Bogor, 18/1 (ANTARA) - Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI) menilai imbauan koalisi LSM Riau untuk menimbang ulang proses sertifikasi PT RAPP Sektor Pelalawan seluas 75.640 hektar sebagai masukan positif.
"Seruan Koalisi LSM Riau yang disampaikan 15 Januari 2008 itu merupakan hal yang positif bagi terlaksananya proses sertifikasi yang transparan dan kredibel di Indonesia," kata Ketua Majelis Perwalian Anggota (MPA) LEI, Dr Ir Hariadi Kartodihardjo.Pernyataan itu disampaikan Hariadi di Bogor, Jumat, sebagai tanggapan resmi atas siaran pers koalisi LSM Riau yang tergabung dalam Jikalahari (Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau), yang dikeluarkan pada 15 Januari 2007 di Riau.
LEI merupakan lembaga independen akreditasi sertifikasi yang mengembangkan sistem pengelolaan hutan tanaman lestari (PHTL) di Indonesia
Jikalahari terdiri atas Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Riau, LSM Riau Mandiri, LSM Mitra Insani, Kelompok Advokasi Riau (KAR), LSM Kabut Riau, PPR (Partai Persyerikatan Rakyat) dan Perkumpulan Elang.
Susanto Kurniawan, Koordinator Jikalahari dalam pernyataan itu mengimbau LEI mempertimbangkan ulang proses sertifikasi PT RAPP Sektor Pelalawan (SK Menhut No. 356/KPTS-II/ 1997) seluas 75.640 hektar karena aspek legal kepastian lahan yang masih belum jelas.Areal Hutan Tanaman Industri (HTI) PT RAPP Sektor Pelalawan seluas 75.640 hektar telah disahkan secara definitif oleh Menteri Kehutanan berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 356/Menhut-II/ 2004. Jika sebelumnya luas areal HTI PT RAPP hanya 159.500 hektar, dengan Surat Keputusan ini menetapkan HTI PT RAPP adalah seluas 235.140 hektar.Koalisi LSM ini menilai bahwa kondisi itu sangat tidak memungkinkan untuk tetap melaksanakan proses sertifikasi, dan jika proses sertifikasi ekolabel tetap dilaksanakan melalui PT Mutu Agung Lestari (MAL), sama saja artinya membenarkan perbuatan ilegal yang dilakukan PT RAPP sektor Pelalawan sehingga kredibilitas LEI akan dipertanyakan.
Berdasarkan hal ini, maka Koalisi LSM Riau menghimbau agar LEI menghentikan proses serifikasi PT RAPP sektor Pelalawan terlebih dahulu untuk memastikan permasalahan perizinan dan status lahan dari area PT RAPP sektor Pelalawan (SK 356/KPTS-II/ 2004).
Menurut Hariadi, adanya proses sertifikasi justru membuka ruang publik untuk memantau kinerja pengelolaan hutan, dan seruan LSM Riau itu merupakan masukan bagi lembaga yang melakukan sertifikasi terhadap PT RAPP.Ia menjelaskan, PT RAPP sektor Pelalawan kini sedang menjalani penilaian tahap awal sertifikasi bertahap PTHL LEI yang dilakukan oleh Lembaga Sertifikasi yang terakreditasi oleh LEI yaitu PT Mutu Agung Lestari (MAL).Pada tahap ini Lembaga Sertifikasi melakukan survei awal dan konsultasi publik untuk mendapatkan informasi mengenai kondisi PT RAPP saat ini.Diakuinya bahwa persoalan PT RAPP sektor Pelalawan (SK Menhut No. 356/KPTS-II/ 2004) disebabkan juga antara lain ketidakpastian hukum yang berlaku.
"Sama dengan sistem sertifikasi FSC (Forest Stewardship Council) Prinsip No. 1, sistem LEI mengacu pada peraturan dan hukum yang berlaku namun di saat peraturan dan hukum yang berlaku tumpang tindih, sistem LEI dapat membuka ruang kesepakatan antara para pihak yang terkait untuk mewujudkan kepastian hukum, sehingga tidak cenderung memihak Pemda ataupun Departemen Kehutanan," kata pakar kehutanan dari Institut Pertanian Bogor (IPB) itu.
FSC didirikan oleh beragam perwakilan organisasi seperti organisasi lingkungan, kalangan pengusaha yang berkecimpung dalam perdagangan kayu, ahli profesional kehutanan, perhimpunan masyarakat tempatan dan lembaga-lembaga sertifikasi dari 25 negara pada tahun 1993.
FSC berperan sebagai lembaga akreditasi yang simbolnya juga digunakan sebagai label untuk menunjukkan bahwa suatu produk hasil hutan berasal dari areal yang telah dikelola dengan baik (well managed forest).
Sama halnya dengan FSC, Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI) yang pada tahun 1998 resmi berdiri sebagai yayasan, juga berperan sebagai lembaga akreditasi mulai tahun 2000.
Setelah sistem sertifikasi dikembangkan, langkah yang dilakukan LEI untuk memperoleh pengakuan di pasar internasional, adalah mengembangkan dan mempertahankan hubungan diantaranya dengan FSC, asosiasi-asosiasi perdagangan dan industri di negara-negara pengimpor dan Kelompok Pembeli Produk Kayu Bersertifikasi (Buyers Group of Certified Wood Products) yang disponsori oleh WWF di berbagai negara.
Usaha untuk memperoleh pengakuan internasional, terutama dalam kaitannya dengan FSC, telah menghasilkan penandatanganan sebuah Memorandum of Understanding antara LEI dan FSC pada tanggal 3 September 1999, di mana FSC menyetujui para lembaga sertifikasi yang diakreditasi oleh FSC yang beroperasi di Indonesia akan menggunakan standard sertifikasi hutan yang telah dikembangkan oleh LEI.
Periksa keabsahan izin
Sementara itu, Direktur Eksekutif LEI Taufiq Alimi melihat ada dua hal penting yang ingin disampaikan oleh Koalisi LSM Riau dan perlu mendapat perhatian serius oleh Lembaga Sertifikasi, yaitu adanya konversi terhadap lahan yang seharusnya dilindungi dan kegiatan konversi lahan walaupun izin definitifnya belum dikeluarkan oleh Departemen Kehutanan.
"Kami menyambut baik imbauan Jikalahari itu sebagai masukan. LEI sendiri berkeyakinan bahwa konversi lahan hutan tidak boleh dilakukan di kawasan yang seharusnya dilindungi, dan sekaligus telah meminta PT MAL agar memeriksa dengan seksama keberadaan dan keabsahan izin-izin yang menjadi landasan operasi PT RAPP," katanya.Dijelaskannya, suatu kawasan harus dilindungi antara lain karena berada pada ketinggian di atas 3000 meter (mdpl), memiliki kelerengan lebih dari 40 derajat, menjadi habitat satwa endemik, menjadi warisan budaya (misalnya menjadi kawasan hunian adat, atau dinyatakan sakral oleh komunitas adat), merupakan daerah aliran sungai, memiliki gambut dalam dan karena hal-hal lain yang karena kondisinya menjadi kawasan yang harus dilindungi.
Ia mengajak semua pihak yang berkepentingan terhadap pelaksanaan pemanfaatan yang adil dan lestari di Indonesia untuk memanfaatkan sertifikasi LEI.
"Bila ada pihak yang merasa bahwa unit manajemen sesungguhnya tidak pantas untuk mendapat sertifikat ekolabel LEI, maka LEI membuka ruang yang seluas-luasnya melalui tim yang diturunkan lembaga sertifikasi dan melalui observer LEI yang juga turun ke lapangan pada setiap proses sertifikasi. LEI itu milik semua konstituen, jadi semua pihak bisa dan harus memberikan masukan pada setiap proses sertifikasi, " katanya.
Sedangkan Manajer Akreditasi dan Sertifikasi LEI, Daru Asycarya menambahkan, dalam sertifikasi bertahap, suatu unit managemen kehutanan dinilai dalam beberapa tahapan penilaian.
"Sertifikat ekolabel hanya akan diberikan bila unit manajemen telah melewati seluruh tahapan penilaian, dan dinyatakan lulus pada penilaian akhir sertifikasi, " katanya.
Menurut dia, sebelum pernyataan lulus diberikan, hasil masing-masing tahap penilaian, kendati bisa dimanfaatkan dalam komunikasi bisnis, tidak membuktikan bahwa unit manajemen yang bersangkutan telah mengelola hutannya secara adil dan lestari.
"Untuk memastikan proses sertifikasi bertahap telah dilaksanakan dengan baik, kami telah mengirim observer untuk memantau jalannya proses sertifikasi, " katanya.
(T.A035 (T.A035/A/S022/ C/S022) 18-01-2008 10:54:52 NNNNCopyright © 2007 LKBN ANTARA
Read more...