Bupati Pelalawan Riau diduga melakukan perbuatan melawan hukum dalam menerbitkan ijin usaha pemanfaatan hutan bagi 15 perusahaan di Riau. Ia juga diduga terafiliasi dengan dan menerima gratifikasi dari perusahaan itu.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap pelaku pembalakan liar Bupati Pelalawan Riau Tengku Azmun Jaafar, Jum'at (14/12). Azmun telah ditetapkan sebagai tersangka pada 13 Agustus 2007 lalu. Kasus ini tidak semata dilihat dari sisi pembalakan liar, namun juga pemberantasan korupsi. Pasalnya, penerbitan Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu - Hutan Tanaman (IUP) yang dikeluarkan Azmun diduga merugikan negara sebesar Rp1,3 triliun.
Menurut Ketua KPK Bidang Penindakan Tumpak Hatorangan Panggabean, penyidik telah menemukan alat bukti yang cukup. Bersama ahli dari Dirjen Kehutanan Dephut penyidik berhasil menemukan kerugian negara. “Kerugian dihitung dari tegakan kayu yang diperoleh dari perusahaan yang telah melakukan illegal logging,” terang Tumpak saat konferensi pers di KPK, Jum'at (14/12).
Dari hasil penyidikan KPK itu, natara 2001 hingga 2006 Azmun diduga telah melakukan perbuatan melawan hukum dalam penerbitan IUP kepada 15 perusahaan di Riau. Tumpak menerangkan ada tiga perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Azmun.
Pertama, penerbitan ijin itu dilakukan pada lahan hutan alam yang memiliki potensi kayu dan bukan pada areal kosong, padang alang-alang atau semak belukar. “Seharusnya ia tidak boleh menerbitkan ijin di lahan tersebut,” ujar Tumpak.
Hal itu bertentangan dengan PP No. 34 Tahun 2002 tentang tata hutan dan rencana pengelolaan hutan. Pasal 30 PP No. 30/2004 itu menyebutkan usaha pemanfaatan hutan pada hutan tanaman, dilaksanakan pada lahan kosong, padang ilalang dan atau semak belukar dihutan produksi.
Dalam Keputusan Menteri Kehutanan No. 10.1/Kpts-II/2000 tentang pedoman pemberian IUP pada hutan produksi hal itu juga dilarang. Kepmenhut itu menentukan areal yang dapat diterbitkan IUP adalah lahan hutan yang telah menjadi lahan kosong atau terbuka dan vegetasi alang-alang dan/atau semak belukar. Begitupula untuk vegetasi hutan alam yang tidak terdapat pohon berdiameter di atas 10 cm tidak boleh diberikan IUP.
Lahirnya ijin itu juga tidak memenuhi persyaratan. Antara lain kelimabelas perusahaan itu tidak membayar iuran, tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak, peta area. Lagipula, perusahaan itu tidak memenuhi kualifikasi untuk mendapatkan ijin. Sebab tidak memenuhi kemampuan keuangan dan tidak memenuhi kemampuan teknis dalam rangka usaha hutan tanaman.
Apalagi Azmun terafiliasi dalam tujuh diantara 15 perusahaan itu. “Dia menempatkan ajudannya di perusahaan itu,” terang Tumpak. Umumnya perusahaan itu tidak punya kualifikasi untuk melakukan tanaman industri. Tapi tetap diberikan ijin. “Tujuannya tidak lain dan tidak bukan untuk mengambil kayu,” kata Tumpak.
Atas dugaan itu, Azmin diduga melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU No. 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20/2001 (UU Korupsi). Selain itu, Azmin juga diduga menerima gratifikasi atau suap senilai Rp600 juta untuk menelurkan sejumlah ijin tersebut. Karena itu, Azmin juga diduga melanggar Pasal 5 ayat (2), pasal 11 dan atau Pasal 12 hurub b UU Korupsi. “Karena dilakukan berkali-kali dan berlanjut bisa dijunctokan dengan Pasal 64 dan 65 KUHP,” tambah Tumpak.
Terkait dengan rekanan yang terkait kasus Azmin, KPK masih mengembangkan penyelidikan untuk menarik tersangka lain. Sementara bagi perusahaan yang melakukan penebangan kayu, Tumpak berpendapat lebih tepat jika mereka dikenakan hukuman berdasarkan UU Kehutanan atau UU Lingkungan Hidup. “Faktanya mereka merusak lingkungan,” kata Tumpak. KPK, kata Tumpak, lebih fokus pada kasus yang melibatkan pejabat atau penyelenggara negara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar