Rencana pengalihan lahan terhambat, Bupati Pelalawan ikut turun tangan agar proses IUPHHKHT empat perusahaan fiktif miliknya cepat beres.
Bupati Pelalawan Tengku Azmun Jafaar turun tangan melobi PT Yos Raya Timber (YRT) demi pengalihan lahan perusahaan tersebut ke empat perusahaan fiktif miliknya. Keempat perusahaan itu adalah CV Bhakti Praja Mulia, CV Harapan Jaya, CV Alam Lestari dan PT Madukoro. Pengalihan lahan itu diperlukan lantaran areal lahan yang dimohonkan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman (IUPHHKHT) keempat perusahaan tadi tumpang tindih dengan wilayah Hak Pengusahaan Hutan (HPH) YRT.
"Kalau rumah sudah lama ditinggal diambil orang, apalagi lahan. Kalau ada permasalahan agar diselesaikan dengan orang saya, Hambali dan Budi Surlani," begitu kata Azmun kepada Inge Candra, tenaga teknis kehutanan YRT. Keterangan itu terungkap dari kesaksian Inge dalam persidangan lanjutan Azmun di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jum'at (27/6).
Inge menerangkan sebelumnya Komisaris YRT keberatan atas rencana pengalihan lahan itu. Keberatan dituangkan dalam surat keberatan yang ditujukan ke Departemen Kehutanan (Dephut).
Hambali dan Budi Surlani -staff di Dinas Kehutanan Pelalawan- melakukan mediasi dengan Inge agar YRT 'mendukung' tindakan Azmun. Kepada Inge kedua orang kepercayaan Azmun itu mengatakan surat keberatan tersebut menjadi kendala Surat Keterangan (SK) definitif IUPHHKHT yang sedang diposes di Dephut. "Empat unit usaha itu ada kemitraan dengan Bupati," tegas Hambali kepada Inge.
Di lahan seluas 29.100 hektar itu, kata Inge, rencananya digunakan untuk kepentingan masyarakat. Hasilnya dari pengelolaan lahan itu, untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pelalawan. Mereka, sambung Inge, juga menawarkan uang Rp6 miliar sebagai kompensasi pengalihan lahan.
Dengan alasan ini YRT mengeluarkan surat tidak keberatan kepada Dephut. Lagipula YRT perlu surat rekomendasi dari Azmun untuk perpanjangan izin menggunakan sisa areal lahan HPH yang tidak aktif sejak 2003. "Kalau sudah ada izin dari Dephut kami tidak keberatan," ujar Inge.
Kenyataannya berbeda. Seperti terungkap di persidangan, Azmun sengaja menerbitkan IUPHHKHT untuk empat perusahaannya. Tujuannya untuk diafiliasikan dengan PT Persada Kaya Sejati (PKS), anak perusahaan PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP). Dari hasil penebangan kayu perusahaan yang telah diambli alih, hasilnya digunakan untuk mensuplai bahan baku ke RAPP.
Meski demikian, YRT tetap menerima pembayaran pengalihan lahan. "Tapi realisasinya hanya menerima sekitar Rp3 miliar," ujar Inge. Uang itu diterima FX Sudibyo, Komisaris YRT. Tidak penuhnya pembayaran pengalihan lahan itu lantaran anak perusahaan YRT, PT Kampari Woods, punya utang terhadap Budi Susanto -orang yang namanya dipinjam untuk membuka rekening untuk menampung uang Azmun hasil fee pengambialihan perusahaan.
"Apa dasar hukum perusahaan saudara menerima uang Rp6 miliar, apakah karena hak negara untuk menerima kompensasi?" tanya Hakim Anggota Andi Bachtiar.
"Saya tidak tahu dasar hukumnya," jawab Inge. Ia menuturkan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) perusahaan tidak mengatur hal itu. Bahkan tidak ada aturan yang melarang lahan YRT dialihkan kepada pihak lain, jika perusahaan itu stagnan.
"Kalau perusahaan Saudara tidak memegang HPH tidak mungkin dikasih kompensasi Rp6 miliar," tandas Andi Bachtiar yang menjabat hakim ad hoc itu.
Menanggapi kesaksian Inge, Azmun menyatakan pertemuannya dengan Inge bukan membicarakan soal pengalihan lahan. "Hanya silaturahmi," tandasnya. Tapi, ia mengaku tahu YRT memiliki areal namun dirambah oleh pembalak liar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar