7.13.2008

[Lingk] Pembalakan Hutan Liar Rugikan Rp 20 Triliun: 2007 adalah Tahun Kegagalan

Media Indonesia, 14 Januari 2008
JAKARTA (Media): Sepanjang 2007
merupakan tahun kegagalan penanganan bidang kehutanan. Masih sedikit pelaku pembalakan liar (illegal logging) yang divonis bersalah dan hanya satu kasus yang pelakunya dijerat hukum.
Hal itu diungkapkan legal analyst Lembaga Ekonomi dan Sumber Daya Alam (ELSDA) Institute Muhamad Zainal Arifin pada siaran persnya mengenai Refleksi Awal 2008 ELSDA Institute yang bertajuk Hutan Hancur, Korupsi Tumbuh Subur, di Jakarta, beberapa hari lalu.

"Meskipun banyak hutan yang gundul, ironisnya tidak ada aktor intelektual yang dihukum. Vonis bebas terhadap Adelin Lis menjadi bukti nyata bahwa bangsa Indonesia terlampau permisif terhadap pelaku illegal logging," kata Zainal.

Karena itu, ELSDA menilai 2007 sebagai tahun kegagalan pemberantasan korupsi di bidang kehutanan. Zainal menilai sepanjang 2007 jarang ada kasus korupsi kehutanan yang divonis bersalah.Satu-satunya kasus pembalakan liar yang dijerat dengan Undang-Undang Antikorupsi yakni kasus sejuta hektare kelapa sawit di Kalimantan Timur (Kaltim). "Itu pun dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Pengadilan Tipikor," katanya.

Menurut Zainal, kasus lain yang berpeluang divonis bersalah dengan menggunakan UU Antikorupsi yakni kasus DL Sitorus. Namun sayang, pada waktu itu jaksa menggunakan dakwaan alternatif yakni korupsi dan kejahatan kehutanan. Di dalam putusan kasasi, hakim Mahkamah Agung lebih memilih UU kehutanan untuk menghukum DL Sitorus. Capai Rp20 triliun

ELSDA menyatakan bahwa kerugian negara dari nilai kayu akibat pembalakan liar di Indonesia pada 2007 mencapai Rp20,873 triliun. Ironisnya, kata Zainal, penyelesaian kasus pembalakan liar yang menggunakan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi masih sangat minim.

Selain itu, kata Zainal, masih terjadi simpang siur penghitungan kerugian negara dari sektor kehutanan. Hal itu telah menjadi problem besar dalam pemberantasan korupsi di bidang kehutanan. Kesimpangsiuran itu telah mengakibatkan banyak terdakwa yang lepas dari hukuman penjara dan pengembalian uang negara.

ELSDA juga menilai dalam pengungkapan kasus pembalakan liar yang terkait korupsi, aparat kepolisian dan kejaksaan kurang mengoptimalkan hasil analisis Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK). Padahal ada sekitar enam analisis PPATK yang menggambarkan proses suap di antara perusahaan kehutanan dengan pejabat dan aparat pemerintah. "Tidak
dilanjutkannya hasil analisis PPATK itu disebabkan banyak aparat penegak hukum yang tersandung masalah jika hal ini dilanjutkan di peradilan," papar Zainal.

Menurut Zainal, dalam beberapa kasus, aparat sering terjebak pembelokan korupsi yang menyangkut hutan ke pelanggaran administrasi. Akibatnya, banyak pelaku kejahatan kehutanan yang berkelit bahwa perbuatan yang dilakukan bukanlah korupsi, melainkan hanya pelanggaran administrasi belaka.

"Menanggapi trik tersebut, aparat penegak hukum sebenarnya tidak perlu terkecoh. Aparat harus menggunakan formulasi bahwa pelanggaran administrasi pengusahaan kehutanan yang merugikan keuangan negara merupakan tindak pidana korupsi," jelasnya.(*/H-2)
Arsip berita-berita lingkungan di Indonesia :

1 komentar:

shirTalks mengatakan...

Banyak yang berteriak-teriak mengecam illegal logging. Banyak yang mengutuk-ngutuk semua yang berhubungan dengan kegiatan nista ini. Banyak yang mencibir melihat para penjaga hutan yang setuju menutup mata ketika diberi uang oleh pengusaha korup. Banyak yang ingin menggantung para pejabat yang diam-diam (konon) mengeruk keuntungan besar dari perampokan hutan.

Tapi apa penyebab illegal logging? Maksud saya, bisakah kita memperlakukan hal ini sebagai sebuah gejala simptomatis dari sebuah penyakit yang lebih besar? Intinya, APA yang memotivasi para oknum-oknum illegal logging, dan APA yang membuat mereka menghancurkan lingkungan anak cucu demi segelintir koin?

Dari perdebatan kami di dalam komunitas shirTalks (http://www.shirtalks.com) sendiri, kami telah membagi penyebab illegal logging menjadi poin-poin berikut:

- APATISME: Masyarakat jarang memikirkan masa depan, khususnya masa depan lingkungan kita. Terdengar terlalu abstrak. Terlalu "ngawang". Padahal lingkungan kita adalah HAL TERPENTING dalam kehidupan kita di dunia ini.

- EGOTISME: Oknum merasa dirinya lebih penting dari masyarakat. Kalaupun ada banjir di desa sebelah akibat hutan-hutan yang hancur, yang penting sang oknum sendiri tak terkena.

- KAPITALISME, KAPITALISME, KAPITALISME: Faktor terpenting. Indonesia telah menjadi negara kapitalis, tak lagi negara Pancasilais. Kapitalisme tidak merupakan masalah, ASAL TAK BERLEBIH. Dan kapitalisme yang sekarang kita miliki sudah SANGAT berlebih. Apalagi para oknum-oknum penjaga hutan dan sebagainya tak mendapatkan uang yang cukup dari pemerintah KORUP kita. Tentu saja mereka mencari uang tambahan-- sejahat apapun caranya.

Ini tiga masalah Indonesia! "Penyakit" yang sudah menjadi kanker metastastis yang menempel di tiap sel! Illegal logging hanyalah sebuah GEJALA dari penyakit ini. shirTalks ingin Anda tahu, bahwa "Penyakit" ini tidak akan sembuh kecuali ANDA yang sembuhkan!

Tunjukkan pada dunia anda PEDULI dengan illegal logging. Bukalah:

http://shirtalks.com/?binx=issue&type=long&id=lo-1

Kami menjual pula kaos bertuliskan CAPITALISM KILLS TREES.

Let The World Know.

Kehancuran Hutan Akibat Pembuatan HTI di Lahan Gambut
Kanalisasi

Bekas Kebakaran

 Kanalisasi Kanalisasi