Tampilkan postingan dengan label PT RAPP. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label PT RAPP. Tampilkan semua postingan

11.26.2008

RAPP PHK 1.000 Karyawan

Rudi: Kami Tak Punya Pilihan Lain
PEKANBARU-Keputusan pahit akhirnya dibuat PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP). Perusahaan bubur kertas yang berpusat di Pangkalan Kerinci, Kabupaten Pelalawan itu melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap 1.000 orang karyawannya. Sementara 1.000 karyawan lainnya dirumahkan dan tak tertutup kemungkinan juga segera menyusul di-PHK.
Kepastian PHK dan merumahkan karyawan ini disampaikan langsung Direktur Utama PT RAPP, H Rudi Fajar didampingi Direktur PT RAPP, Thomas Handoko, Edwar Wahab, Manajer Komunikasi RAPP di Jakarta Ketut Bud serta Manajer PR Nandik Suparyono, dalam keterangan pers, Kamis (20/11) di Hotel Pangeran Pekanbaru. PHK itu sendiri efektif berlaku mulai Jumat ini dengan mengumumkan nama-nama yang diberhentikan tersebut. "Langkah ini terpaksa kami ambil dengan mem-PHK 1.000 lebih karyawan dan merumahkan 1.000 orang lainnya demi kelanjutan produksi perusahaan," kata Rudi Fajar didampingi Nandik Suparyono, Manajer Publik Relation. Dikatakan Rudi Fajar, pihaknya tidak memiliki pilihan lain, kecuali dengan PHK terhadap ribuan karyawan itu, setelah sebelumnya belasan ribu karyawan juga telah diberhentikan oleh kontraktor rekanan PT RAPP. Hal itu juga buntut dari tidak diperpanjangnya kontrak kerja oleh PT RAPP sehingga rekanan ikut mengurangi jumlah pekerjanya.

Diakuinya, PHK ini diakui akan menimbulkan dampak, terutama bagi masyarakat yang berkaitan langsung dengan PT RAPP. Namun lagi-lagi pihaknya menegaskan tak ada pilihan untuk efesiensi keuangan dan penghematan perusahaan.

Bahan Baku
Ia menyebutkan keputusan pahit itu dilakukan sebagai upaya penyelamatan perusahaan, karena semakin menurunnya produksi akibat kesulitan mendapatkan pasokan bahan baku kayu dalam dua tahun terakhir. Dijelaskan Rudi, kesulitan bahan baku itu terjadi sejak adanya kontroversi ketentuan di kehutanan yang menimbulkan penafsiran berbeda antara perusahaan dengan penegakan hukum. Namun demikin PT RAPP ungkapnya mendukung langkah penegakan hukum dalam masalah kehutahan. Untuk itu pemerintah diminta memberikan solusi, termasuk persoalan bahan baku kayu milik perusahaan sebanyak 1 juta meter kubik yang kini masih diberi garis polisi. Jumlah itu mampu untuk menutupi kebutuhan bahan baku selama 1-2 bulan.

Rudi Fajar juga berharap pemerintah daerah ikut mencarikan solusi dalam menghadapi krisi saat ini. Salah satunya menjaga agar investasi yang tertanam dapat berjalan dengan menyelesaikan hambatan perizinan yang ada saat ini serta mempercepat proses hukum. "Karena di negara lain pemerintahnya berusaha mempertahankan industri dalam negerinya," kata Rudi. Produksi PT RAPP per-harinya menurut Rudi Fajar sebanyak 6-7 ribu ton dan sejak beberapa tahun ini turun menjadi 2-3 ribu ton saja. Sedangkan jumlah karyawan saat ini mencapai 4 ribu orang lebih dan ditambah 53 orang tenaga kerja asing yang sebagian akan ikut dipulangkan. "Jumat (hari ini,red) nama-nama yang di PHK dan dirumahkan itu akan kami umumkan dan mereka akan mendapatkan hak sesuai ketentuan," katanya.

Ditambahkan Nandik, persoalan PHK dan perumahan karyawan ini sudah dibicarakan dengan jajaran manajemen dan hak-hak karyawan berupa pesangon akan diberikan secara proporsional sesuai aturan ketenaga kerjaan atau berdasarkan masa kerja. Namun Nandik belum bisa merinci berapa jumlah dana akan dikucurkan untuk PHK dan merumahkan karyawannya itu. (hen,yon)

http://riaumandiri.net/indexben.php?id=27927

Read more...

Perindustrian Riau Hadapi Kondisi Sulit

Jum'at, 21 Nopember 2008 17:36

Tidak hanya PT.Riau Andalan Pulp And Paper (RAPP) yang tengah dihamtam krisis, tetapi dunia industri di Riau secara umum saat ini tengah menghadapi situasi sulit.

Riauterkini-PEKANBARU- Kepala Dinas Perindustian dan Perdagangan (Perindag) Riau Tiolina Panggaribuan mengakui kalau saat ini perindustrian di Riau tengah menghadapi situasi sulit. Tidak hanya industri perkayuan, seperti PT. Riau Andalan Pulp And Paper (RAPP), tetapi juga hampir seluruh sektor industri di Riau terimbas krisis ekonomi global.
"Memang sekarang kondisinya sedang sulit bagi industri. Tidak hanya di Riau, tetapi juga terjadi di seluruh dunia," ujarnya menjawab riauterkini di Pekanbaru, Jumat (21/11).

Meski demikian, menurut Tiolina, baru PT. RAPP yang telah melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK). Sementara sejauh belum ada industri lain yang sudah menyampaikan kondisi krisis dan berniat melakukan PHK.

Lebih jauh Tiolina memaparkan, turunnya harga jual Cruide Palm Oil (CPO) dan getah karet akibat krisis global dunia juga memukul industri sektor perkebunan. Karena itu, menurutnya salah satu solusi paling baik untuk mengatasi situasi sulit tersebut adalah dibangunnya industri hilir. ''Akibat tidak adanya industri hilir tersebut, turunnya harga jual CPO pasti akan berimbas kepada seluruh petani dan pekebun kelapa sawit, andaikan di daerah ini industri hilir tersebut ada CPO itu bisa dijual ke industri tersebut,'' ujarnya.

Kedepan pengembangan dan pembangunan industri hilir tersebut harus dilakukan. Sebenarnya saat ini pembangunan industri hilir tersebut sudah mulai dibangun, namun belum selesai yakni pembangunan pabrik biodisel di Kota Dumai.

Saat ini, lanjutnya lagi ada empat pabrik biodisel yang akan dibangun, selain di Dumai pembangunan serupa akan dilakukan diberbagai daerah lainnya, sehingga produksi CPO yang dihasilkan Riau bisa terjual dengan baik. ''Kita optimistis, daerah ini pada suatu saat nanti akan menjadi pusat pengembangan industri hilir. Ini mengingat luas perkebunan kelapa sawit dan CPO yang dihasilkan cukup besar, karenanya perlu kerja keras semua pihak untuk mewujudkan hal itu,'' ujarnya.***(mad)

http://riauterkini.com/usaha.php?arr=21778

Read more...

FSP2KI Tolak PHK Massal PT. RAPP

Sabtu, 22 Nopember 2008 08:08
Federasi Serikat Pekerja Pulp dan Kertas Indonesia (FSP2KI) mengeluarkan pernyataan menyusul PHK dan merumahkan massal karyawan PT. RAPP. Mereka menolak dan mendesak dicarikan sosuli tak merugikan pekerja.

Riauterkinui-PEKANBARU- Sehari setelah jajaran Direksi PT.Riau Andalan Pulp And Paper (RAPP) dipimpin Dirut Rudi Fajar mengumumkan pemutusan hubungan kerja (PHK) sekitar seribu pekerja dan merumahkan seribu karyawan yang lain, Federasi Serikat Pekerja Pulp dan Kertas Indonesia (FSP2KI) mengirim siaran pers kepada riauterkini. Berikut isi siaran pers tersebut:

Kami sangat memahami situasi yang dihadapi perusahaan saat ini, itu sebabnya kami minta Serikat Pekerja dilibatkan dalam pengambilan keputusan dan langkah-langkah yang akan diambil perusahaan dalam menghadapai situasi ini. Pemutusahan Hubunan Kerja bukanlah jalan terbaik bagi perusahaan dan pekerja karena :

PHK akan menimbulkan cost yang tinggi bagi perusahaan; PHK akan menimbulkan image negative tentang kemampuan perusahaan baik dimata pemerintah, dunia Internasional, maupun competitor; PHK akan menimbulkan efek psikologis bagi pekerja, rekanan dan masyarakat sekitar perusahaan.

PHK akan menimpulkan efek social yang luas bagi masyarakat luas sehingga bisa menimbulkan kondisi yang tidak menentu. Serikat Pekerja / Serikat Buruh tidak alergi terhadap kebijakan management melakukan langkah-langkah efisiensi sepanjang efisiensi yang dilakukan menyentuh kebutuhan yang sebenarnya dan sudah dilakukan secara maksimal.

Serikat Pekerja / Serikat Buruh telah berkoordinasi dengan berbagai lapisan baik internal maupun eksternal untuk mencari jalan keluar terhadap permasalahan kelangsungan operasional perusahaan.

Serikat Pekerja / Seikat Buruh telah melakukan koordinasi untuk melakukan tekanan terhadap pihak-pihak yang berwenang agar memberikan kemudahan-kemudahan perizinan dengan pertimbangan bahwa perusahaan telah memberikan kontribusi nyata terhadap kemajuan daerah, ancaman pengangguran dan pemasukan devisa negara. Saat ini Serikat Pekerja/Serikat Buruh sangat membutuhkan dukungan solidaritas yang luas dari semua lapisan masyarakat pekerja dan masyarakat umum untuk mendukung perusahaan dalam mencarikan solusi yang tepat. Kita telah membuat rencana-rencana :

Serikat Pekerja akan melakukan pertemuan dengan Pimpinan DPRD Kabupaten Pelalawan pada hari senin untuk membicarakan mesalah kelangkaan bahan baku . Serikat Pekerja melalui Pimpinan Pusat Federasi Serikat Pekerja Pulp dan Kertas ( FSP2KI ) telah mengirim surat kepada Presiden RI yang isinya meminta kepada Kepala Negara untuk segera melakukan langkah-langlah penyelamatan kelangsungan perusahaan PT. RAPP. Serikat Pekerja telah membentuk Tim Task Force yang melibatkan seluruh kekuatan di Riau Kompleks untuk memberikan presure-presure nyata kepada Pemerintah Daerah dan Pusat.

Dalam menghadapi kondisi terburuk yang mungkin terjadi, dimungkinkan Serikat Pekerja akan meminta dukungan dunia internasional untuk melakukan tekanan terhadap pemerintah. Atas dasar kondisi tersebut, kami Pengurus Pusat Federasi Serikat Pekerja Pulp dan Kertas Indonesia ( FSP2KI ) yang beranggotakan 60.000 pekerja sector pulp dan kertas di Indonesia yang salah satunya adalah pekerja PT. RAPP dengan ini meminta kepada Presiden Republik Indonesia, Bapak Susilo Bambang Yudoyono untuk segera melakukan penyelamatan keberadaan dan kelangsungan PT.. Riau Andalan Pulp and Paper ( RAPP ). Adapun langkah penyelamatan yang kami harapkan dari bapak selaku presiden adalah :

Memberikan solusi kepada Departemen Kehutanan dan Kepolisian RI (briging Leader function) untuk segera memproses segala bentuk izin terkait penggunaan bahan baku kayu berupa kayu alam dan Hutan Tanaman Industri, sekaligus memberikan kejelasan atas proses hukum dan aturannya sehingga PT. RAPP dan perusahaan pulp lainnya dapat segera menggunakan kayu alam dan HTI untuk menjadi bahan baku produksi. Memberikan jaminan dan perlindungan kepada seluruh pekerja dari ancaman Pemutusan Hubungan Kerja ( PHK ) melalui Departemen Tenaga Kerja dan Pemerintah Daerah. Menyederhanakan birokrasi dan regulasi dalam proses penggunaan bahan baku dan perizinan lainnya sehingga perusahaan dapat mengefisiensi waktu dan biaya. Memberikan solusi dalam upaya penyelamatan industri pulp dan kertas dalam menghadapi dampak krisis keuangan global.

Menghindari terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja ( PHK ) sepihak oleh pengusaha khususnya terhadap pekerja industri pulp dan kertas. Bertindak secara proporsional yang mana kami setuju proses hokum tetap berlangsung dan yang salah ditindak secara hokum, namun proses industri jangan diganggu dan tetap berjalan sehingga tidak mengganggu Pekerja dan ratusan ribu masyarakat yang merasa dampak positif keberadaan industri. Kami telah mengirimkan surat dengan nada serupa kepada instansi terkait pada hari ini dengan harapan mendapat respon yang cepat, dan apabila tidak segera di respon maka kami akan melakukan aksi massa besar- besaran dengan dukungan kawan2 jaringan tentunya. Demikian dan terimakasih.***(rls)
Read more...

Pemerintah tak Miliki Paket Bantu PT. RAPP

Sabtu, 22 Nopember 2008 12:49
PT. RAPP telah mem-PHK dan merumahkan ribuan karyawannya akibat krisis bahan baku. Sayangnya pemerintah tak memiliki kebijakan khusus untuk membentu industri kertas raksasa itu.

Riauterkini-PEKANBARU- Menteri Perindustrian Fahmi Idris mengatakan bahwa pemerintah hanya bisa prihatin atas kondisi sulit yang saat ini dihadapi PT. Riau Andalan Pulp And Paper (Riaupulp). Krisis bahan baku membuat industri kertas raksasa itu harus melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) dan merumahkan ribuan karyawannya. Sejauh ini pemerintah tak memiliki kebijakan atau paket khusus yang bisa membantu agar kondisi RAPP tak kian memburuk.


"Masalahnya (yang dihadapi RAPP.red) adalah krisis bahan baku. Kita tak bisa membantu itu," tukas Fahmi Idris menjawab riauterkini usai menghadiri malam syukuran dan pengantar tugas M Rusli Zainal-Raja Mambang Mit sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Riau priode 2008-2013 di Gedung Daerah Provinsi Riau tadi malam.

Pada saat mengumumkan PHK dan merumahkan ribuan karyawan Dirut PT. RAPP Rudi Fajar menyampaikan permintaan kepada pemerintah agar membantu memberikan kepastian hukum terhadap legalitas kayu yang digunakan perusahaan sebagai bahan baku. Atas permintaan tersebut, Fahmi mengatakan bahwa selama ini pemerintah sudah sangat serius membantu. "Pemerintah sudah sangat serius. Sampai dibentuk tim khusus penanganan illegal logging untuk Riau," jawabnya.

Hanya saja, Fahmi mengakui kalau sejauh ini tim yang beranggotakan sejumlah menteri tersebut belum membuahkan hasil sebagaimana diharap. "Kalau timnya belum berhasil, ya jangan tanya saya. Tanya sama timnya," ujar Fahmi sebelum masuk sebuah bus yang akan membawanya meninggalkan lokasi syukuran.***(mad
http://riauterkini.com/usaha.php?arr=21785
Read more...

Dewan dan PT. RAPP Sepakat PHK Dihentikan

Selasa, 25 Nopember 2008 13:15
Jika Krisis Bahan Baku Teratasi, Dewan dan PT. RAPP Sepakat PHK Dihentikan

Rapat dengar pendapat jajaran direksi PT. RAPP dengan DPRD Riau berlangsung alot. Dewan dan dinas yang hadir siap membantu, asal RAPP hentikan proses PHK.

Riauterkini-PEKANBARU- Setelah pekan lalu sempat batal digelar, akhirnya rapat dengar pendapat antara jajaran direksi PT. Riau Andalan Pulp And Paper (RAPP) dengan DPRD Riau terselenggaran pada Selasa (25/11). Jajaran direksi PT. RAPP yang dipimpin Direktur Utama Rudi Fajar bersama belasan petinggi industri kertas tersebut diterima Komisi B dan D di ruang rapat Komisi B.


Rapat dengar pendapat dipimpin Ketua Komisi B Ruspan Aman didampingi tujuh anggotanya. Turut hadir dalam rapat dengar pendapat tersebut Ketua Komisi D Fendri Jaswir. Hadir juga dinas terkait, seperti Kepala Dinas Tenaga Kerja Riau Abdul Latif, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Riau Tiolina, Kepala Dinas Kehutanan Fadrizal Labay dan Kepala Badan Promosi dan Investasi Riau M Yafiz.

Dalam dengar pendapat yang semual tertutup namun kemudian terbuka untuk wartawan tersebut dibahas banyak aspek yang menjadi latar belakang keputusan PT. RAPP melakukan pemutusan hubngan kerja (PHK) missal ribuan karyawannya. Terungkap dalam pertemuan tersebut pangkap permasalahnnya adalah krisis bahan baku yang menyebabkan produksi bubur kertas (pulp) dan kertas menurun dratis. Dari normalnya sehari sekitar 7.000 ton menjadi hanya sekitar 3.000 ton.

Karena itu, dewan secara terbuka meminta kepada jajaran direksi PT. RAPP untuk menyampaikan permintaan langkah apa yang diharap bisa dibantu dewan dan instansi terkait, untuk bisa membantu perusahaan kertas raksasa itu keluar dari krisis.

Atas tawaran tersebut Rudi Fajar menyampaikan dua permintaan. Pertama meminta dewan dan seluruh instansi terkait membantu mendorong percepatan keluar izin Rencana Kerja Tahunan (RKT) 2009 agar bisa keluar pada bulan Desember. "Kalau RKT 2009 bisa keluar pada Desember, maka kami tidak kehilangan banyak waktu," ujarnya.

Permintaan kedua adalah agar ada dukungan dari dewan dan instansi terkait, terutama dari Dinas Kehutanan untuk mempercepat keluarnya Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Hutan Tanaman Industri (IUPHHTI) di Departemen Kehutanan. Tanpa keluarnya izin tersebut maka krisis bahan baku akan semakin parah dihadapi PT. RAPP.

Atas permintaan tersebut, dewan dan seluruh instansi terkait menyatakan kesiapanya membantu, hanya saja dengan syarat, perusahaan tidak melanjutkan proses PHK. "Kita setuju membantu, tapi jika nanti masalah krisis bahan baku bisa diatasi, kami minta RAPP tidak melanjutkan proses PHK," pinta Ruspan Aman.

Rudi Fajar langsung menjawab. "Kami sepakat. Inti masala kami sekarang adalah krisis bahan baku. Jika bahan baku tersedia, kami bisa memproduksi optimal, maka kami pastikan tidak ada alasan bagi kami melakukan PHK, tetapi untuk merumahkan sebagai rotasi, saya pikir itu tetap bisa kami lakukan," jawabnya.

Jawaban Rudi Fajar tersebut cukup memuaskan dewan dan seluruh instansi. Akhirnya pertemuan diakhiri dengan kesepakatan membantu RAPP mengatasi masalahnya dan RAPP berjanji tak melajutkan PHK.***(mad/tam)
http://riauterkini.com/usaha.php?arr=21812
Read more...

Gubri tanggapi phk 1.000 karyawan RAPP

Sabtu, 22 November 2008 ImageCari Solusi
PEKANBARU (RP) – Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) ribuan karyawan PT Riau Andalan Pulp and Paper (Riaupulp) menjadi kabar yang sangat tidak sedap bagi Gubernur Riau (Gubri) HM Rusli Zainal SE MP dan Wakil Gubernur Riau Drs HR Mambang Mit di hari pelantikannya, Jumat (21/11). Namun Gubri dari jauh-jauh hari telah menyatakan bahwa persoalan yang berkaitan dengan nasib para pekerja perusahaan-perusahaan seperti PT RAPP memerlukan perhatian serius pemerintah.
Bila persoalannya adalah kepastian hukum, maka pemerintah harus bisa memberikan solusi terbaik. Jangan sampai keputusan pahit yang diambil perusahaan demi menyelamatkan aset dan jalannya perusahaan, justru merugikan masyarakat.

''Inilah persoalan yang saya sadari harus segera dicarikan solusi dan jalan keluar. Bisa kita bayangkan, kalau 1.000 orang di PHK, maka andai satu orang harus membiayai empat orang anggota keluarga, hitung saja berapa orang rakyat Riau yang terancam kehidupannya. Belum lagi dampak sosial di sekitar mereka, semisal kedai nasi atau usaha kecil-kecilan. Untuk itu, perlu kiranya kita cari solusi terbaik secepatnya. Agar jangan sampai persoalan ini berlarut-larut. Harus ada kepastian hukum yang jelas dan solusi atas semua persoalan yang tengah dihadapi perusahaan," tegas Rusli.

Sementara itu, HR Mambang Mit kepada wartawan, Jumat (21/11), usai pelantikan memastikan akan segera mengagendakan solusi terbaik bagi persoalan sosial yang kini dihadapi masyarakat Riau. ''Saya tidak bisa mengambil keputusan sendiri, namun perlu rembuk (musyawarah) bersama. Bagaimanapun, tentu ini akan jadi perhatian utama kita dan harus segera dicari solusinya. Mungkin secepatnya akan kita kumpulkan pihak-pihak terkait, baik dari perusahaan, asosiasi pekerja, dinas terkait dan instansi lainnya. Tujuannya untuk mencarikan solusi terbaik bagi para pekerja," kata Mambang.

Krisis Bahan Baku
Dalam pada itu, PT Riau Andalan Pulp and Paper (Riaupulp) yang telah mem-PHK 1.000 karyawannya dan merumahkan ribuan lainnya kembali menegaskan keputusan PHK itu dilakukan untuk rasionalisasi, terkait krisis bahan baku dan dampak hantaman krisis keuangan global.

Dijelaskan Public Relation (PR) Riaupulp, Nandik Sufaryono, akibat krisis bahan baku misalnya, saat ini produksi Riaupulp turun sampai 2.000 ton per hari, dari biasanya 6.000 ton pulp per hari. "Kita sudah memohon agar sejuta meter kubik kayu yang di-police line bisa dimanfaatkan untuk bahan baku agar produksi Riaupulp berjalan stabil, tapi itu tidak diakomodir. Padahal kayu-kayu itu sudah kita bayar PSDH dan DR-nya," jelas Nandik.

Kayu-kayu tersebut saat ini kondisinya memprihatinkan, apalagi sebagian sudah membusuk. Bila bisa dimanfaatkan, maka bisa menjaga produksi perusahaan tersebut hingga dua bulan ke depan dengan kapasitas 6.000 ton per hari. Namun kondisi saat ini, kayu-kayu tersebut tidak bisa dimanfaatkan malah terbiarkan tak terurus.

Menurunnya produksi akibat krisis bahan baku tersebut, lanjut Nandik, menjadikan perusahaan harus melakukan berbagai efisiensi untuk menjaga kelangsungan perusahaan. Seperti menekan sejumlah biaya yang bisa ditekan, mulai dari operasional pabrik, listrik, perjalanan dinas. Namun, langkah tersebut tidak mampu menutupi operasional perusahaan sehingga langkah rasionalisasi (PHK) harus diambil.

Di sisi lain, Nandik juga mengakui efek domino dari adanya kebijakan PHK ini juga tak terelakkan. Perekonomian Kota Pangkalankerinci khususnya dan Kabupaten Pelalawan umumnya juga pasti terimbas. "Adanya PHK lebih dari 1.000 karyawan efeknya sangat luar biasa buat Pangkalankerinci. Saat ini yang tampak, pusat perbelanjaan mulai memperlambat jam buka, rumah kontrakkan mulai sepi," kata Nandik Sufaryono saat presentasi di kantor Riau Pos, Jumat (21/11). Nandik yang datang bersama manajemen Riaupulp lainnya, Amru Mahalli dan Troy Pantouw, sengaja datang ke gedung Riau Pos untuk bertukar pikiran. Mereka disambut CEO Riau Pos Group H Rida K Liamsi, Pemred Riau Pos Zulmansyah dan Pemred Pekanbaru Pos H H Amzar.

Dari pemaparan Nandik, selain berpengaruh kepada produksi, juga berakibat kepada generator listrik. Karena generator yang ada saat ini bahan bakarnya dari kulit kayu.

Oleh karena itu, kata Nandik, selain memutuskan mata pencarian 1.000 lebih karyawan, listrik untuk Kota Pangkalankerinci mulai terancam. Karena kesulitan kulit kayu, dari tujuh generator listrik milik perusahaan hanya tiga yang hidup. ''Akibatnya kita defisit power sebesar 26 MW (megawatt, red)," jelas Nandik.

Untuk menanggulangi semua ini, kata Nandik, diberlakukan pemadaman bergilir mulai dari tiga hingga delapan jam sehari. Untuk Riau Komplek (kawasan pemukiman Riaupulp) sudah berlangsung pemadaman sejak awal November 2008. Selanjutnya akan ada pengurangan pasokan listrik ke PLN sebesar 50 persen yang direncanakan dalam waktu dekat. Pasokan untuk BUMD juga akan ada pemadaman bergilir.

Pesangon Dibayar
Dari Pangkalankerinci dilaporkan, PHK yang diumumkan Presiden Direktur Riaupulp Rudi Fajar, Kamis (20/11), di Hotel Pangeran Pekanbaru akhirnya dilakukan. Jumat (21/11) sore, seribu karyawan dipanggil satu persatu dan dikumpulkan di tiga tempat berbeda, yaitu di kantor Riau Fiber, Kantor Pec Tech Service Indonesia dan Hotel Unigraha Pangkalankerinci, Kabupaten Pelalawan.

Di lokasi pemanggilan itu, karyawan yang terkena PHK diberi satu amplop oleh tim khusus yang dibentuk menangani PHK. Tim ini dibentuk dan diorganisir oleh Human Resource Department (HRD). Amplop tersebut berisi surat pemberitahuan bahwa yang menerimanya akan di-PHK. Masing-masing penerima diminta membaca dan memahami isi surat. Jika setuju, karyawan tersebut diminta membubuhkan tandatangan pada lembaran lain yang disediakan khusus.

Proses berikutnya, karyawan menunggu tim menyiapkan segala sesuatu termasuk soal pembayaran pesangon. ''Sesuai dengan statemen Direktur Utama, hari ini 1.000 orang PHK. Semua proses ini kami lakukan berdasarkan aturan perundangan yang berlaku," ucap PR Riaupulp Troy Pantau, kemarin.

Proses PHK tahap berikutnya, kata Troy, melibatkan 1.000 karyawan lagi. Dan akan dilaksanakn dalam waktu dekat. Mungkin PHK di RAPP tidak menakutkan seperti sering dibayangkan. Meski ada karyawan yang agak berat menerima keputusan, namun banyak juga yang dengan suka cita menerimanya.

''Entah apa sebabnya, mungkin memang karena sudah ada job di luar. Mungkin lantaran proses PHK di Riaupulp ini mengikuti aturan. Kawan-kawan menerima pesangon antara Rp60 juta sampai dengan Rp100 juta lebih," tutur Menurut Koordinator Serikat Pekerja Riaupulp H Hamdani, saat mendampingi puluhan karyawan PHK.

PHK di Riaupulp pun mungkin berbeda dengan suasana yang banyak orang bayangan. Di sini, karyawan dijemput ke rumah atau tempat kerja masing-masing pada pagi hari dengan menggunakan bus-bus AC yang sudah disediakan. Tidak itu saja, mereka mendapatkan pendampingan dari pengurus Serikat Pekerja yang ada. ''Kita melaksanakan pendampingan agar kawan-kawan senang. Bagi yang berat pergi, kita bujuk, beri pengertian, dinasehati supaya tidak down betul. Dan pendampingan ini sampai pada proses akhir, dimana mereka mendapatkan hak-haknya semua," tambah Hamdani yang menjabat Community Relation Officer, di bawah SGR Departemen pimpin Manajer Wan Jack Muhammad Anja.

Hingga petang kemarin, pihak Serikat Pekerja belum diberitahu berapa sesungguhnya karyawan yang kena PHK. Sampai petang, catatan Serikat Pekerja baru berhasil menghimpun 492 nama. Lima di antaranya pengurus serikat pekerja. Mereka adalah Asido, Riswandi, Refrido, Surya dan Wawan Setiawan Rajd. ''Hitungan kami ada 492 orang, termasuk kawan-kawan pengurus lima orang," ungkapnya

Polres Antisipasi
Di sisi lain, Kapolda Riau Brigjen Pol Hadiatmoko sudah menginstruksikan kepada Kapolres Pelalawan untuk mengantisipasi terkait adanya PHK ini. Antisipasi dalam bentuk pendekatan secara persuasif terhadap karyawan yang di-PHK. Polres diminta untuk berdialog dan menjelaskan kepada karyawan tentang mengapa perusahaan mengambil kebijakan PHK. ''Kita sudah mengintruksikan dan memerintahkan kepada Kapolres Pelalawan untuk melakukan pendekatan dan berdialog dengan para karyawan yang di-PHK oleh perusahaan," ujar Hadiatmoko kepada Riau Pos, Jumat (21/11), di Gedung DPRD Riau.(amf/afz/rpg/izl/wws/kaf/bun)
http://www.riaupos.com/v2/content/view/11362/1/

Read more...

11.25.2008

PT RAPP Tegaskan Tak Pernah Merambah Hutan Riau

Senin, 24/11/2008 16:06 WIB
Chaidir Anwar Tanjung - detikNews

Pekanbaru - PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) membantah bila pihaknya disebut turut merambah hutan di Riau. PT RAPP mengaku selama ini memperoleh bahan baku kayu dari lahan yang didapat secara sah.

Penegasan ini disampaikan Humas PT RAPP, Troy Pantouw kepada detikcom, Senin (24/11/2008) terkait tudingan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Riau. Menurut Troy, tudingan Walhi soal perambahan hutan itu tidak akurat.

Dia menjelaskan, masalah PHK ribuan buruh yang kini dilakukan pihak PT RAPP benar-benar akibat dari penurunan suplai dari lahan yang secara sah merupakan bagian wilayah operasional RAPP yang telah menjadi dasar perencanaan perusahaan.

"Dan patut ditegaskan, bahwa bagaimanapun karyawan adalah aset penting perusahaan. Tindakan PHK sebagai jalan terakhir dengan mengikuti aturan ketenagakerjaan. Kami tegaskan, RAPP tidak pernah merambah hutan, justru beroperasi secara sah dari lahan pemerintah. Dan sebelumnya melakukan delineasi micro-macro dan juga pemetaan conservation value," kata Troy.

Masih menurut Troy, selanjutnya, pihak perusahaan komit untuk menjaga lahan koservasi tersebut, sekaligus membangun hutan tanaman industri secara bertanggungjawab. Pengelolaan dan perlindungan hutan adalah misi dan inti bisnis PT RAPP.

"Saat ini kami sangat kekurangan akasia, sehingga terpaksa memanen sebelum usia 6 tahun. RAPP mengundang semua pihak, termasuk Walhi, untuk memiliki sifat patriotisme dengan bersama-sama swasta dan pemerintah membangun dan menyelamatkan industri pulp dan kertas sebagai sektor rill yang terbukti telah memberikan kemanfaatan berkelanjutan. Termasuk juga kontribusi ekonomi, fungsi ekosistem dan sosial bangsa," kata Troy.

Namun ungkapan juru bicara RAPP ini dibantah keras pihak aktivis lingkungan.Menurut Direktur Walhi Riau, Johny S Mundung, bahwa lahan RAPP semuanya bermasalah. Sebab, kawasan HPH tidak bisa diubah menjadi HTI. Kemudian kawasan gambut lebih dari 3 meter secara undang-undang tahun 1990 dilarang untuk dieksploitasi. Namun lahan RAPP diduga ada juga yang berada di kawasan hutan Margasatwa Kerumutan, Taman Nasional Tesso Nilo, Taman Nasional Bukit Tigapuluh.

"RAPP itu sebenarnya hanya boleh di kawasan HPT bukan eks HPH atau di hutan konservasi, dari situ saja sudah melanggar hukum. Kalau mereka tidak melanggar hukum, mengapa bahan baku mereka sampai saat ini masih disegel pihak Mabes Polri," tegas Johny.(cha/djo)
http://www.detiknews.com/read/2008/11/24/160607/1042021/10/pt-rapp-tegaskan-tak-pernah-merambah-hutan-riau

Read more...

Setelah PHK Ribuan Karyawan, RAPP Disarankan Tutup Sementara

24 Nov 2008 09:25 wib ad

PEKANBARU (RiauInfo) - Setelah melakukan PHK terhadap 1.000 karyawannya dan merumahkan 1.000 karyawan launnya, kondisi krisis di PT Riau Andalan Pulp and Piper (RAPP) masih terus terjadi. Karena krisis itu terjadi akibat kesulitan bahan baku, maka RAPP disarankan untuk tutup sementara.
Berita ini menjadi headline Pekanbaru Pos edisi Senin (24/11) berjudul "RAPP Terpaksa Tutup Sementara". Harian ini mengutip pernyataan Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Pelalawan Ir Edy Suriandi menyebutkan agar produksi bisa tetap 6.000 hingga 7.000 maka konsekwensinya RAPP harus tutup sementara sampai hutan tanaman mampu menopang pasokan bahan baku.

Kosong Melompongnya Rumah Dinas Waki Gubernur setelah ditinggalkan Wan Abubakar menjadi berita utama Riau Pesisir hari ini. Dalam berita berjudul "Rumah Dinas Wagub Kosong Melompong" disebutkan sejumlah barang inventaris yang ada di rumah itu hilang entah kemana. Hal itu terungkap saat Mambang Mit mengunjung rumah tersebut.

Berita tentang seorang guru ngaji di Desa Belutu, Kecamatan Kandis yang mencabuli sebanyak 6 bocah menjadi berita utama Pekanbaru MX berjudul "Oknum Guru Ngaji Cabuli 6 Bocah". Dalam berita ini disebabkan guru ngaji yang bernama Tamrin (33) itu ditangkap Polsek Kandis setelah mendapatkan laporan dari korbannya.

Bupati Bengkalis Syamsurizal tetap tegu menolak pemekaran Kepulauan Merbau, Rangsang dan Tebing Tinggi sebagai kabupaten. Hal ini disebabkan sebelumnya sudah tiga wilayah di daerahnya menjadi kabupaten baru yakni Siak, Rokanhilir dan Dumai. Berita itu jadi headline Media Riau berjudul "Syamsurizal: Sudah Tiga Kali Pemekaran".

Sementara itu pernyataan Ketua Umum Partai Golkar Jusuf Kalla bahwa Rusli Zainal berhasil membangun Riau menjadi headline Rakyat Riau hari ini. Dalam berita berjudul "Wapres: RZ Berhasil Membangun Riau" disebutkan bahwa lima tahun mendatang Jusuf Kalla minta RZ bisa semakin sukses membangun Riau.

Desakan agar Panwaslih Riau mempertanggungjawabkan tugas dan penggunaan anggaran menjadi berita utama Koran Riau hari ini. Dalam berita berjudul "DPRD Desa Panwaslih" disebutkan bahwa desakan itu antara lain datang dari anggota Komisi A DPRD Riau Yudha Bakti.

Sedangkan Tribun Pekanbaru berita utamanya hari ini tentang ditangkapkan dua kapal berbemndera Malaysia yang sedang melakukan pencurian ikan menggunakan pukat harimau di perairan sebelah utara Pulau Jemur. Kapal dan para awaknya digiring petugas untuk menjalani pemeriksaan di Dumai. Berita berjudul "2 Kapal Malaysia Ditangkap".

Dugaan Indonesia Corruption Watch bahwa ada skenario tingkat tinggi untuk mengamputasi KPK menjadi berita utama Riau Mandiri hari ini. Dugaan ini muncul terkait dimutasikannya dua perwira polisi yang menjabat posisi strategis di KPK. Berita berjudul "ICW: ADa Skenario KPK Diamputasi".

Berita utama Metro Riau hari ini tentang Partai Golkar yang sampai saat ini belum menetapkan capres yang akan dimajukan pada Pilpres 2009 mendatang. Hal ini mengindikasi parpol ini krisis kades yang memiliki kapasitas untuk mampu bersaing dengan parpol lain. Berita berjudul "Golkar Krisis Kepemimpinan".(ad)

Read more...

Soal PHK, Walhi Tuding PT RAPP Lakukan Pembohongan Publik

Sabtu, 22/11/2008 17:11 WIB
Chaidir Anwar Tanjung - detikNews
Pekanbaru - Alasan PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) melakukan PHK terhadap ribuan karyawan karena kekurangan bahan baku hanya pembohongan publik. Walhi menilai konsensi hutan yang diberikan pemerintah sudah cukup untuk memenuhi kapasitas produksinya.

Penegasan itu disampaikan Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Riau, Johny S Mundung, dalam perbincangan dengan detikcom, Sabtu (22/11/2008) di Pekanbaru. Menurutnya, alasan PHK yang dilakukan RAPP karena kekurangan bahan baku hanya akal-akalan perusahaan milik Sukanto Tanoto itu saja.

"Alasan yang dibeberkan kepada media karena kekurangan bahan baku itu, hanya akal bulus RAPP saja. Itu hanya akal mereka untuk bargaining kepada pemerintah agar mereka dipermudah dalam urusan perambahan hutan. Janganlah RAPP membodohi publik," tegas Johny.

Data Walhi menyebutkan, saat ini PT RAPP memiliki konsesi hutan tanaman industri dengan pohon akasia seluas sekitar 330 ribu hektar. Ini belum lagi ditambah hutan tanaman industri pola mitra dengan perusahaan bentukan RAPP sendiri. Plus hutan tanaman rakyat yang juga binaan perusahaan bubur kertas terbesar di Asia Tenggara itu.

"Kalau kita hitung secara kasar saja, luas konsesi hutan HTI di bawah naungan RAPP mencapai 782 ribu hektar. Luas itu sudah lebih dari cukup untuk memenuhi kapasitas produksi mereka. Jadi omong kosong kalau PHK yang mereka lakukan terhadap ribuan karyawan karena kekurangan bahan baku," kata Johny.

Menurut Johny, pemutusan kerja itu lebih pada soal krisis global dimana pembeli bubur kertas dari Eropa menurun drastis. Di samping itu sejumlah bank internasional yang berada di Jerman dan Finlandia tidak lagi mengucurkan kredit kepada PT RAPP.

"Jangan biarkan Sukanto Tanono hengkang begitu saja dari tanah Riau setelah puas kayu diambil sekerang mem-PHK ribuan karyawannya menuju penutupan usaha. Sukanto Tanoto harus mengembalikan lagi dana rehabilitasi, restorasi terhadap lingkungan hidup yang sudah punah ranah," kata Johny.

Walhi malah mendesak, Pemerintah Provinsi Riau dan masyarakat harus melakukan redistribusi aset. Sesegera mungkin, Pemprov ambil alih dan pabrik kertas itu dikelola dengan skala kecil dari HTI yang cukup saat ini untuk kebutuhan pulp dalam negeri saja. "Untuk apa besar-besar dan harus ekspor kalau hutan yang harus digasak," tegas Johny.

Soal PT RAPP mengklaim bahwa tidak ada kepastian hukum soal perizinan kayu, bagi Johny, perundangan yang ada saat ini sudah cukup jelas menata perizinan kayu. Tapi memang RAPP itu ingin mengulang kejayaan mereka lagi di era tahuan 90-an di mana perambahan hutan yang mereka lakukan bisa diatur sedemikian rupa.

"Jangan seenaknya menuding tidak ada kepastian hukum di negara ini. RAPP itu jelas-jelas melanggar hukum soal perambahan hutan. Mereka yang melakukan pelanggaran hukum, kok malah menyalahkan hukum itu sendiri. Semua tahu, kalau selama ini RAPP pelaku illegal logging yang sangat luar biasa," tuding Johny.

Sebelumnya, Direktur Utama PT RAPP, Rudy Fajar mengungkapkan bahwa pihaknya telah mem-PHK 1.000 karyawannya. Menurutnya, sejak dua tahun terakhir ini PT RAPP menghadapi permasalahan dengan pasokan kayu. Perusahaan milik Sukanto Tanoto ini menuding minimnya pasokan bahan baku ini karena terjadinya perbedaan interpretasi terhadap peraturan kehutanan antara departemen di pemerintah dan hambatan birokrasi dalam perizinan kayu.

"Kondisi itu memaksa kami untuk melakukan PHK terhadap 1.000 karyawan terhitung mulai besok. Selain itu, ada 1.000 karyawan lagi yang telah di rumahkan. Ini terpaksa kami lakukan untuk menjamin kelangsungan operasional," kata Rudi.(cha/gah)
Read more...

Bahan Baku Minim, PT RAPP PHK Ribuan Karyawan

Kamis, 20/11/2008 17:21 WIB
Chaidir Anwar Tanjung - detikNews

Pekanbaru - PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap ribuan karyawannya. Perusahaan ini berdalih karena keterbatasan bahan baku akibat perbedaan interpretasi soal peraturan kehutanan.

Direktur Utama PT RAPP, Rudy Fajar mengungkapkan hal itu kepada wartawan di, Kamis (20/11/208) di Hotel Pangeran, Jl Sudirman, Pekanbaru. Menurutnya, sejak dua tahun terakhir ini PT RAPP menghadapi permasalahan dengan pasokan kayu. Perusahaan milik Sukanto Tanoto ini menuding minimnya pasokan bahan baku ini karena terjadinya perbedaan interpretasi terhadap peraturan kehutanan antara departeman di pemerintah dan hambatan birokrasi dalam perizinan kayu.

"Kondisi itu memaksa kami untuk melakukan PHK terhadap 1000 karyawan terhitung mulai besok. Selain itu, ada 1000 karyawan lagi yang telah di rumahkan. Ini terpaksa kami lakukan untuk menjamin kelangsungan operasional," kata Rudi.

Selain mem-PHK ribuan karyawannya, PT RAPP juga lebih awal melakukan pemutusan kontrak kerja jasa kepada sejumlah rekanan di lingkungan perusahaan bubur kertas terbesar di Asia Tenggara itu.

"Pemutusan kontrak jasa itu telah mengakibatkan terjadinya PHK terhadap ribuan karyawan. Kami menyadari dampak yang ditimbulkan akibat keputusan ini bagi perekonomian lokal. Namun langkah ini terpaksa kita lakukan," kata Rudi.

Dia menjelaskan, dengan minimnya pasokan bahan baku itu, membuat PT RAPP saat ini hanya mampu memproduksi bubur kertas 2000 hingga 3000 ton per hari. Kondisi itu menurun drastis sejak dua tahun terakhir dari produksi sebelumnya 7000 ton per hari. "Total karyawan kami sebanyak 4000 orang, kini hanya tersisah separoh saja," kata Rudi.

Selain soal keterbatasan bahan baku, Rudi mengaku, kondisi diperparah lagi dengan minimnya permintaan hasil produksi dari luar negeri. Tentunya hal itu masih terkait krisis global yang melanda saat ini. "Selain permintaan semakin menurun, harga jual produksi kita juga menurun secara signifikan. Hal ini menambah keterpurukan kita," kata Rudi.

Sementara itu aktivis Greenpeace, Zulfahmi menyebut, sebaiknya perusahaan kayu di Riau mendukung langkah sejumlah NGO soal moratorium jeda tebang. Dengan adanya jeda tebang itu, nantinya akan mencari solusi soal kepastian peraturan perkayuan. Namun sayangnya, jeda tebang yang diusung sejumlah aktivis lingkungan ini tidak didukung perusahaan di Riau.

"Kita menyadari banyaknya interpretasi soal perizinan yang dimaksud. Makanya kita mendorong soal jeda tebang agar ada kepastian hukum. Selama ini banyak perizinan tumpang tindih yang juga bisa merugikan siapa saja. Namun kami melihat belum ada niat baik perusahaan di Riau untuk mendukung jedah tebang itu termasuk PT RAPP," kata Zulfahmi.

Menurut Zulfahmi, PT RAPP jangan hanya menuding pemerintah soal birokrasi yang berbelit. Perusahaan itu secara kasat mata juga tidak dapat dipungkiri terlibat dalam aktivitas perambahan hutan untuk memenuhi kebutuhan produksinya. Dan sejumlah kasus perambahan hutan yang dilakukan PT RAPP saat ini juga ditangani pihak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Kita akui, masih banyak soal peraturan serampangan yang dikeluarkan pemerintah soal perizinan kayu. Namunkan kita juga melihat kalau RAPP tidak patuh hukum itu sendiri. Perusahaan ini juga tidak dapat dipungkiri terlibat dalam illegal logging," kata aktivis Greenpeace itu.(cha/djo)
http://www.detiknews.com/read/2008/11/20/172102/1040373/10/bahan-baku-minim-pt-rapp-phk-ribuan-karyawan
Read more...

11.21.2008

12.600 Pekerja Terancam PHK

Pemerintah Mencari Terobosan
Jumat, 21 November 2008 02:09 WIB

Jakarta, Kompas - Ancaman gelombang pemutusan hubungan kerja akibat krisis global mulai nyata dirasakan sektor manufaktur. Sampai Kamis (20/11), pemerintah menerima permintaan sejumlah perusahaan yang berniat melakukan PHK terhadap 12.600 pekerja dan merumahkan sedikitnya 1.200 orang.

Permintaan melakukan PHK disampaikan kepada tim sosialisasi dan monitoring peraturan bersama empat menteri tentang ”Pemeliharaan Momentum Pertumbuhan Ekonomi Nasional dalam Mengantisipasi Perkembangan Perekonomian Global”.

Sebagian besar dari perusahaan yang mengajukan PHK tersebut adalah sektor industri padat karya yang berlokasi di Jawa Barat, Kalimantan Barat, Riau, Jawa Timur, dan Jawa Tengah.

Mengantisipasi dampak yang lebih buruk, pemerintah menindaklanjuti laporan ini dengan menurunkan tim mediasi ke berbagai perusahaan yang telah melapor. Tim yang dipimpin pejabat ketenagakerjaan akan memediasi perundingan antara pengusaha dan wakil pekerja untuk mencari solusi terbaik.

Salah satu perusahaan yang sudah mengumumkan PHK adalah PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) atas 1.000 karyawan dan 1.000 karyawan lainnya dirumahkan. Menurut Direktur Utama PT RAPP Rudi Fajar, keputusan itu mulai berlaku Jumat ini.

Keputusan itu diambil manajemen RAPP, kata Rudi, karena perusahaan bubur kayu dan kertas itu mengalami kekurangan pasokan bahan baku, selain juga terkena imbas krisis global.

”Pilihan ini merupakan pilihan terakhir setelah perusahaan melakukan penghematan pengeluaran di sejumlah bidang,” kata Rudi.

Karyawan yang dikenai PHK dan dirumahkan, menurut Rudi, berasal dari segala level. Selain sejumlah tenaga kerja Indonesia, sekitar 35 pekerja asing juga terkena kebijakan tersebut. Hingga kemarin, RAPP mempekerjakan sekitar 4.000 karyawan

Kondisi industri di Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah, setali tiga uang. ”Sekarang industri kerajinan, khususnya kayu, tingkat produksinya turun sampai 30 persen akibat krisis,” kata Kepala Bidang Perindustrian Dinas Perindustrian dan Perdagangan Purbalingga Mukodam.

Produk kerajinan berupa pigura, tatakan kayu, laminating, keset, dan wadah baju ini di ekspor ke Australia, Amerika Serikat, dan Jepang. ”Kini permintaan ekspor ke negara-negara itu terhenti. Kami belum tahu sampai kapan ditundanya,” ujar Arif Purnomo, pemilik Jasmin Craft.

Menanggapi kondisi itu, Menteri Kehutanan MS Kaban menyatakan, pihaknya berusaha membantu industri kehutanan dengan memudahkan perizinan, pasokan bahan baku, dan insentif-insentif lainnya. Pemerintah berharap upaya itu bisa menyelamatkan industri kehutanan.

Mencari terobosan

Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Erman Suparno, yang dihubungi Kamis malam menjelaskan, tim mediasi akan mendorong pembicaraan bipartit sambil mencari terobosan untuk menghindari PHK. Erman meminta pekerja mau mengikuti proses mediasi dengan sabar.

”PHK ada prosedurnya, mulai dari usulan pengusaha ke pemerintah, verifikasi persoalan, alasan, tujuan, sampai pemeriksaan perusahaan. PHK baru sah setelah dinas tenaga kerja menyetujui,” kata Erman.

Presiden Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) Rekson Silaban mengatakan, keterpaduan serikat buruh dan pengusaha dalam mengantisipasi dampak krisis global tak bisa dielakkan.

”Ancaman resesi sudah di depan mata, jangan lagi serikat buruh meributkan soal-soal yang tak substansial. Tantangan terbesar sekarang adalah bagaimana menyelamatkan perusahaan supaya tidak bangkrut dan kami tetap bisa bekerja,” kata Rekson.

Tujuh perusahaan kritis

Kabar memprihatinkan juga mencuat dari Kawasan Berikat Nusantara, Jakarta Utara. Krisis keuangan global mulai berimbas pada kegiatan ekspor hasil industri dan pabrik di KBN. Kabar terakhir tujuh perusahaan garmen yang berorientasi ekspor ke Amerika Serikat terancam tutup.

Menurut Wali Kota Jakarta Utara Effendi Anas, dirinya segera melaporkan kondisi riil ketenagakerjaan di wilayahnya kepada Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo. Hal ini mengantisipasi kemungkinan munculnya kerawanan sosial akibat dari rencana perusahaan melakukan PHK.

Selain tujuh perusahaan itu, sekitar 50 kegiatan bisnis di Jakarta Utara menghentikan aktivitasnya. Dari jumlah itu, 16 perusahaan dengan total buruh sebanyak 9.600 karyawan berada di KBN.

Namun, Sekretaris Perusahaan PT KBN Sentot Yoga Tamtomo menegaskan, belum ada satu pun perusahaan yang tutup atau gulung tikar pada tahun 2008. Bahkan, Sentot mengaku, dirinya belum tahu ada tujuh perusahaan di KBN yang kini dalam kondisi kritis akibat sepi order.

PT KBN memiliki tiga wilayah usaha, yakni KBN Cakung dengan 100 investor, KBN Marunda 40 investor, dan KBN Tanjung Priok 8 investor. Sekitar 90 persen investor di tiga kawasan itu produsen garmen, yang 85-90 persennya diekspor ke AS.(ham/hrd/han/CAL)

http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/11/21/02091484/12.600.pekerja.terancam.phk

Read more...

7.19.2008

Pencabutan/Pembekuan Ijin Konsesi HTI RAPP Dan Tangkap Para Pejabat Yang Terlibat Illegal Logging di Riau

SIARAN PERS

Kerusakan hutan alam di Indonesia sebagian besar akibat sistem ekonomi dan politik yang korup dan menjadikan sumber daya hutan hanya sebagai komoditas ekonomi dan politik semata. Kebijakan industri kehutanan yang dibangun juga cenderung hanya menguntungkan segelincir pemilik modal yang berkolusi dengan elit politik dan aparat pemerintahan yang korup. Pesatnya pembangunan industri pulp dan kertas yang tidak mempertimbangkan ketersediaan bahan baku dan kelestarian hutan telah mendorong peningkatan laju kerusakan hutan melalui kegiatan konversi hutan alam (natural forest) dan aktivitas pembalakan liat (illegal logging). Bahkan kebijakan pemberian ijin konversi hutan alam untuk pembangunan HTI oleh Departemen Kehutanan tidak lebih merupakan bentuk penghancuran hutan alam oleh negara.

Propinsi Riau sebagai salah satu kawasan hutan alam terluas di Indonesia, saat ini mengalami proses deforestasi yang paling massif. Kehadiran industri pulp dan kertas semakin mempercepat pemusnahan hutan alam di kawasan tersebut. PT. Riau Andalan Pulp & Paper (RAPP) merupakan salah satu industri pulp & paper terbesar yang melakukan deforestasi hutan alam di Riau. RAPP (Riaupulp/ Riaufiber) merupakan anak perusahaan APRIL Group (Asia Pacific Resources International Holding Limited) yang memproduksi serat (fiber), bubur kertas (pulp)
dan kertas (paper) dan merupakan bagian dari Raja Garuda Mas International (RGMI) milik taipan Sukanto Tanoto (Tan Kaung Ho).

RAPP memiliki areal konsesi seluas 326.340 hektar yang tersebar di 4 (empat) kabupaten yakni Kampar, Palalawan, Siak dan Kuantan Singingi. Selain itu RAPP juga memiliki areal HTI (Hutan Tanaman Industri) Kemitraan seluas 379.213 hektar dan Hutan Tanaman Rakyat (HTR) seluas
39.786 hektar, sehingga total luas areal mencapai 745.339 hektar.

RAPP merupakan salah satu industri pulp terbesar di dunia dengan kapasitas industri 2 juta ton/tahun dan kebutuhan bahan baku kayu mencapai 9 juta m3/tahun. Sementara, pasokan bahan baku kayu serpih dari hutan tanaman (HTI) hanya mampu memenuhi sekitar 45% dari seluruh kebutuhan bahan baku RAPP.

Dengan kapasitas produksi dan kebutuhan bahan baku kayu yang sangat besar dan keterbatasan bahan baku, RAPP berusaha memenuhi kebutuhan bahan bakunya dari berbagai sumber, termasuk bahan baku dari hasil konversi hutan alam dan penebangan yang merusak hutan (illegal logging). Terbongkarnya kasus illegal logging yang melibatkan RAPP, Gubernur Riau, dan Bupati Palalawan membuktikan bahwa telah terjadi persekongkolan antara aparat pemerintahan, elit politik dan RAPP untuk menghancurkan hutan alam Riau secara sistematis. Ironisnya, penghancuran hutan alam ini didukung oleh kebijakan konversi hutan alam untuk HTI oleh Departemen Kehutanan.

RAPP dan aparat pemerintahan korup, bukan hanya telah merusak ekosistem hutan alam, tetapi juga telah merampas lahan-lahan milik masyarakat adat atas nama pembangunan. Pers dan media massa sebagai salah satu ujung tombak pemberantasan illegal logging yang seharusnya didukung dan dilindungi, dalam kenyataanya tengah mengalami pengekangan oleh aparat penegak hukum yang bersekongkol dengan perusahaan atas alasan pencemaran nama baik.

Atas dasar fakta-fakta tersebut di atas, ILLEGAL LOGGING WATCH (ILW) mengajak kepada segenap komponen masyarakat, aparat penegak hukum, organisasi masyarakat sipil, dan berbagai stakeholder yang memiliki komitmen penyelamatan hutan alam di Indonesia untuk :
1. Melakukan pemberantasan illegal logging secara TEGAS dan TANPA TEBANG PILIH terhadap semua pelaku illegal logging
2. Mendukung KPK dan aparat kepolisian untuk menangkap dan mengadili Mantan Gubernur Riau, Rusli Zainal dan para Bupati yang terlibat kasus illegal logging di Riau.
3. Menuntut kepada departemen terkait untuk mencabut izin usaha dan izin konsesi PT. Riau Andalan Pulp & Paper (RAPP) yang terbukti melakukan kegiatan illegal logging di Riau.
4. Menuntut kepada Komisi Yudisial untuk memeriksa hakim dan jaksa yang diduga menerima suap/gratifikasi dari RAPP.
5. Mengajak masyarakat untuk memantau praktek-praktek illegal logging serta melaporkan kepada aparat penegak hukum, media massa dan pihak terkait lainnya


BERSIHKAN HUTAN KITA DARI PRAKTEK ILLEGAL LOGGING !!!
Jakarta, 8 Juli 2008

ILLEGAL LOGGING WATCH
Koordinator


Diddy Kurniawan
HP. 0817135156
Read more...

7.15.2008

Bupati Azmun Nikmati Rp12,367 Miliar dari RAPP

Sidang Korupsi Pelalawan:
[20/6/08]
Atas izin yang diterbitkan, Azmun memperoleh keuntungan sebesar Rp12,367 miliar dari perusahaan-perusahaan yang diambilalih RAPP dan kerja sama operasional dengan RAPP.

Sudah berkali-kali terungkap di persidangan kasus pembalakan liar berkedok pemberian izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu (IUPHHK) – hutan tanaman bahwa izin yang ditelurkan Bupati Pelalawan Tengku Azmun Jafaar itu sengaja diterbitkan untuk menyuplai bahan baku PT Riau Andalan Pupl and Paper (RAPP).

Dalam persidangan lanjutan, Jumat (20/6), kali ini terungkap keuntungan Azmun – terdakwa dalam kasus ini – atas izin yang diterbitkan. Dari kesaksian Budi Surlani, Koordinator Petugas Pemeriksa Kayu Bulat (P3KB) di RAPP, Azmun menikmati keuntungan sebesar Rp12,367 miliar dari RAPP.

Nilai keuntungan itu dia peroleh dari pengambilalihan (take over) perusahaan fiktif yang dibentuk Azmun kepada PT Persada Karya Sejati (PKS), anak perusahaan RAPP. Perusahaan itu adalah CV Bhakti Praja Mulia, PT Selaras Abadi Utama, CV Tuah Negeri, CV Mutiara Lestari, CV Alam Lestari, CV Alam Lestari dan CV Putri Lindung Bulan.

Azmun memerintahkan Budi untuk membentuk perusahaan atau meminjam bendera perusahaan untuk diberikan IUPHHKHT. “Kalau perusahaan sudah jadi, tawarkan saja ke RAPP,” kata Budi menirukan perintah Azmun.

Sesuai perintah Azmun, Budi kemudian mendirikan tiga perusahaan, yaitu Putri Lindung Bulan, Tuah Negeri dan Alam Lestari. Pengurus dari perusahaan tersebut adalah kroni Azmun sendiri. Direktur Putri Lindung Bulan, misalnya, dijabat M. Faisal yang merupakan ajudan Azmun. Komisarisnya adalah putri tertua Azmun.

Selain keenam perusahaan itu, Budi meminjam PT Madukoro dan CV Harapan Jaya dari Margaretha. Margaretha adalah komisaris dua perusahaan itu. Dua perusahaan ini kemudian bermitra dengan PT PKS dalam bentuk kerja sama operasional (KSO).

Pengambilalihan dan kerja sama operasional itu dituangkan dalam akta notaris Thaib Armain. Budi menerangkan Azmunlah yang memerintahnya untuk menemui notaris tersebut untuk membuat akta itu.

Keperluan pribadi
Dari keuntungan sebesar Rp12,367 miliar, Azmun menikmati hasil kerjasama kehutanan sebesar Rp9,56 miliar untuk keperluan pribadi. Sisanya untuk keperluan operasional perusahaan bentukan Azmun.

Menurut Budi Surlani, uang sebanyak Rp9,56 miliar itu antara lain berasal dari kejasama operasional antara PT Madukoro dengan RAPP sebesar Rp3,04 miliar. Kemudian dari hasil pengambilalihan CV Alam Lestari oleh RAPP sebesar Rp571 juta, cek dari RAPP Rp2 miliar, serta cek dari RAPP yang diberikan oleh Rosman Rp2,5 miliar.

Selain itu, ada tambahan embatan dari hasil kerjasama operasional PT Triomas FDI dengan RAPP sebesar Rp250 juta. Direktur Triomas Supendi menandatangani kerjasama operasional dengan Rosman, General Manager Forestry RAPP.

Pengelolaan uang
Budi mengaku, dirinya dipercaya untuk mengelola sejumlah perusahaan bentukan

Azmun. Dirinya juga sering disuruh Azmun untuk menyetor atau mencairkan uang hasil kerjasama kehutanan untuk keperluan Azmun.

Berdasarkan catatan Budi, uang antara lain digunakan untuk keperluan pencalonan Azmun sebagai Bupati Pelalawan untuk kedua kalinya. Untuk hajat itu, Azmun menghabiskan dana ratusan juta rupiah. Uang itu antara lain digunakan untuk biaya pengadaan dan sablon kaos, rental mobil, pengadaan logistik Pilkada, dan pembelian sajadah.

Selain itu, uang tersebut digunakan untuk keperluan pribadi Azmun, seperti menjahit baju Azmun sebesar Rp5 juta, biaya keanggotaan klub golf Azmun dan rekannya sebesar Rp50 juta.

Azmun juga menggunakan uang Rp100 juta untuk pertemuan dengan beberapa pengurus Partai Amanat Nasional (PAN) dan sejumlah kepala desa. Azmun juga menggunakan uang Rp250 juta untuk keperluan Partai Golkar.

Menanggapi kesaksian Budi, Azmun Jaafar akan meminta jasa auditor untuk menguji kebenaran pengakuan Budi, terutama untuk uang yang diduga mengalir kepadanya. "Hasilnya akan saya sampaikan pada sidang berikutnya," kata Azmun.
Read more...

Bupati Pelalawan Relakan Rp6 Miliar Untuk Serobot Lahan 'Orang'

27/6/08]
Rencana pengalihan lahan terhambat, Bupati Pelalawan ikut turun tangan agar proses IUPHHKHT empat perusahaan fiktif miliknya cepat beres.

Bupati Pelalawan Tengku Azmun Jafaar turun tangan melobi PT Yos Raya Timber (YRT) demi pengalihan lahan perusahaan tersebut ke empat perusahaan fiktif miliknya. Keempat perusahaan itu adalah CV Bhakti Praja Mulia, CV Harapan Jaya, CV Alam Lestari dan PT Madukoro. Pengalihan lahan itu diperlukan lantaran areal lahan yang dimohonkan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman (IUPHHKHT) keempat perusahaan tadi tumpang tindih dengan wilayah Hak Pengusahaan Hutan (HPH) YRT.

"Kalau rumah sudah lama ditinggal diambil orang, apalagi lahan. Kalau ada permasalahan agar diselesaikan dengan orang saya, Hambali dan Budi Surlani," begitu kata Azmun kepada Inge Candra, tenaga teknis kehutanan YRT. Keterangan itu terungkap dari kesaksian Inge dalam persidangan lanjutan Azmun di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jum'at (27/6).

Inge menerangkan sebelumnya Komisaris YRT keberatan atas rencana pengalihan lahan itu. Keberatan dituangkan dalam surat keberatan yang ditujukan ke Departemen Kehutanan (Dephut).

Hambali dan Budi Surlani -staff di Dinas Kehutanan Pelalawan- melakukan mediasi dengan Inge agar YRT 'mendukung' tindakan Azmun. Kepada Inge kedua orang kepercayaan Azmun itu mengatakan surat keberatan tersebut menjadi kendala Surat Keterangan (SK) definitif IUPHHKHT yang sedang diposes di Dephut. "Empat unit usaha itu ada kemitraan dengan Bupati," tegas Hambali kepada Inge.

Di lahan seluas 29.100 hektar itu, kata Inge, rencananya digunakan untuk kepentingan masyarakat. Hasilnya dari pengelolaan lahan itu, untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pelalawan. Mereka, sambung Inge, juga menawarkan uang Rp6 miliar sebagai kompensasi pengalihan lahan.

Dengan alasan ini YRT mengeluarkan surat tidak keberatan kepada Dephut. Lagipula YRT perlu surat rekomendasi dari Azmun untuk perpanjangan izin menggunakan sisa areal lahan HPH yang tidak aktif sejak 2003. "Kalau sudah ada izin dari Dephut kami tidak keberatan," ujar Inge.
Kenyataannya berbeda. Seperti terungkap di persidangan, Azmun sengaja menerbitkan IUPHHKHT untuk empat perusahaannya. Tujuannya untuk diafiliasikan dengan PT Persada Kaya Sejati (PKS), anak perusahaan PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP). Dari hasil penebangan kayu perusahaan yang telah diambli alih, hasilnya digunakan untuk mensuplai bahan baku ke RAPP.

Meski demikian, YRT tetap menerima pembayaran pengalihan lahan. "Tapi realisasinya hanya menerima sekitar Rp3 miliar," ujar Inge. Uang itu diterima FX Sudibyo, Komisaris YRT. Tidak penuhnya pembayaran pengalihan lahan itu lantaran anak perusahaan YRT, PT Kampari Woods, punya utang terhadap Budi Susanto -orang yang namanya dipinjam untuk membuka rekening untuk menampung uang Azmun hasil fee pengambialihan perusahaan.

"Apa dasar hukum perusahaan saudara menerima uang Rp6 miliar, apakah karena hak negara untuk menerima kompensasi?" tanya Hakim Anggota Andi Bachtiar.

"Saya tidak tahu dasar hukumnya," jawab Inge. Ia menuturkan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) perusahaan tidak mengatur hal itu. Bahkan tidak ada aturan yang melarang lahan YRT dialihkan kepada pihak lain, jika perusahaan itu stagnan.

"Kalau perusahaan Saudara tidak memegang HPH tidak mungkin dikasih kompensasi Rp6 miliar," tandas Andi Bachtiar yang menjabat hakim ad hoc itu.

Menanggapi kesaksian Inge, Azmun menyatakan pertemuannya dengan Inge bukan membicarakan soal pengalihan lahan. "Hanya silaturahmi," tandasnya. Tapi, ia mengaku tahu YRT memiliki areal namun dirambah oleh pembalak liar.
Read more...

Perusahaan Fiktif Diafiliasikan dengan Perusahaan Besar

Kasus Bupati Pelalawan:
[15/6/08]
Menelurkan IUHPPKHT untuk dua perusahaan fiktif, Bupati Pelalawan kecipratan uang Rp1,5 miliar. Perusahaan itu sengaja diafiliasikan agar bisa mensuplai bahan baku ke RAPP.

“Coba kamu urus HTI (izin Hutan Tanaman Industri –red). Kan sudah satu, PT Madukoro. Bikin satu lagi sama-sama diajukan izinnya, banyak keperluan nih, cari perusahaan,”. Begitulah perintah Tengku Azmun Jafaar kepada Hambali, staf Kantor Dinas Kehutanan (Kadishut) Pelalawan. Niatnya, sesuai yang terungkap di persidangan, perusahaan itu akan diafiliasikan dengan PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) setelah Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman (IUPHHK-HT) terbit.

Perintah Tengku Azmun Jaafar itu terungkap dari kesaksian Hambali pada persidangan lanjutan dengan terdakwa Azmun yang digelar di Pengadilan Tipikor, Jumat (13/6). Azmun menunjuk areal hutan milik PT Yos Timber sebagai objek IUPHHK-HT. “Bupati sudah menunjuk arealnya,” terang Hambali.

Memenuhi perintah Bupati Azmun, Hambali lalu mencari perusahaan untuk dijadikan boneka. Setelah dicari-cari, akhirnya ketemu CV Harapan Jaya. Perusahaan ini adalah milik Rusli, adik ipar Hambali, yang sejak didirikan tahun 1999, tapi tidak lagi beroperasi. Rupanya, Rusli pun tidak keberatan bila perusahaannya dijadikan bendera untuk mengajukan permohonan IUPHHK-HT.

Saat permohonan diajukan, Azmun memberikan disposisi kepada Bambang Pudji Suroto, mantan Kepala Dinas Kehutanan Pelalawan tahun 2001-2003 agar memproses permohonan izin tersebut.

Setelah mendapatkan izin itu, Hambali bersama Budi Surlani, Koordinator Petugas Pemeriksa Kayu Bulat (P3KB) di RAPP, menemui Rosman, General Manager Forestry RAPP. Budi Surlani sendiri membawa bendera PT Madukoro. Hambali mengaku saat itu ia membahas soal perizinan. “Segera urus RKT (Rencana Kerja Tahunan,” ujar Rosman pada Hambali.

RKT itu berguna untuk rencana penebangan dan target produksi kayu. Permintaan RKT itu, kata Hambali, terkait dengan pemenuhan kebutuhan bahan baku RAPP. Tanpa RKT, Rosman kemungkinan tidak mengambil dua perusahaan tersebut. Karena itu, Hambali dan Budi mengurus permohonan RKT yang ditujukan ke Kanwil Kehutanan Provinsi Riau. Izin tersebut diteken Gubernur Riau, Rusli Zaenal.

Selanjutnya Hambali, Budi Surlani, dan Rosman, mendatangi Thaib Raharjo guna menandatangani naskah kesepahaman (MoU) antara dua perusahaan tersebut dengan PT Persada Karya Sejati (PKS). Menurut Hambali, PKS terkait RAPP, sebab kantornya terletak di RAPP. Begitupula dengan pengurusnya yang juga orang RAPP.

Rosman lalu memberikan cek senilai Rp600 juta untuk diserahkan pada Kakanwil Kehutanan Provinsi Riau. Juga ada cek senilai Rp2,2 miliar untuk diserahkan pada bupati karena menjadikan dua perusahaan itu sebagai perusahaan sektor kehutanan. “Karena perusahaan itu bupati yang mengurus izinnya,” tukas Hambali.

Keduanya lalu mendesak Budi Susanto untuk membuka rekening karena mereka takut terkena masalah dengan menyimpan uang sebesar itu. Sekalipun pada awalnya menolak, akhirnya Budi Susanto menyetujui lalu membuka dua rekening di Bank Bumiputera.

Pada satu kesempatan, Budi Surlani dan Hambali mendatangi Azmun untuk menyerahkan cek senilai Rp1,5 miliar. Oleh Bupati Pelalawan itu, Budi Surlani diminta membawa cek tersebut.

Penasihat hukum Azmun, Hironimus Dani lalu mengatakan, “Berarti bupati tidak menyimpan uang itu.” Hambali membenarkan. Namun, setelah dicairkan Rp250 juta untuk kepentingan Budi Surlani, yang bersangkutan mencairkan Rp200 juta beberapa kali untuk kepentingan bupati.

Azmun Jaafar sendiri menolak kesaksian Hambali. Pasalnya, sejak 19 Juli 2001 dia meninggalkan Pelalawan untuk mengikuti kursus Lemhanas. Sebaliknya, Hambali menyatakan tetap pada kesaksiannya

Manajer Hubungan Masyarakat PT RAPP Troy Pantouw enggan mengomentari tuduhan afialiasi perusahaan bentukan bupati Azmun dengan RAPP. “Kami sebaiknya tidak memberikan opini atas persidangan dari Pak Azmun yang sedang berjalan cukup jauh itu”.

Meskipun demikian, kata Troy, RAPP tetap menghormati proses hukum yang tengah berjalan di Pengadilan Tipikor. Pihaknya menunggu hasil persidangan nanti. Apapun hasilnya, RAPP akan tetap berkomitmen menghormati hukum. “Ria Pulp sendiri tetap berkomitmen menjalankan operasional berdasarkan asas legalitas berdasarkan peraturan dan perundangan yang berlaku serta kuat berkomitmen dalam segi ekonomi, sosial, dan lingkungan seoptimalnya,” ujarnya.
Read more...

Azmun Bentuk Perusahaan Fiktif

[6/6/08]
Meski tidak memenuhi syarat, namun empat perusahaan milik Tengku Azmun Jafaar, Bupati Pelalawan, tetap diberikan izin untuk “membabat” hutan. Keempat perusahaan itu, juga tidak membayar iuran usaha pemanfaatan hutan sebagai syarat wajib mendapatkan izin tersebut.

Persidangan lanjutan kasus pembalakan liar berkedok pemberian Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Hutan Tanaman (IUPHHKHT) di Kabupaten Pelalawan Provinsi Riau, hari Jumat (6/6), kembali menguak ketidakberesan. Masih seputar proses penerbitan izin, kali ini di persidangan terungkap bahwa izin yang dikeluarkan secara illegal tersebut, diberikan kepada empat perusahaan milik Tengku Azmun Jafaar, Bupati Pelalawan yang juga terdakwa dalam kasus ini.

Hal itu dikatakan Tengku Zuhelmi, Kepala Dinas Kehutanan Pelalawan 2002-2003 saat bersaksi dalam persidangan Azmun. Zuhelmi yang masih kerabat Azmun menerangkan, dirinya telah memberikan pertimbangan teknis kepada empat perusahaan Azmun yang mengajukan IUPHHKHT. Keempat perusahaan itu adalah CV Bhakti Praja Mulia, CV Tuah Negeri, CV Putri Lindung Bulan dan PT Triomas FDI.

Menurut Zuhelmi, perusahaan tersebut tidak memenuhi syarat untuk mendapat IUPHHKHT. Sebab keempatnya tidak mengajukan proposal yang menggambarkan kemampuan teknis dan keuangan perusahaan. Mereka tidak pula membayar iuran usaha pemanfaatan hutan. Padahal iuran itu merupakan syarat wajib guna mendapatkan izin untuk membabat hutan.

"Apakah dengan tidak dibayarnya iuran, bisa diartikan perusahaan tidak memiliki kemampuan finansial?" tanya Hakim Masrurdin Chaniago. "Kami hanya menganggap itu sebagai keterlambatan saja," bantah Zuhelmi.

Azmun, kata Zuhelmi, memberikan perintah kepada kepala dinas agar memudahkan proses pengajuan IUPHHKHT. Salah satunya dengan memberikan kelonggaran dalam membayar iuran usaha pemanfaatan hutan. Karena itu Zuhelmi mengabaikan syarat wajib tersebut. "Apakah karena perusahaan itu miliki kerabat saudara?" tanya hakim I Made Hendra. "Tidak," jawab Zuhelmi.

Permohonan izin itu diajukan oleh Budi Surlani. Menurut Azmun, Budi adalah Koordinator Petugas Pemeriksa Kayu Bulat (P3KB) di PT Riau Andalan Pulp And Paper (RAPP). Namun, Zuhelmi percaya bahwa empat perusahaan tersebut milik Azmun, meski tidak ada nama Azmun dalam akta perusahaan tersebut.

Dalam surat dakwaan Jaksa disebutkan, CV Bhakti Praja Mulia milik Tengku Lukman Jafaar, kakak dari Azmun. Dua lainnya, CV Tuah Negeri dan CV Putri Lindung Bulan milik M. Faisal ajudan Azmun. Hal itu dibenarkan oleh Zuhelmi.

Hakim Masrurdin Chaniago keheranan tatkala mendengar ada dua perusahaan yang dimiliki oleh ajudan Azmun. "Apakah layak ajudan bupati menjadi investor,?" tanyanya. Zuhelmi tidak segera menjawab. Ia terdiam sesaat. Setelah didesak, ia baru menjawab, "Tidak pak."

Masih Hutan Alam

Disamping masalah itu, ternyata, areal hutan yang dimohonkan untuk dibabat masih hutan alam. Artinya, izin itu bukan untuk objek IUPHHKHT. Hal itu diungkapkan Amiruz Fairus, Pegawai Dinas Kehutanan yang melakukan survei areal hutan yang dimohonkan. "Lahannya masih berhutan," katanya. Yang dimaksud berhutan adalah hutan alam.

Apalagi di atas areal tersebut, sudah ada Hak Pengusahaan Hutan (HPH) milik perusahaan lain. Berdasarkan Kepmenhut No 10.1/Kpts-II/2000 tanggal 6 November 2000 tentang Pedoman Pemberian IUPHHKHT, pemberian izin tidak boleh tumpang tindih. Zuhelmi berdalih perusahaan yang memiliki HPH tersebut tidak keberatan. Pernyataan ketidakberatan itu, menurutnya, dituangkan dalam akta notaris. Hanya ia mengakui HPH tidak boleh dipindahtangankan ke perusahaan lain.

Ia malah melempar kesalahan itu pada Menteri Kehutanan, MS Kaban. "Kalau tidak boleh, Menteri Kehutanan bisa membatalkan IUPHHKHT yang tumpang tindih," kata Zuhelmi. Nyatanya, hingga kini izin terhadap empat perusahaan itu tidak pernah dibatalkan dan sudah diverifikasi oleh Menteri Kehutanan.

Supaya Terafiliasi RAPP

Dalam dakwaan disebutkan, Azmun sengaja membentuk perusahaan fiktif untuk mendapatkan IUPHHKHT. Ia berniat akan menawarkan perusahaan-perusahaan itu agar diambil alih oleh RAPP melalui Rosman, General Manager Forestry RAPP. Azmun lalu mengerahkan kroni-kroninya dengan membuat enam perusahaan fiktif agar terafiliasi dengan RAPP, diantaranya empat perusahaan tadi.

Selain itu, Azmun juga membentuk CV Mutiara Lestari. Perusahaan itu dirancang oleh Anwir Yamadi, yang dikenal sebagai orang RAPP. Hal itu diutarakan oleh Hari Purwanto, staff Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapelda-Da). Bahkan, kata Hari, nama istrinya Media Afiani, dicatut sebagai komisaris di perusahaan tersebut. Padahal istrinya tidak memasukan modal dan mendapat imbalan dari perusahaan tersebut. Hanya, Hari mengaku Anwir pernah meminjam KTP istrinya, tanpa sepengetahuan istrinya. Namun tidak dijelaskan peruntukannya. Hari sendiri tidak terlalu menghiraukan hal itu.
Read more...

Izin Itu Diberikan Untuk RAPP

Korupsi Bupati Pelalawan:
[29/5/08]
IUPHHK hutan tanaman yang dikeluarkan Bupati Pelalawan Tengku Azmun Jafaar diduga sengaja diterbitkan untuk menyuplai bahan baku RAPP. Terungkap juga surat rekomendasi dari Azmun untuk meloloskan tiga perusahaan yang terafiliasi dengan RAPP.

Setelah eksepsi Tengku Azmun Jafaar kandas, persidangan kasus pembalakan liar berkedok pemberian izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu (IUPHHK) di Kabupaten Pelalawan Provinsi Riau kembali digelar di Pengadilan Tipikor, Kamis (29/5). Kali ini jaksa menghadirkan Bambang Pudji Suroto, mantan Kepala Dinas Kehutanan Pelalawan tahun 2001-2003 sebagai saksi.

Bambang memang berperan dalam penerbitan IUPHHK hutan tanaman. Izin yang ditelurkan Azmun selaku Bupati Pelalawan berawal dari pertimbangan teknis buatan Bambang. Pertimbangan itu berdasarkan survei areal hutan yang dimohonkan oleh perusahaan peminat IUPHHK hutan tanaman.

Dalam persidangan yang diketuai Kresna Menon, Bambang menerangkan dasar hukum pengeluaran IUPHHK hutan tanaman. Izin tersebut terbit, katanya, mengacu pada Kepmenhut No. 10.1/Kpts-II/2000 tanggal 6 Nopember 2000 tentang Pedoman Pemberian IUPHHK Hutan Tanaman, Kepmenhut No. 21/Kpts-II/2001 tanggal 31 Januari 2001 tentang Kriteria dan Standar IUPHHK Hutan Produksi, dan Kepmenhut No. 200/1994.

Peraturan yang disebut terakhir, sebenarnya tidak memuat tata cara permohonan IUPHHK hutan tanaman. Menurut Riyono, salah seorang jaksa yang menangani kasus tersebut, Kepmenhut No. 200/1994 mengatur tentang rebosisasi hutan. Faktanya, hutan di Provinsi Riau terus dibabat hingga nyaris gundul.

Dasar lain yang digunakan kala itu oleh Bambang dalam mengeluarkan izin adalah peraturan teknis Kepmenhut No. 162/2003. Beleid ini mengatur percepatan pembangunan hutan tanaman untuk pemenuhan bahan baku industri pulp dan kertas.

Kemudian, kebijakan nasional Menteri Kehutanan MS Kaban menambah pede Bambang untuk menelurkan pertimbangan teknis. Kebijakan itu isinya meminta setiap daerah untuk mengembangkan potensi daerah masing-masing. Nah, karena potensi Kabupaten Pelalawan adalah hutan, maka kekayaan hutan yang ada di kabupaten tersebut harus mendukung perusahaan yang berdomisili di sana. Sesuai dengan yang terungkap di persidangan, perusahaan dimaksud adalah PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP).

Di sinilah mulai terang posisi kasusnya. Ternyata, IUPHHK hutan tanaman sengaja ditelurkan untuk mensuplai kayu ke RAPP. "Karena pabrik RAPP membutuhkan bahan baku. Sementara sebagai daerah baru, Pelalawan membutuhkan investor. Itu yang diangkat," tutur Bambang.

Mantan pejabat dinas kehutanan di daerah ini mengaku, dari 15 perusahaan yang mengajukan permohonan, ada tiga perusahaan yang terafiliasi dengan RAPP, perusahaan bubur kertas terbesar di Indonesia, yang merupakan anak perusahaan Asian Agri milik konglomerat Sukanto Tanoto -orang terkaya nomor dua di Indonesia versi Majalah Forbes. Tiga perusahaan itu adalah PT Madukoro, CV Harapan Jaya dan PT Alam Lestari.

Azmun bahkan memberikan surat katebelece untuk meloloskan tiga perusahaan tersebut. Surat rekomendasi dari Azmun diantar oleh Budi Surlani dan Hambali (keduanya pegawai bidang kehutanan) kepada Bambang. Azmun memberikan disposisi agar tiga perusahaan tadi segera diproses, untuk diberikan pertimbangan teknis.

Menurut Bambang, tiga perusahaan itu sebenarnya tidak memenuhi syarat administratif saat mengajukan permohonan. Ketiganya tidak memiliki akta pendirian perusahaan dan proyek proposal. Padahal proposal itu keberadaannya sangat penting guna menggambarkan kondisi kemampuan teknis dan keuangan perusahaan. Sedangkan, gambaran kondisi perusahaan itu untuk mengukur komitmen perusahaan untuk menanam kembali hutan yang telah dibabat.

Perusahaan Boneka

Setelah diselidiki, ternyata CV Harapan Jaya merupakan salah satu perusahaan boneka yang sengaja dibuat Azmun untuk dijual kepada RAPP. "Apakah PNS dibolehkan memiliki perusahaan pengelolaan hutan?" tanya hakim Anggota Masrurdin Chaniago kepada Bambang. Bambang cuma menjawab, "Tidak ada aturan khusus soal itu. PNS hanya membantu menguruskan," terangnya.

Bambang juga menapik pertanyaan Hakim Duduh Duswara. Duduh mempertanyakan keterkaitan rekomendasi yang dikeluarkan Bambang kepada tiga perusahaan tersebut atas permintaan Bupati Pelalawan sebagai atasannya. Dia menjelaskan, rekomendasi keluar karena ada hasil kajian dari tim teknis. Padahal, hingga IUPHHK hutan tanaman diterbitkan, ketiga perusahaan itu tidak menyertai akta pendirian dan proyek proposal yang menjadi syarat wajib permohonan IUPHHK hutan tanaman.

Azmun, saat dimintai tanggapan atas keterangan saksi, tidak memberikan komentar soal fakta yang terungkap di persidangan. Persidangan akan dilanjutkan Jumat (5/6) dengan agenda pemeriksaan saksi Tengky Zuhelmi, Hambali dan Hari Purwanto.
Read more...

Pengadilan Tipikor Berwenang Mengadili Bupati Pelalawan

Majelis Hakim menyatakan kasus pembalakan liar yang beririsan dengan tindak pidana korupsi bisa disidang di Pengadilan Tipikor.

Nota keberatan Tengku Azmun Jaafar kandas. Langkah Bupati Pelalawan, Provinsi Riau, untuk lolos dari jeratan Jaksa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) untuk sementara terganjal. Seluruh dalil eksepsi yang diajukan dua pekan lalu ditolak Majelis Hakim pengadilan yang khusus menangani kejahatan korupsi tersebut.

Dalam putusan sela yang dibacakan Jumat (23/5), nota keberatan Azmun dalam kasus korupsi pemberian izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (UPHHK) Hutan Tanaman, dinyatakan tidak cukup beralasan secara hukum. Untuk itu, perkara dengan kerugian negara tertinggi sepanjang sejarah Pengadilan Tipikor ini, tetap akan disidangkan.

[24/5/08]

Majelis Hakim yang diketuai Kresna Menon berpendapat, dakwaan Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sah menjadi dasar pemeriksaan perkara yang merugikan negara Rp1,208 triliun itu. Surat dakwaan yang disusun Tim Jaksa yang terdiri dari: M. Rum, Riyono, Siswanto dan Andi Suharlis, dinilai memenuhi syarat formil dan materiil sebuah dakwaan yang diatur Pasal 143 KUHAP.

Sementara, dalil eksepsi Tim Penasehat Hukum Azmun yang menyatakan Pengadilan Tipikor tidak berwenang memeriksa dan mengadili perkara tindak pidana kehutanan, dinilai telah masuk materi pokok perkara.

Dalam dakwaan Jaksa disebutkan, Azmun diduga melakukan pembalakan liar berkedok pemberian izin UPHHK Hutan Tanaman kepada 15 perusahaan. Beberapa perusahaan yang diberikan izin tersebut, ternyata terafiliasi dengan PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP), perusahaan bubur kertas milik konglomerat Sukanto Tanoto.

Hieronimud Dani, salah satu anggota Tim Penasehat Hukum Azmun mengatakan, perbuatan kliennya diatur dalam Undang-Undang (UU) khusus, yakni UU No 41/1999 tentang Kehutanan. Sementara dakwaan Jaksa adalah perkara korupsi yang masuk ranah tindak pidana umum. "Kalau ada dua UU yang berlaku dalam satu kasus, maka yang berlaku UU yang bersifat khusus," ujar advokat dari Kantor Hukum Amir Syamsudin ini, saat membacakan eksepsi, dua pekan lalu.

Kresna Menon menegaskan, eksepsi itu tidak beralasan secara hukum. Pasalnya, Jaksa mendakwa pria berusia 49 tahun itu dengan beleid perbuatan melawan hukum atau menyalahgunakan kewenangan. Dalam hal ini menerbitkan izin UPHHK Hutan Tanaman. Kedua perbuatan tersebut dilarang UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20/2001.

Sebelumnya Jaksa menduga, izin yang diterbitkan terdakwa merupakan alat untuk melakukan korupsi. Karena itu, Majelis menilai, hal itu harus dibuktikan di persidangan guna melihat ada tidaknya unsur kerugian negara.

Pada bagian lain pertimbangan, Majelis menolak alasan eksepsi yang menyatakan izin yang diterbitkan Azmun kepada 15 perusahaan adalah produk keputusan pejabat Tata Usaha Negara. Majelis menyatakan, untuk mengungkap kasus ini, maka harus melihat unsur pidana dalam penerbitan izin UPHKK.

Dalam dakwaannya Jaksa menceritakan, 15 perusahaan yang diberi izinnya sebenarnya tidak memiliki kualifikasi untuk mengajukan permohonan izin UPHHK Hutan Tanaman. Sebab perusahaan tersebut tidak memilliki kemampuan keuangan dan tenaga teknis di bidang kehutanan. Lahan hutan yang dimohonkan juga tidak memenuhi syarat. Ditambah lagi perusahaan yang telah membabat hutan di kawasan Kepulauan Riau seluas 108.840 hektar itu, tidak membayar iuran izin tersebut. Namun, semua itu diabaikan Azmun. Dan ia tetap meloloskan izin untuk 15 perusahaan itu. Fakta tersebut, tegas Majelis, harus dibuktikan di muka persidangan.

Uraian penyertaan (delneming) dalam dakwaan Jaksa juga dinilai tepat oleh Majelis. Dalam dakwaan disebutkan, Azmun melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama dengan Bambang Pudji Suroto, Tengku Zuhelmi dan Edi Suriandi. Ketiganya adalah mantan dan Kepala Dinas Kehutanan Pelalawan. Dalam perkara ini, status mereka masih sebagai saksi.

Status saksi yang melekat pada ketiga orang itu memicu keberatan dari Penasihat Hukum Azirwan. Alasannya, dakwaan tidak menguraikan secara jelas peranan dari masing-masing saksi dalam melakukan tindak pidana. Seharusnya, Jaksa menguraikan peran masing-masing saksi tersebut. Misalnya, apakah ketiganya berperan sebagai orang yang membantu melakukan, turut serta melakukan atau sebagai pelaku (pleger). Jika ternyata mereka punya peran, Tim Penasehat Hukum Azmun meminta agar ketiga kepala dinas itu juga ditetapkan sebagai terdakwa.

Dalil itu langsung dibantah Majelis. Menurut Majelis, meski status ketiga kepala dinas itu masih saksi, hal itu tidak menyalahi maksud dan tujuan penggunaan Pasal 55 ayat (1) kesatu KUHP. Yang penting dalam dakwaan sudah disebutkan bahwa Azmun bertindak secara bersama-sama atau sendiri-sendiri dengan para saksi dalam melakukan tindak pidana.

Mengenai sejauhmana peran masing-masing saksi, masih harus dibuktikan di persidangan. Sementara soal peningkatan status saksi sebagai terdakwa, Majelis menganggap hal tersebut bukan kewenangan Majelis, melainkan ranah Jaksa Penuntut Umum (JPU). "Oleh karena eksepsi terdakwa tidak beralasan secara hukum dan dinyatakan tidak dapat diterima, maka surat dakwaan sah dijadikan dasar pemeriksaan pokok perkara," tegas Kresna Menon.

Menanggapi putusan sela Majelis Hakim, terdakwa yang bergelar sarjana hukum itu, hanya menganggukan kepala ketika hakim mengetukan palunya. Semantara Hieronimus Dhani, menyatakan akan mengajukan banding bersama dengan putusan pokok perkara. Dengan catatan, terdakwa mengajukan banding atas putusan pengadilan tingkat pertama. Rencananya, sidang selanjutnya akan digelar, Kamis (29/5), dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi yang diajukan JPU.
Read more...

6.25.2008

Perbankan mulai lirik sektor kehutanan

Edisi: 24-JUN-2008

JAKARTA:Kepercayaan perbankan terhadap sektor kehutanan dalam mengucurkan kredit mulai tumbuh dalam dua tahun terakhir, setelah sempat bermasalah pada masa pascakrisis moneter.

"Kalangan perbankan melihat industri sektor kehutanan saat ini mempunyai prospek cerah pada masa depan," ujar Ketua Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI), M.Masnyur kepada Bisnis, kemarin.

Dia mengakui kalangan perbankan sempat mengklaim industri kehutanan tidak disiplin dalam melunasi kreditnya.

"Pada saat terjadi krisis moneter, sebagian besar utang kalangan industri kehutanan tidak lancar, sehingga perbankan sulit memercayainya untuk kembali mengucurkan kredit," ungkap Mansyur.

Namun, dua tahun terakhir ini, lanjut Mansyur, kalangan perbankan mulai mengucurkan kredit bagi industri pulp dan kertas. Kredit itu umumnya dimanfaatkan 40% dari 80 anggota asosiasi pulp itu dan merupakan perusahaan berskala kecil dan menengah. "Mereka masih memanfaatkan kredit perbankan," ujarnya.

Perusahaan skala besar seperti PT Riau Andalan Pulp and Paper dan PT Indah Kiat Pulp and Paper menggunakan uang sendiri.

Sebelum krisis keuangan di Indonesia pada 1997, menurut Newsletter International NGO Forum on Indonesia Development edisi Oktober 2005, bank-bank lokal di Indonesia menyediakan lebih dari US$4 miliar dalam bentuk pinjaman untuk industri kayu di Indonesia.

Industri kayu juga menerima lebih dari US$7 miliar dalam bentuk pinjaman jangka pendek dan pendanaan jangka panjang dari lembaga keuangan internasional.

Sepuluh bank lokal teratas di Indonesia mendanai industri kayu. Bank itu termasuk beberapa bank pemerintah yang sekarang bergabung menjadi Bank Mandiri, Bank Danamon, Bank Umum Nasional (yang telah ditutup oleh pemerintah) dan Bank Internasional Indonesia. Lembaga internasional, Credit Suissee First Boston, ING Bank N.V. dan Credit Lyonnais dari Singapura juga mendanai ekspansi industri kayu.

Di samping lembaga itu, sampai 1999 empat bank dari Belanda-ABN-AMRO Bank, ING Bank, Rabobank and MeesPierson-mengembangkan perkebunan sawit 740.000 ha di Indonesia.

Willam Patinasrani dari Infid mengatakan industri perbankan di Indonesia belum layak mengucurkan kredit bagi sektor kehutanan berskala besar. "Industri pulp dan kertas membutuhkan lembaga keuangan besar berbentuk sindikasi," ujarnya.

Pesatnya pertumbuhan industri pulp dan kertas, menurut Willam, membutuhkan keuangan yang besar.

Namun, kondisi keuangan kalangan perbankan belum mampu memenuhi pertumbuhan itu.

Oleh Erwin Tambunan
Bisnis Indonesia
Read more...

Kehancuran Hutan Akibat Pembuatan HTI di Lahan Gambut
Kanalisasi

Bekas Kebakaran

 Kanalisasi Kanalisasi