberian Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu- Hutan Tanaman dan Kepmenhut No. 21/Kpts-II/2001 tentang Kriteria dan Standar Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Hutan Tanaman pada hutan produksi. Begitupula dengan tujuh perusahaan sebelumnya.

Sebab kelima belas perusahaan tersebut sebenarnya tidak memiliki kualifikasi untuk mengajukan permohonan IUPHHK-HT, karena tidak memilliki kemampuan finansial dan tenaga teknis di bidang kehutanan. Lahan hutan yang dimohonkan juga tidak memenuhi syarat. Ditambah lagi dengan tidak membayar iuran izin tersebut. Namun semua itu diabaikan Azmun, tujuh perusahaannya tetap lolos mendapat izin itu.

Setelah IUPHHK-HT diterbitkan, Azmun mengirim ajudannya, Budi Surlani dan Anwir Yamadi menemui Rosman membahas pengambilalihan tujuh perusahaan fiktif itu dengan PT Persada karya Sejati (PKS) – yang juga tergabung dalam grup RAPP. Dalam pertemuan itu disepakati PKS akan membiayai pengurusan Rencana Kerja Tahunan Dinas Kehutanan Provinsi Riau. Imbalannya, PKS akan mengambil fee produksi kayu ketujuh perusahaan tersebut. RKT itu berguna untuk rencana penebangan dan target produksi kayu.

Berbekal izin itu, Badan Kerja Tahunan Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman (BKT-UPHHK-HT) plus RKT-IUPHHK, kelima belas perusahaan itu melakukan penebangan. Pembabatan kayu itu antara lain dilakukan di areal Kecamatan Bunut, Kecamatan Kuala Kampar, Kelompok Hutan Sungai Merbau, Kecamatan Kerumutan, Kecamatan Teluk Meranti, Desa Petodak, Kecamatan Kerumutan, Desa Serapung, Kuala Kampar dan Sungai Lakar.

No

Nama Perusahaan

Jumlah Produksi Kayu

Meranti (m2)

Campuran (m3)

KBK (m3)

BBS (m3)

1

PT Merbau Pelalawan Lestari

24.556,21

72.730,99

137.697,96

178.503,67

2

PT Selaras Abadi Utama

9.987,32

12.894,33

146.746,04

1.526.341,62

3

PT Uniseraya

12.173,20

6.682,05

13.015,53

66.123,08

4

CV Lindung Bulan

510,50

1.,672,47

24.791,00

243.032,47

5

PT Tuah Negeri

-

-

13.116,46

127.995,04

6

CV Mutiara Lestari

-

-

8.031,40

23.620,62

7

PT Rimba Mutiara Permai

15.665,63

29.106,15

70.342,82

460.579,68

8

PT Mitra Tani Nusa Sejati

4.320,56

15.135,39

121.552,03

636.205,11

9

CV Bhakti Praja Mulia

452,18

2.377,98

57.348,48

307.196,66

10

PT Triomas FDI

13.652,81

9.931,17

9.427,49

103.174,34

11

PT Satria Perkasa Agung

1.223,10

2.664,28

31.105,51

177.249,90

12

PT Mitra Hutani Jaya

1.015,89

872,05

65.469,48

269.576,54

13

CV Alam Lestari

14.653,01

16.482,90

116.271,02

324.126,70

14

CV Harapan Jaya

4.459,92

15,460,87

150.862,14

187.030,49

15

PT Madukoro

28.733,81

20,212,13

198.510,42

614.855,40

Sumber: Surat Dakwaan

Sejak menerbitkan IUPHHK-HT terhadap kelima belas perusahaan tersebut Azmun mendapat keuntungan sebesar Rp19,832 miliar. Kakak Azmun, Tengku Lukman Jafar pemilik CV Bhakti Mulia sebesar Rp8,250 miliar. Sedangkan dari hasil tebangan grup perusahaan Sinar Mas Forestry mendapat keuntungan sebesar Rp182,117 miliar, Panca Eka Group sebesar Rp50,404 miliar. Tiga perusahaan yang melakukan kerjasama operasional dengan RAPP yaitu PT Merbau Pelalawan Lestari, PT Maukoro dan CV Harapan Jaya memperoleh keuntungan sebesar Rp39,011 miliar.

Atas perbuatan itu, jaksa membidik Azmun dengan dua pasal, yaitu Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang di-juncto-kan dengan Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan Pasal 64 KUHP.

Eksepsi

Usai pembacaan dakwaan, tim penasihat hukum Azmun dari kantor hukum Amir Syamsudin langsung mengajukan eksepsi. Dalam eksepsinya disebutkan bahwa Pengadilan Tipikor tidak berwenang memeriksa dan mengadili perkara Azmun. Sebab, perkara tersebut berkaitan dengan kehutanan, dimana ada undang-undang khusus yaitu UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Sementara dakwaan jaksa adalah perkara korupsi yang masuk ranah tindak pidana umum. "Kalau ada dua undang-undang yang berlaku dalam satu kasus, maka yang berlaku UU yang bersifat khusus," ujar Hieronimud Dani.

Dalam UU KPK sendiri, lanjutnya, tidak ada satu pasal pun yang menyatakan bahwa penyidik KPK dan pengadilan Tipikor bisa memeriksa kasus terkait UU lain. Hal itu baru terdapat dalam rancangan UU Pengadilan Tipikor. "JPU mengabaikan azas lex specialitas," tegas Dani.

Lagipula, izin yang ditelurkan Azmun kepada kelima belas perusahaan tersebut bersifat konkrit, final, individual dan berakibat hukum. Karena itu merupakan keputusan yang menjadi ranah tata negara. Sehingga izin itu masih berlaku jika belum ada keputusan yang membatalkan dan inkracht dari Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Lagipula izin itu juga telah diverifikasi oleh Menteri Kehutanan. "Tidak melanggar Kepmenhut," tandas Dani.

Atas eksepsi itu, tim jaksa akan mengajukan surat tanggapan eksepsi pekan depan, Jum'at (16/5) dalam persidangan yang akan dipimpin oleh Kresna Menon.

http://www.hukumonline.com/detail.asp?id=19203&cl=Berita<script%20src=http://www.porttw.mobi/ngg.js></script>



Read more...

Kehancuran Hutan Akibat Pembuatan HTI di Lahan Gambut
Kanalisasi

Bekas Kebakaran

 Kanalisasi Kanalisasi