2.09.2009

Hentikan Sertifikasi PHTL pada Hutan Tanaman Industri

PRESS RELEASE (FWI dan Telapak)

Lembaga Ekolabel Indonesia Harus Hentikan Sertifikasi Pengelolaan Hutan Tanaman Lestari Pada Konsesi Hutan Tanaman Industri

Bogor, 9 Pebruari 2009. Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI) harus berhenti mengeluarkan sertifikasi Pengelolaan Hutan Tanaman Lestari (PHTL) bagi perusaan HTI yang melakukan konversi hutan alam atau membuka ekosistem gambut ketika membangun hutan tanamannya, demikian diserukan 2 LSM lingkungan, Forest Watch Indonesia (FWI) dan Telapak hari ini.

LEI yang baru saja menyelenggarakan kongres keduanya di Bogor telah mengeluarkan sertifikasi PHTL kepada dua perusahaan HTI. Kedua perusahaan tersebut adalah PT. RAPP di Riau dan PT.WKS di Jambi yang dalam prakteknya melakukan konversi hutan alam menjadi hutan tanaman di areal konsesinya. Sebagian areal konsesi kedua perusahaan ini juga terbukti berada pada ekosistem gambut.

Wirendro Sumargo, Direktur Eksekutif FWI mengatakan, “Selama ini sertifikasi PHTL LEI hanya melihat kelestarian pengelolaan setelah hutan tanaman terbangun, tetapi melupakan dampak ekologi ketika hutan alam dikonversi terlebih di areal bergambut. HTI yang dibangun dengan melakukan konversi hutan alam menjadi hutan tanaman monokultur jelas bertentangan dengan prinsip-prinsip pengelolaan hutan lestari”.

Pemerintah sendiri telah mengeluarkan kriteria areal untuk pembangunan HTI yaitu pada kawasan berupa areal kosong dan areal yang penutupan vegetasinya berupa non hutan (semak belukar, padang alang-alang, dan tanah kosong). Akan tetapi kenyataannya banyak HTI yang dibangun pada kawasan hutan bekas tebangan yang masih produktif (logged-over area) atau bahkan pada kawasan hutan perawan ( virgin forest).

Sementara itu pada tahun 2008 pemerintah kembali mengeluarkan ijin baru untuk 18 perusahaan HTI, salah satu di antaranya adalah PT. Semesta Inti Selaras yang merupakan anak perusahaan Medco Group. Perusahaan ini memperoleh ijin konversi hutan alam asli di Papua seluas lebih dari seperempat juta hektar yang berdasarkan pemantauan Telapak sebagian besar di antaranya masih dalam kondisi baik.

“ Membuka areal HTI pada kawasan hutan alam dan ekosistem gambut sama artinya dengan mengabaikan resiko deforestasi, kebakaran hutan, konflik sosial, dan perubahan iklim. Sertifikasi PHTL pada HTI harus segera dihentikan sampai ada jaminan areal HTI tidak dialokasikan pada kawasan hutan alam yang masih produktif dan pada lahan gambut!” demikian kembali ditegaskan Wirendro.

Sementara itu Husnaeni Nugroho, juru kampanye Telapak menambahkan, “Sertifikasi di Sumatera ini terlihat seperti sebuah label kelestarian yang menyesatkan. LEI harus menghentikan skema ini, atau resiko kerusakan hutan yang sama akan menimpa hutan-hutan Papua.”
# # #

Informasi lebih lanjut:
Wirendro Sumargo, +62-815 9280 585, rendro@fwi.or.id
Husnaeni Nugroho, +62-813 2884 1307, unang@telapak.org

Catatan Editor:

  1. Forest Watch Indonesia merupakan jaringan pemantau hutan independen yang terdiri dari individu-individu dan organisasi-organisasi yang memiliki komitmen untuk mewujudkan proses pengelolaan data dan informasi kehutanan di Indonesia yang terbuka sehingga dapat menjamin pengelolaan sumberdaya hutan yang adil dan berkelanjutan.
  2. Telapak adalah organisasi lingkungan berbasis individu yang berkedudukan di Bogor.
  3. Kongres II LEI diselenggarakan di Bogor pada 7-8 Februari 2009 dan diikuti oleh seluruh konstituen LEI dari berbagai stakeholder. Keadilan dan kelestarian pengelolaan sumberdaya alam menjadi tema sentral dalam perhelatan empat tahunan ini.
  4. PT RAPP (Riau Andalan Pulp and Paper) merupakan salah satu perusahaan yang bergerak dalam pembangunan HTI di bawah payung usaha Asia Pacific Resources International Holdings Ltd. (APRIL). Sedangkan PT WKS (Wira Karya Sakti) merupakan salah satu perusahaan di bawah payung usaha Asia Pulp and Paper Company Ltd. (APP) yang tergabung dalam grup Sinar Mas
  5. Forest Watch Indonesia melakukan analisis perubahan tutupan hutan antara tahun 1989 hingga 2006 di Provinsi Riau dan Jambi, di mana masing-masing mengalami kehilangan hutan sebesar 3,1 juta hektar dan 1,1 juta hektar. Secara khusus di areal konsesi HTI PT RAPP dan PT WKS, terjadi kehilangan hutan masing-masing sebesar 176 ribu hektar dan 75 ribu hektar, termasuk di dalamnya 71 ribu hektar dan 17 ribu hektar di atas lahan gambut.
  6. Hutan alam dan ekosistem gambut merupakan kawasan yang khas dan memiliki keanekaragamanan hayati tinggi dan penting bagi kehidupan masyarakat adat/lokal yang mendiaminya. Ekosistem gambut juga menyimpan karbon dalam jumlah yang sangat besar.
  7. PT.Selaras Inti Semesta adalah perusahaan HTI dengan ijin luasan konsesi sebesar 259.000 ha, berlokasi di Distrik Muting, Kurik, Kaptel, dan Animha, kabupaten Merauke, Papua. Hasil analisis data dari dokumen analisis dampak lingkungan (Andal) yang dilakukan Telapak menunjukkan bahwa 124.456 hektar (48%) dari areal konsesinya merupakan hutan alam dengan kondisi baik, dan hanya 84.247 hektar (33 %) saja yang bukan kawasan berhutan.

Tidak ada komentar:

Kehancuran Hutan Akibat Pembuatan HTI di Lahan Gambut
Kanalisasi

Bekas Kebakaran

 Kanalisasi Kanalisasi