Forest Watch Indonesia, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara, Global Forest Coalition dan Ikatan Cendekiawan Tanimbar Indonesia mengadakan pertemuan dengan tema 'Laju dan Penyebab Deforestasi dan Degradasi Hutan di Indonesia' (27-28 Oktober 2008). Dari pertemuan tersebut ditemuka bahwa tiga akar masalah dari deforestasi dan degradasi hutan di Indonesia.
Ketiga akar masalah tersebut antara lain; pertama, lemahnya perencanaan tata ruang wilayah dan sinkronisasi antar sektor maupun antar tingkat pemerintahan (Pusat, Daerah Tingkat I dan Daerah Tingkat II) mengakibatkan inkonsistensi kebijakan terkait dengan pengelolaan sumberdaya hutan. Kedua, lemahnya akomodasi dan perlindungan negara terhadap hak-hak masyarakat adat. Ketiga, lemahnya keakuratan, ketersediaan dan keterbukaan data dari para pihak yang memiliki kewenangan terhadap isu pengelolaan sumberdaya hutan.
Memang, terdapat beragam data yang menunjukkan rata-rata laju deforestasi di Indonesia dari tahun ke tahun. Forest Watch Indonesia, misalnya, mengungkapkan bahwa laju deforestasi pada periode 1989-2003 adalah 1,9 juta hektar. Sementara Badan Planologi Departemen Kehutanan membagi dalam tiga periode yaitu, 1985-1997 sebesar 1,87 juta hektar, 1997-2000 sebesar 2,83 juta hektar dan 1,08 juta hektar pada periode tahun 2000-2005. FAO mencatat laju deforestasi di Indonesia mencapai 1,87 juta hektar selama 2000-2005. Namun, jumlah berapapun angkanya, hal tersebut menunjukkan bahwa laju deforestasi dan degradasi di Indonesia sangat tinggi dari waktu ke waktu.
Pertemuan yang juga dihadiri oleh ornop lingkungan, Departemen Kehutanan, organisasi masyarakat adat, akademisi dan Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia itu mengungkapkan bahwa tingginya permintaan pasar global akan komoditi berbasis sumber daya alam dari alam Indonesia. Komoditas kayu, minyak sawit, pulp, tambang, dan kertas adalah primadona.
Sayangnya, menurut Wirendro Sumargo, Public Campaign And Policy Dialogue Coordinator Forest Watch Indonesia, hal tersebut ternyata mendorong sikap reaktif dan oportunis pemerintah untuk mengeluarkan banyak kebijakan sektoral yang semata-mata berorientasi pada peningkatan pendapatan, eksploitatif dan tidak berkelanjutan. Di sisi lain, perencanaan dan pengawasan atas pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya hutan oleh pemerintah tidak menunjukkan tanda-tanda perbaikan yang berarti. Misalnya sampai saat ini dari 120,35 juta hektar kawasan hutan yang ditetapkan oleh Departemen Kehutanan baru sekitar 12% yang dikukuhkan atau ditata batas (temu gelang).
Deforestasi dan degradasi hutan menyebabkan dampak lingkungan; antara lain hilangnya keanekaragaman hayati, bencana alam, dan hilangnya sumber-sumber penghidupan masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan hutan. Dalam konteks perubahan iklim global, kebakaran hutan dan lahan menjadikan Indonesia negara ke-3 penyumbang emisi CO2 terbesar di dunia. [pr!]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar