JAKARTA: Dephut meluncurkan PP No 3/2008 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No 6/2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan yang a.l. mengizinkan IUPHHK pada HTI selama 60 tahun dari sebelumnya 100 tahun.
Namun, menurut Greenomic Indonesia, PP itu tidak dapat digunakan untuk memberi solusi jangka pendek dalam penanganan masalah dugaan pembalakan liar di HTI di Riau.
Dalam PP No 3 itu, ayat 1 pasal 53 misalnya, Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) pada hutan tanaman industri (HTI) dalam hutan tanaman pada hutan produksi dapat diberikan untuk jangka waktu 60 tahun dan dapat diperpanjang satu kali untuk jangka waktu selama 35 tahun.
Sementara itu, dalam PP 6/2007-yang direvisi oleh PP No.3/2008-jangka waktu IUPHHK pada HTI dalam hutan tanaman pada hutan produksi diberikan paling lama 100 tahun.
Ayat 2 IUPHHK pada HTI dalam hutan tanaman dievaluasi setiap lima tahun oleh menteri sebagai dasar kelangsungan izin. Ayat 3 IUPHHK pada HTI dalam hutan tanaman hanya diberikan sekali dan tidak dapat diperpanjang.
Sementara itu, pada ayat 2 PP 3/2008 IUPHHK pada HTI dalam hutan tanaman dievaluasi setiap lima tahun oleh menteri sebagai dasar kelangsungan izin. IUPHHK pada HTI dalam hutan tanaman hanya diberikan sekali dan dapat diperpanjang.
Vanda Mutia Dewi, Koordinator Nasional Greenomics Indonesia, menyatakan PP 3/ 2008 hanya mengatasi masalah jangka panjang pembangunan HTI, sehingga, revisi PP itu tidak dapat digunakan untuk memberi solusi jangka pendek dalam penanganan masalah dugaan pembalakan liar di HTI di Riau.
Aturan peralihan
"Sebab tidak ada pasal yang mengatur aturan peralihan terhadap izin-izin atau rencana kerja tahunan yang diberikan berdasarkan PP sebelumnya," ujar Vanda di Jakarta, kemarin.
Namun, kata Vanda, PP 3/2008 mempertegas kewenangan Menhut dalam hal pencadangan areal pembangunan HTI di areal hutan alam tidak produktif, sehingga PP tersebut secara eksplisit dapat mengatasi silang pendapat hukum tentang areal hutan alam tidak produktif yang layak untuk dijadikan areal penyiapan lahan HTI.
"Ini langkah pemerintah yang perlu diapresiasi untuk mengatasi masalah lahan HTI dalam jangka panjang," ujar Vanda.
Untuk jangka pendek, terutama dalam merespons masalah polemik hukum terkait dengan dugaan pembalakan liar di areal HTI yang izinnya secara sah diterbitkan oleh menhut, Greenomics tetap mengusulkan Dephut mengajukan uji materi kepada Mahkamah Agung. "PP 3/2008 pintu masuk strategis untuk dijadikan pertimbangan hukum karena PP itu turunan UU Kehutanan, yang merupakan payung hukum bidang kehutanan, termasuk bisnis kehutanan," jelasnya.
Vanda meminta Dephut membuat bahasa hukum yang terang dalam mengeluarkan peraturan dan keputusan menhut sebagai turunan PP 3/2008 itu agar tidak menimbulkan multitafsir oleh pihak lain. (martin.sihombing@bisnis.co.id)
http://www.greenomics.org/news%5CNews_20080220_bi.doc
Read more...
4.27.2008
Masa pemanfaatan kayu di HTI dipangkas
Download
Download Artikel
Kusnadi Wirasaputra dan Isal Wardana (Padi)
(Berkaca dari Kasus Gerakan Perlawanan Masyarakat Batak vs PT. Inti Indorayon Utama, di Porsea, Sumatera Utara) oleh Dimpos Manalu (KSPPM)
Kalsel)
pengembangan perkebunan dan HTI di Areal Rawa/Gambut) oleh Walhi Riau
Alsar (Jaringan Untuk Hutan)
Peta
Read more...
Regulasi
Regulasi
Artikel
Artikel
- Visi Bersama Untuk Perubahan Industri Pulp dan Kertas Indonesia
- Tujuh Perusahaan Investasi Pulp dan Kertas Rp 69 T
- Mentan: Setop pemberian izin pengolahan lahan gambut
- Kearifan Lokal Pengelolaan Hutan
- Indonesia Berpotensi Kuasai Pasar Kertas Dunia
- Hutan di Lansekap Bukit Tigapuluh Dibabat APP, Kehidupan Masyarakat Tradisional
dan Satwa liar Sumatera Terancam - Diskusi Pulp dan Kertas di Pekanbaru
- Siaran Pers NGO Riau
- LEI: IMBAUAN JIKALAHARI ATAS SERTIFIKASI PT RAPP MASUKAN POSITIF
- Investor Terkendala Hak Ulayat dan Birokrasi
- Kontroversi Perizinan HTI di provinsi Riau
- TOLAK LEI!!
- Industrialisasi
- International Paper Akan Bangun Pabrik Pulp Senilai $4 Miliar di Indonesia
- pulp,harga dan indikasi illegal logging
- Kadishut Akui Rekom HTI Tanpa Survei
4.23.2008
Kadishut Akui Rekom HTI Tanpa Survei
Itu memang kelemahan kami. Karena kami memang tak pernah melakukan survei ke lokasi akan dikeluarkannya izin HTI di enam desa tersebut,'' kata Zulkifli ditemui Riau Pos akhir pekan lalu. Zulkifli juga mengaku, sebelum mengeluarkan izin Menhut telah meminta rekomendasi dari Gubernur Riau dan Bupati Bengkalis selaku penguasa wilayah. ''Rekomendasi dari Gubri dan Bupati Bengkalis terhadap izin HTI itu memang ada. Sebab dengan rekomendasi itulah izin tersebut dikeluarkan,'' kata Zulkifli.
Ditanya kenapa Pemprov Riau dan Pemkab Bengkalis berani mengeluarkan rekomendasi sebelum melakukan survei ke lapangan tentang keadaan lapangan secara umum, apakah lahan memang tersedia untuk izin seluas 10.390 hektar tersebut di kawasan yang akan diberikan izin HTI? Zulkifli mengatakan, sebelum menyetujui rekomendasi memang Gubri bertanya ke Dishut Riau. Rekomendasi diberikan karena setelah melalui pembicaraan dengan Pemkab Bengkalis. ''Ternyata menurut Pemkab Bengkalis, kawasan tersebut aman untuk dikeluarkan rekomendasi. Atas alasan itulah makanya keluar rekomendasi dari Gubri,'' terang mantan Kepala Badan Pertanahan Nasional Provinsi Riau ini.
Alasan lain juga setelah melihat peta kawasan. Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Riau, kawasan Pulau Tebingtinggi tersebut masih memungkinkan untuk diberikan izin HTI mengingat kawasan tersebut di RTRWP Provinsi Riau masuk dalam kawasan hutan alam. ''Dalam peta tergambar itu hutan alam,'' sebutnya. Namun kenyataannya di lapangan, sebagian kawasan dari luas areal izin HTI yang diberikan masuk dalam kawasan perkebunan masyarakat, meliputi perkebunan sagu, karet dan kelapa. ''Kita memang tak tahu kondisinya di lapangan seperti itu. Seharusnya sebelum dikeluarkan izin ada survei. Selain itu juga harus ada sosialisasi ke masyarakat,'' sebutnya.(kaf
pulp,harga dan indikasi illegal logging
Keperkasaan nilai mata uang euro terhadap dolar AS mengakibatkan harga pulp dan kertas dunia naik. Peristiwa tersebut diprediksi akan berlangsung hingga akhir tahun ini. Ada dugaan melonjaknya harga pulp dan kertas seperti siklus. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi membawa konsumsi dan permintaan kertas tinggi. Ini saat industri kertas dan pulp banyak menjual, harga tinggi, dan untung besar.
Apalagi, pertumbuhan GDP (gross domestic brutto) ekonomi dunia pada 2007 menguat dan sebagai konsekuensi, konsumsi kertas di Eropa naik dengan rata-rata 2%-3%. Namun, ada pihak yang juga mengatakan kondisi tersebut tidak berkorelasi dengan kenaikan harga kertas.
Ada dugaan, kondisi tersebut (kenaikan harga kertas), lantaran saat booming, sejumlah perusahaan menambah investasi guna menambah kapasitas produksi. Akibatnya, saat kapasitas yang baru itu sudah online, pertumbuhan ekonomi melambat, pasar kebanjiran kertas dan pulp, harga kolaps.
Jadi, kenaikan harga kertas, bukan situasi yang tiba-tiba. Bahkan, kini, apresiasi euro-1 euro kini sekitar US$1,57, sedangkan sebelumnya US$1,3-konon mengakibatkan biaya transportasi dan lain sebagainya ikut naik, mendorong harga kertas dan pulp. "Biaya produksi menjadi mahal. Perusahaan pulp di Eropa dan Amerika Selatan semakin tidak mampu bersaing," kata Ketua Umum Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI) M. Mansyur. Mansyur memprediksi kenaikan harga pulp dan kertas akan berlangsung sepanjang tahun ini. "Mungkin hingga akhir tahun ini."
Dia mengakui kenaikan itu juga disebabkan pasokan bahan baku pulp dan kertas industri, khususnya di Indonesia yang mengalami hambatan. Lantaran belum dicabutnya police line pada bahan baku milik sejumlah produsen pulp di Riau, yang diduga melakukan illegal logging.
Mansyur mengatakan kini upaya memperoleh pulp serat pendek asal Indonesia di pasar Asia sulit. "Harga naik US$30 hingga US$40 per ton. Pada Maret 2008, harga pulp serat pendek US$730 per ton, April 2008 naik menjadi US$770 per ton," ujarnya.
Menurut dia, kenaikan itu memicu kenaikan harga kertas di Indonesia. "Sekarang harga US$1.000 per ton. Sebelumnya, harga kertas US$950-US$960 per ton," tutur Mansyur.
Illegal logging
Kondisi kritis ini sudah diprediksi pulpinc.wordpress.com. Menurut mereka, akibat tindakan polisi mengatasi illegal logging (pembalakan liar) memberikan dampak pada pasok bahan baku industri pulp.
Produsen pulp Indonesia pada 2008, diprediksi akan turun hingga 75%. Namun, kondisi itu memberikan indikasi kuat bagaimana banyaknya industri di Indonesia yang bergantung pada illegal logging.
Produksi pulp di Indonesia dalam satu dekade terakhir memperlihatkan perkembangan yang dramatis. Pada 2006, produksi mencapai 5,6 juta ton, 2007 turun menjadi 5,2 juta ton (80% dari kapasitas). Karena industri pulp besar tidak cukup mendapatkan bahan baku ketika polisi mencegah mereka menggunakan kayu ilegal.
Untuk beberapa tahun ke depan kondisi tidak pasti itu akan melingkupi industri pulp.
Diakui, APP dan APRIL sempat merencanakan menaikkan kapasitas pulp hingga 1 juta lebih dalam dua tahun ke depan. Kemudian United Fiber Systems merencanakan membuat pabrik baru di Kalimantan berkapasitas 600.000 ton. Pada Maret 2008, International Paper berencana investasi US$4 miliar di Indonesia.
Perusahaan internasional pun investasi di China yang mendorong permintaan pulp. Pada 2004, perusahaan asing menguasai 29% pasar kertas di China yang mencapai 54,4 juta ton.
Poyry, consulting dan engineering group dari Finlandia, memprediksi konsumsi kertas dan board akan tumbuh 5% per tahun hingga 2020. Di Eropa dan Amerika Utara, konsumsinya akan tumbuh sekitar 1% per tahun.
http://web.bisnis.com/artikel/2id1101.html