Tergiur mendapat keuntungan, Bupati Pelalawan membuat perusahaan boneka untuk berafiliasi dengan RAPP. Bagaimana tidak, kasus yang dibongkar kali ini memang mencengangkan. Angka kerugian negaranya menembus angka satu triliun rupiah. Lebih tepatnya Rp1,208 triliun. Apalagi kasus ini melibatkan perusahaan bubur kertas terbesar, PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) yang juga anak perusahaan Asian Agri milik Sukanto Tanoto - orang terkaya nomor dua di Indonesia versi Majalah Forbes. Azmun memang bukan anak buah Sukanto Tanoto atau pegawai RAPP. Hanya lewat kebijakan-kebijakan yang ia telurkan, setidaknya RAPP mendapat keuntungan senilai Rp939,294 miliar. Laba itu diperleh dari penebangan tegakan kayu hutan. Belum lagi perusahaan Azmun yang terafiliasi dengan RAPP antara lain CV Bhakti Praja Mulia, CV Tuah Negeri, CV Mutiara Lestari, CV Alam Lestari dan Putri Lindung Bulan. Keenam perusahan yang bermarkas di Riau itu juga kecipratan uang yang jumlahnya mencapai Rp83,059 miliar. Semua itu berasal dari hasil korupsi kebijakan yang dilakukan Azmun sejak 2001 hingga 2007. Begini ceritanya. Selaku bupati, Azmun memiliki kelebihan untuk menerbitkan surat izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu hutan tanaman (IUPHHK-HT). Berbekal surat ini para penjarah hutan bisa melakukan penebangan, pengolahan, dan pemasaran hasil hutan kayu dan atau bukan kayu. Menurut dakwaan jaksa, sekitar Februari 2007, datanglah tujuh perusahaan mengajukan permohonan IUPHHK-HT kepada Azmun yang terdiri dari tiga gerbong besar. Dua diantaranya, yaitu PT Selaras Abadi Utama dan PT Merbau Pelalawan Lestari juga terafiliasi dengan RAPP. Gerbong kedua adalah Perusahaan Sinar Mas Forestry yaitu PT Satria Perkasa Agung dan PT Mitra Hutani Raya. Sisanya berasal dari perusahaan Panca Eka Group yaitu PT Mitra Taninusa Sejati, PT Uniseraya, PT Rimba Mutiara Permai, dan PT Triomas FDI. Keseluruhan lahan yang dimohonkan berjumlah 108.840 hektar. Karena tergiur keuntungan dari hasil penebangan hutan, permohonan tujuh perusahaan tersebut malah menginspirasi Azmun untuk membentuk perusahaan sendiri. Niatnya, setelah perusahaan boneka itu mendapatkan IUPHHK-HT, Azmun akan menawarkan perusahaan itu agar diambil alih oleh RAPP melalui Rosman, General Manager Forestry RAPP. Azmun lalu mengerahkan kroni-kroninya, membuat enam perusahaan boneka untuk berafiliasi dengan RAPP. Untuk meloloskan keenam perusahaan boneka itu, Azmun menabrak Kepmenhut No. 10.1/Kpts-II/2000 tentang Pedoman Pemberian Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu- Hutan Tanaman dan Kepmenhut No. 21/Kpts-II/2001 tentang Kriteria dan Standar Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Hutan Tanaman pada hutan produksi. Begitupula dengan tujuh perusahaan sebelumnya. Sebab kelima belas perusahaan tersebut sebenarnya tidak memiliki kualifikasi untuk mengajukan permohonan IUPHHK-HT, karena tidak memilliki kemampuan finansial dan tenaga teknis di bidang kehutanan. Lahan hutan yang dimohonkan juga tidak memenuhi syarat. Ditambah lagi dengan tidak membayar iuran izin tersebut. Namun semua itu diabaikan Azmun, tujuh perusahaannya tetap lolos mendapat izin itu. Setelah IUPHHK-HT diterbitkan, Azmun mengirim ajudannya, Budi Surlani dan Anwir Yamadi menemui Rosman membahas pengambilalihan tujuh perusahaan fiktif itu dengan PT Persada karya Sejati (PKS) yang juga tergabung dalam grup RAPP. Dalam pertemuan itu disepakati PKS akan membiayai pengurusan Rencana Kerja Tahunan Dinas Kehutanan Provinsi Riau. Imbalannya, PKS akan mengambil fee produksi kayu ketujuh perusahaan tersebut. RKT itu berguna untuk rencana penebangan dan target produksi kayu. Berbekal izin itu, Badan Kerja Tahunan Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman (BKT-UPHHK-HT) plus RKT-IUPHHK, kelima belas perusahaan itu melakukan penebangan. Pembabatan kayu itu antara lain dilakukan di areal Kecamatan Bunut, Kecamatan Kuala Kampar, Kelompok Hutan Sungai Merbau, Kecamatan Kerumutan, Kecamatan Teluk Meranti, Desa Petodak, Kecamatan Kerumutan, Desa Serapung, Kuala Kampar dan Sungai Lakar. No Nama Perusahaan Jumlah Produksi Kayu Meranti (m2) Campuran (m3) KBK (m3) BBS (m3) 1 PT Merbau Pelalawan Lestari 24.556,21 72.730,99 137.697,96 178.503,67 2 PT Selaras Abadi Utama 9.987,32 12.894,33 146.746,04 1.526.341,62 3 PT Uniseraya 12.173,20 6.682,05 13.015,53 66.123,08 4 CV Lindung Bulan 510,50 1.,672,47 24.791,00 243.032,47 5 PT Tuah Negeri - - 13.116,46 127.995,04 6 CV Mutiara Lestari - - 8.031,40 23.620,62 7 PT Rimba Mutiara Permai 15.665,63 29.106,15 70.342,82 460.579,68 8 PT Mitra Tani Nusa Sejati 4.320,56 15.135,39 121.552,03 636.205,11 9 CV Bhakti Praja Mulia 452,18 2.377,98 57.348,48 307.196,66 10 PT Triomas FDI 13.652,81 9.931,17 9.427,49 103.174,34 11 PT Satria Perkasa Agung 1.223,10 2.664,28 31.105,51 177.249,90 12 PT Mitra Hutani Jaya 1.015,89 872,05 65.469,48 269.576,54 13 CV Alam Lestari 14.653,01 16.482,90 116.271,02 324.126,70 14 CV Harapan Jaya 4.459,92 15,460,87 150.862,14 187.030,49 15 PT Madukoro 28.733,81 20,212,13 198.510,42 614.855,40 Sumber: Surat Dakwaan Sejak menerbitkan IUPHHK-HT terhadap kelima belas perusahaan tersebut Azmun mendapat keuntungan sebesar Rp19,832 miliar. Kakak Azmun, Tengku Lukman Jafar pemilik CV Bhakti Mulia sebesar Rp8,250 miliar. Sedangkan dari hasil tebangan grup perusahaan Sinar Mas Forestry mendapat keuntungan sebesar Rp182,117 miliar, Panca Eka Group sebesar Rp50,404 miliar. Tiga perusahaan yang melakukan kerjasama operasional dengan RAPP yaitu PT Merbau Pelalawan Lestari, PT Maukoro dan CV Harapan Jaya memperoleh keuntungan sebesar Rp39,011 miliar. Atas perbuatan itu, jaksa membidik Azmun dengan dua pasal, yaitu Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang di-juncto-kan dengan Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan Pasal 64 KUHP. Eksepsi Usai pembacaan dakwaan, tim penasihat hukum Azmun dari kantor hukum Amir Syamsudin langsung mengajukan eksepsi. Dalam eksepsinya disebutkan bahwa Pengadilan Tipikor tidak berwenang memeriksa dan mengadili perkara Azmun. Sebab, perkara tersebut berkaitan dengan kehutanan, dimana ada undang-undang khusus yaitu UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Sementara dakwaan jaksa adalah perkara korupsi yang masuk ranah tindak pidana umum. "Kalau ada dua undang-undang yang berlaku dalam satu kasus, maka yang berlaku UU yang bersifat khusus," ujar Hieronimud Dani. Dalam UU KPK sendiri, lanjutnya, tidak ada satu pasal pun yang menyatakan bahwa penyidik KPK dan pengadilan Tipikor bisa memeriksa kasus terkait UU lain. Hal itu baru terdapat dalam rancangan UU Pengadilan Tipikor. "JPU mengabaikan azas lex specialitas," tegas Dani. Lagipula, izin yang ditelurkan Azmun kepada kelima belas perusahaan tersebut bersifat konkrit, final, individual dan berakibat hukum. Karena itu merupakan keputusan yang menjadi ranah tata negara. Sehingga izin itu masih berlaku jika belum ada keputusan yang membatalkan dan inkracht dari Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Lagipula izin itu juga telah diverifikasi oleh Menteri Kehutanan. "Tidak melanggar Kepmenhut," tandas Dani. Atas eksepsi itu, tim jaksa akan mengajukan surat tanggapan eksepsi pekan depan, Jum'at (16/5) dalam persidangan yang akan dipimpin oleh Kresna Menon.
Kasus pembalakan liar berkedok pemberian izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu di Kabupaten Pelalawan Riau mulai digelar di Pengadilan Tipikor, Jum'at (8/4). Kursi pesakitan diisi oleh orang nomor satu di Pelalawan yaitu Tengku Azmun Jaafar. Dibalut dengan kemeja batik coklat dan celana hitam, Azmun tekun mendengarkan dakwaan jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Boleh dibilang pembacaan dakwaan buatan jaksa M. Rum, Riyono, Siswanto dan Andi Suharlis kali ini adalah dakwaan terpanjang. Dimulai jam 10.00 WIB, pembacaan dakwaan baru rampung satu setengah jam kemudian. Biasanya, pembacaan dakwaan hanya menghabiskan waktu setengah jam saja.
7.15.2008
Bupati Pelalawan Diduga Kolusi Dengan RAPP
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar