12.26.2008

Bentrok Fisik, 500 Personil Polisi Usir Paksa Warga Suluk Bongkal

Jumat, 19 Desember 2008 | 00:36 WIB
Laporan wartawan Tribun Pekanbaru, Raya Deswanto

PINGGIR, TRIBUN - Bentrok fisik pecah dalam pengusiran paksa masyarakat yang menempati areal konsesi PT Arara Abadi di Dusun Suluk Bongkal, Desa Beringin, Pinggir, Kamis (18/12) dari pagi hingga sore hari. Sedikitnya 500 personil kepolisian dikerahkan untuk menghalau serta merobohkan pemondokan yang dijadikan sebagai tempat tinggal
mereka. Akibatnya, puluhan warga mengalami luka-luka berat dan ringan.

Seribuan jiwa penduduk dusun tersebut mengungsi karena pengejaran petugas. Polisi juga menangkapi sedikitnya 20 orang warga yang dipandang sebagai tokoh serta penggerak aksi pendudukan lahan konsesi tersebut. Yang paling tragis, seorang bocah perempuan Putri (2,5) tahun tewas dalam insiden kejar-kejaran antara petugas dan warga. Putri, bocah tak berdosa tersebut meregang nyawa di dalam sumur tanah karena terlepas dari pegangan orangtuanya sewaktu dihalau petugas.

Dalam keadaan yang menggalaukan tersebut, dua helikopter berputar- putar di atas kawasan yang dikuasai masyarakat. Bahkan, petugas dalam helikopter juga melempar gas menyerupai api ke arah perkampungan hingga membakar pondok-pondok warga. Bentrok tersebut pun diwarnai aksi lempar batu warga terhadap petugas yang sebagian menggunakan
senjata lengkap. Anak-anak dan kaum ibu berhamburan menghindari pertikaian untuk mempertahankan tanah ulayat mereka.

Merasa kalah dengan kekuatan petugas kepolisian dibantu satpol Pamong Praja, warga pun memilih mundur. Apalagi saat pengusiran, polisi secara berentetan mengeluarkan tembakan peringatan serta peluru karet. Selain itu, semprotan air deras yang dikeluarkan kendaraan water boom membuat masyarakat makin kalut dan berhamburan.

Kedatangan polisi yang diangkut menggunakan kendaraan truk dan bus langsung disambut ketegangan masyarakat. Warga langsung memasang pagar betis dengan menjadikan kaum perempuan sebagai pagar depan. Warga meminta polisi menunjukkan surat pengadilan tentang upaya eksekusi lahan dan pondokan tersebut. Namun, polisi beralasan bahwa
pendudukan lahan tersbeut ilegal karena masyarakat tidak memiliki surat-surat kepemilikan yang sah. Hanya ada pembicaraan selama lima menit dengan masyarakat namun berakhir buntu. Polisi pun langsung memakai jurusnya" hingga membuat warga kelabakan.

Ini namanya tindakan arogansi aparat hukum. PT Arara Abadi telah menggunakan tangan hukum untuk memaksakan kehendaknya. Kami sangat menyesalkan tragedi ini. Apalagi yang berhadapan dengan kami adalah aparat bersenjata. Ini namanya tindakan premanisme. Anak-anak telah menjadi korbannya," kata Dendi, pengurus Komite Pimpinan Pusat (KPP)
Serikat Tani Riau, organisasi yang setia mendampingi warga dalam merebut dan mempertahankan hak ulayatnya tersebut sejak dua tahun lalu.

Dendi menerangkan, kejadian tersebut telah menimbulkan trauma dan ketakutan yang mendalam pada masyarakat. Apalagi, meski sudah lari, petugas masih saja melakukan pengejaran dan penangkapan warga. STR memperkirakan sedikitnya 20 warga ditangkapi polisi lalu di bawa entah ke mana. Beberapa warga dikabarkan hilang, karena hingga malam
hari tak kunjung kembali.

"Kami masih menghitung angka pasti berapa warga yang ditangkapi polisi. Yang jelas, puluhan warga mengalami luka-luka. Sedikitnya lima orang ada luka berat karena dipukul menggunakan rotan dan alat- alat pengusir lain oleh polisi," kata Dendi. Masyarakat dan STR sendiri akan mengajukan upaya hukum atas kekerasan yang dialami dalam pengusiran paksa itu.

Tak hanya mengusir paksa masyarakat, petugas juga melakukan pembongkaran pondok-pondok yang dijadikan sebagai tempat tinggal mereka. Jumlah pondok yang dirusak mencapai 700 buah dan kini sebagian besar sudah rata dengan tanah, sebagian besar dihancurkan dengan cara dibakar. Warga juga tak sempat menyelamatkan barang- barang rumah tangga karena panik menghadapi tindakan aparat.

Kami tak sempat menyelamatkan apa-apa dari dalam rumah. Semuanya kami tinggalkan karena takut. Sekarang kami bingung tinggal di mana," kata Ros, warga kawasan tersebut. Kepala Bagian Humas Polda Riau AKBP Zulkifli kepada wartawan menerangkan, pihaknya melibatkan sebanyak 500 personil untuk mengamankan instruksi penggusuran serta pengosongan lahan tersebut. Kekuatan personil dipasok dari Polda Riau, Polres Bengkalis, Polresta Dumai dan Polres Rokan Hilir.

Menurutnya, pengosongan lahan tersebut dilakukan karena warga tidak memiliki surat kepemilikan sah atas lahan. Ia meyakini, tindakan polisi dilakukan berdasarkan hukum. Warga tidak memiliki surat kepemilikan sah atas tanah. Ini jelas- jelas melanggar hukum. Tindakan penggusuran yang kita lakukan atas dasar hukum. Kita sudah menyelidiki kasus ini sejak lama," terang Zulkifli.

Kisruh kepemilikan lahan antara warga dengan PT Arara Abadi mulai mencuat keras sejak awal Februari lalu, namun akar persoalannya sebenarnya sudah muncul sejak PT Arara mulai memegang hak konsesi kawasan tersebut di era tahun 90-an. Berkali-kali konflik pecah di kawasan tersebut dan menelan korban jiwa. Warga mengklaim kawasan tersebut sebagai tanah ulayat yang luasnya mencapai 5 ribu hektar.

Sejak 2006 lalu, warga mulai membangun pondok-pondok tempat tinggal dan mengolah kawasan tersebut sebagai tempat bercocok tanam. STR melaporkan bahwa sebanyak 900 kepala keluarga telah mengelola lahan
tersebut.

Namun anehnya, kasus ini tak kunjung bisa diselesaikan. Penyelesaian jalur secara hukum lewat pengadilan untuk membuktikan pemilik sah tanah, tak pernah ditempuh. Kasus ini hanya berhenti sampai pada laporan kepolisian. Aksi pengusiran besar-besaran yang dimotori Polda Riau ini merupakan upaya represif yang paling besar terjadi.

Humas PT Arara Abadi Nurul Huda dihubungi Tribun Kamis malam, membantah kalau pihaknya menggunakan tangan hukum" untuk mencapai keinginan Arara menguasai kembali lahan tersebut. Menurutnya, Arara telah melakukan prosedur hukum untuk menyelesaikan masalah kepemilikan lahan tersebut.

"Kami menghitung sudah ada 24 laporan polisi yang kami sampaikan. Ini adalah bagian dari upaya kami untuk mendapat perlindungan hukum. Sebagai perusahaan kami berhak mendapat perlindungan hukum yang setara," kata Nurul sembari membantah kalau satu dari dua helikopter yang digunakan adalah milik Arara Abadi.

Pengungsi Butuh Makanan dan Minuman
TRAGEDI pengusiran paksa ratusan keluarga pemukim di wilayah PT Arara Abadi di kilometer 42, Desa Beringin, Pinggir, Kabupaten Bengkalis membuat masalah baru. Para keluarga terpaksa sementara ini harus menginap di tengah hutan tanpa dilengkapi tenda-tenda pelindung.

Selain itu, pasokan makanan serta air minum juga amat dibutuhkan oleh para warga. Anak-anak dan kaum perempuan sementara ini terpaksa hidup bergelut dengan alam di pinggiran kawasan HTI Arara Abadi. Komite Pimpinan Pusat (KPP) Serikat Tani Riau Dendi menerangkan, pihaknya akan tetap bertahan dengan segala kondisi serba kekurangan saat ini. Pengusiran yang berlangsung sekitar pukul 10 pagi tersebut, membuat masyarakat belum sempat sarapan pagi. Hingga malam ini, warga masih sedang berusaha mendatangkan pasokan makanan ke tempat
pengungsian sementara.

Malam ini warga akan tidur beralaskan tanah. "Banyak di antara kami yang belum makan sejak pagi. Kami masih berusaha mendatangkan pasokan makanan ke sini," terang Dendi, Kamis malam. (ran)

http://kompas.co.id/read/xml/2008/12/19/00365789/bentrok.fisik.500.personil.polisi.usir.paksa.warga.suluk.bongkal

Tidak ada komentar:

Kehancuran Hutan Akibat Pembuatan HTI di Lahan Gambut
Kanalisasi

Bekas Kebakaran

 Kanalisasi Kanalisasi