JAKARTA, RABU - Maraknya pembalakan liar di Indonesia mengakibatkan produk kayu asal Indonesia sulit diterima di pasar global. Untuk itu dibentuk suatu Sistim Verifikasi Legalitas K ayu (SVLK) yang akan memberikan keabsahan terhadap produk kayu asal Indonesia sehingga dapat diterima di pasar dunia.
Hal itu diungkap dalam Konsultasi Publik Kelembagaan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu : Bagaimana Menjamin Legal itas Produk Kayu dari Indonesia, di Hotel Santika, Jakarta, Rabu (10/9).
Taufiq Alimi, Direktur Eksekutif Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI) mengatakan bahwa produk kayu asal Indonesia sulit masuk ke negara-negara pengimpor kayu seperti Jepang, Amerika, Mexico, dan negara-negara Eropa. Mereka mengganggap kayu-kayu Indonesia dari penebangan liar. Biar bisa masuk produk kayu Indonesia diberi label dari negara lain seperti Vietnam, ujarnya.
Oleh karena itu diperlukan suatu lembaga yang efisien, kredibel, dan adil yang dapat meyakinkan negara pengimpor bahwa Indonesia dapat menghasilkan produk kayu legal.
Nantinya akan jelas bahwa produk yang tidak berlabel SLVK asal Indonesia adalah barang haram dan itu akan menguntungkan pengusaha, ujarnya.
Ia mengatakan dengan penerapan standar legalitas diharapkan berbagai pungutan liar terhadap pengusaha bisa dihilangkan sehingga produksi bisa lebih efisien. Selain itu nantinya akan ada pengawasan secara terus menerus dari masyarakat sipil terhadap pelaksanaan verifikasi legalitas.
Senada dengan Taufiq, Direktur Jendral Bina Produksi Departemen Kehutanan, Dr. Ir. Hadi S. Pasaribu mengatakan dengan adanya lembaga yang memberikan legalitas dapat menghilangkan keraguan negara pengimpor terhadap produk kayu asal Indonesia. Setiap negara mempunya i standar aturan masing-masing dan mereka hanya menerima kayu yang legal atau berasal dari hutan yang dkelola secara lestari, ujarnya.
Hadi yang juga wakil ketua Pengarahan Nasional Pengembangan Kelembagaan SVLK menambahkan dengan adanya SVLK tersebut diharapkan akan mengurangi kerusakan hutan dari pembalakan liar. "Kita berharap lembaga ini sudah terbentuk akhir tahun ini sehingga tahun depan sudah bisa berjalan," tambahnya.
Sedangkan Robianto Koestomo dari Asosiasi Panel kayu Indonesia be rharap lembaga ini nantinya tidak menambah birokrasi dan biaya sehingga tidak mengganggu dunia usaha. "Intinya kita mengapresiasi lembaga ini," ujarnya.
Pembentukan standar legalitas kayu tersebut bermula dari MoU antara pemerintah Indonesia dan Inggris pada 9 Agustus 2002 untuk mengatasi pembalaka n liar dimana didalamnya ada rencana kegiatan mengembangkan standar legalitas kayu di Indonesia. Proses penyusunan berlangsung melalui banyak tahap dan melibatkan banyak pihak antara lai LEI, Telapak, AMAN, Depertemen Kehutanan, BRIK, dan APHI.
M15-08
http://www.kompas.com/read/xml/2008/09/10/18152066/pembalakan.akibatkan.kayu.indonesia.sulit.dipasarkan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar