[29/5/08]
IUPHHK hutan tanaman yang dikeluarkan Bupati Pelalawan Tengku Azmun Jafaar diduga sengaja diterbitkan untuk menyuplai bahan baku RAPP. Terungkap juga surat rekomendasi dari Azmun untuk meloloskan tiga perusahaan yang terafiliasi dengan RAPP.
Setelah eksepsi Tengku Azmun Jafaar kandas, persidangan kasus pembalakan liar berkedok pemberian izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu (IUPHHK) di Kabupaten Pelalawan Provinsi Riau kembali digelar di Pengadilan Tipikor, Kamis (29/5). Kali ini jaksa menghadirkan Bambang Pudji Suroto, mantan Kepala Dinas Kehutanan Pelalawan tahun 2001-2003 sebagai saksi.
Bambang memang berperan dalam penerbitan IUPHHK hutan tanaman. Izin yang ditelurkan Azmun selaku Bupati Pelalawan berawal dari pertimbangan teknis buatan Bambang. Pertimbangan itu berdasarkan survei areal hutan yang dimohonkan oleh perusahaan peminat IUPHHK hutan tanaman.
Dalam persidangan yang diketuai Kresna Menon, Bambang menerangkan dasar hukum pengeluaran IUPHHK hutan tanaman. Izin tersebut terbit, katanya, mengacu pada Kepmenhut No. 10.1/Kpts-II/2000 tanggal 6 Nopember 2000 tentang Pedoman Pemberian IUPHHK Hutan Tanaman, Kepmenhut No. 21/Kpts-II/2001 tanggal 31 Januari 2001 tentang Kriteria dan Standar IUPHHK Hutan Produksi, dan Kepmenhut No. 200/1994.
Peraturan yang disebut terakhir, sebenarnya tidak memuat tata cara permohonan IUPHHK hutan tanaman. Menurut Riyono, salah seorang jaksa yang menangani kasus tersebut, Kepmenhut No. 200/1994 mengatur tentang rebosisasi hutan. Faktanya, hutan di Provinsi Riau terus dibabat hingga nyaris gundul.
Dasar lain yang digunakan kala itu oleh Bambang dalam mengeluarkan izin adalah peraturan teknis Kepmenhut No. 162/2003. Beleid ini mengatur percepatan pembangunan hutan tanaman untuk pemenuhan bahan baku industri pulp dan kertas.
Kemudian, kebijakan nasional Menteri Kehutanan MS Kaban menambah pede Bambang untuk menelurkan pertimbangan teknis. Kebijakan itu isinya meminta setiap daerah untuk mengembangkan potensi daerah masing-masing. Nah, karena potensi Kabupaten Pelalawan adalah hutan, maka kekayaan hutan yang ada di kabupaten tersebut harus mendukung perusahaan yang berdomisili di sana. Sesuai dengan yang terungkap di persidangan, perusahaan dimaksud adalah PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP).
Di sinilah mulai terang posisi kasusnya. Ternyata, IUPHHK hutan tanaman sengaja ditelurkan untuk mensuplai kayu ke RAPP. "Karena pabrik RAPP membutuhkan bahan baku. Sementara sebagai daerah baru, Pelalawan membutuhkan investor. Itu yang diangkat," tutur Bambang.
Mantan pejabat dinas kehutanan di daerah ini mengaku, dari 15 perusahaan yang mengajukan permohonan, ada tiga perusahaan yang terafiliasi dengan RAPP, perusahaan bubur kertas terbesar di Indonesia, yang merupakan anak perusahaan Asian Agri milik konglomerat Sukanto Tanoto -orang terkaya nomor dua di Indonesia versi Majalah Forbes. Tiga perusahaan itu adalah PT Madukoro, CV Harapan Jaya dan PT Alam Lestari.
Azmun bahkan memberikan surat katebelece untuk meloloskan tiga perusahaan tersebut. Surat rekomendasi dari Azmun diantar oleh Budi Surlani dan Hambali (keduanya pegawai bidang kehutanan) kepada Bambang. Azmun memberikan disposisi agar tiga perusahaan tadi segera diproses, untuk diberikan pertimbangan teknis.
Menurut Bambang, tiga perusahaan itu sebenarnya tidak memenuhi syarat administratif saat mengajukan permohonan. Ketiganya tidak memiliki akta pendirian perusahaan dan proyek proposal. Padahal proposal itu keberadaannya sangat penting guna menggambarkan kondisi kemampuan teknis dan keuangan perusahaan. Sedangkan, gambaran kondisi perusahaan itu untuk mengukur komitmen perusahaan untuk menanam kembali hutan yang telah dibabat.
Perusahaan Boneka
Setelah diselidiki, ternyata CV Harapan Jaya merupakan salah satu perusahaan boneka yang sengaja dibuat Azmun untuk dijual kepada RAPP. "Apakah PNS dibolehkan memiliki perusahaan pengelolaan hutan?" tanya hakim Anggota Masrurdin Chaniago kepada Bambang. Bambang cuma menjawab, "Tidak ada aturan khusus soal itu. PNS hanya membantu menguruskan," terangnya.
Bambang juga menapik pertanyaan Hakim Duduh Duswara. Duduh mempertanyakan keterkaitan rekomendasi yang dikeluarkan Bambang kepada tiga perusahaan tersebut atas permintaan Bupati Pelalawan sebagai atasannya. Dia menjelaskan, rekomendasi keluar karena ada hasil kajian dari tim teknis. Padahal, hingga IUPHHK hutan tanaman diterbitkan, ketiga perusahaan itu tidak menyertai akta pendirian dan proyek proposal yang menjadi syarat wajib permohonan IUPHHK hutan tanaman.
Azmun, saat dimintai tanggapan atas keterangan saksi, tidak memberikan komentar soal fakta yang terungkap di persidangan. Persidangan akan dilanjutkan Jumat (5/6) dengan agenda pemeriksaan saksi Tengky Zuhelmi, Hambali dan Hari Purwanto.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar