Bentrok fisik pecah dalam pengusiran paksa masyarakat yang menempati areal konsesi PT Arara Abadi di Dusun Suluk
Bongkal, Desa Beringin, Pinggir, Kamis (18/12) dari pagi hingga sore hari. Sedikitnya 500 personil kepolisian dikerahkan untuk menghalau serta merobohkan pemondokan yang dijadikan sebagai tempat tinggal mereka.Akibatnya, puluhan warga mengalami luka-luka berat dan ringan. Seribuan jiwa penduduk dusun tersebut mengungsi karena pengejaran petugas. Polisi juga menangkapi sedikitnya 20 orang warga yang dipandang sebagai tokoh serta penggerak aksi pendudukan lahan konsesi tersebut.
Yang paling tragis, seorang bocah perempuan Putri (2,5) tahun tewas dalam insiden kejar-kejaran antara petugas dan warga. Putri, bocah tak berdosa tersebut meregang nyawa di dalam sumur tanah karena terlepas dari pegangan orangtuanya sewaktu dihalau petugas.
Dalam keadaan yang menggalaukan tersebut, dua helikopter berputar-putar di atas kawasan yang dikuasai masyarakat. Bahkan, petugas dalam helikopter juga melempar gas menyerupai api ke arah perkampungan hingga membakar pondok-pondok warga. Bentrok tersebut pun diwarnai aksi lempar batu warga terhadap petugas yang sebagian menggunakan senjata lengkap. Anak-anak dan kaum ibu berhamburan menghindari pertikaian untuk mempertahankan tanah ulayat mereka.
Merasa kalah dengan kekuatan petugas kepolisian dibantu satpol Pamong Praja, warga pun memilih mundur. Apalagi saat pengusiran, polisi secara berentetan mengeluarkan tembakan peringatan serta peluru karet. Selain itu, semprotan air deras yang dikeluarkan kendaraan water boom membuat masyarakat makin kalut dan berhamburan.
Kedatangan polisi yang diangkut menggunakan kendaraan truk dan bus langsung disambut ketegangan masyarakat. Warga langsung memasang pagar betis dengan menjadikan kaum perempuan sebagai pagar depan. Warga meminta polisi menunjukkan surat pengadilan tentang upaya eksekusi lahan dan pondokan tersebut.
Namun, polisi beralasan bahwa pendudukan lahan tersbeut ilegal karena masyarakat tidak memiliki surat-surat kepemilikan yang sah. Hanya ada pembicaraan selama lima menit dengan masyarakat namun berakhir buntu. Polisi pun langsung memakai "jurusnya" hingga membuat warga kelabakan.
"Ini namanya tindakan arogansi aparat hukum. PT Arara Abadi telah menggunakan tangan hukum untuk memaksakan kehendaknya. Kami sangat menyesalkan tragedi ini. Apalagi yang berhadapan dengan kami adalah aparat bersenjata. Ini namanya tindakan premanisme. Anak-anak telah menjadi korbannya," kata Dendi, pengurus Komite Pimpinan Pusat (KPP) Serikat Tani Riau, organisasi yang setia mendampingi warga dalam merebut dan mempertahankan hak ulayatnya tersebut sejak dua tahun lalu.
Dendi menerangkan, kejadian tersebut telah menimbulkan trauma dan ketakutan yang mendalam pada masyarakat. Apalagi, meski sudah lari, petugas masih saja melakukan pengejaran dan penangkapan warga. STR memperkirakan sedikitnya 20 warga ditangkapi polisi lalu di bawa entah ke mana. Beberapa warga dikabarkan hilang, karena hingga malam hari tak kunjung kembali.
"Kami masih menghitung angka pasti berapa warga yang ditangkapi polisi. Yang jelas, puluhan warga mengalami luka-luka. Sedikitnya lima orang ada luka berat karena dipukul menggunakan rotan dan alat-alat pengusir lain oleh polisi," kata Dendi. Masyarakat dan STR sendiri akan mengajukan upaya hukum atas kekerasan yang dialami dalam pengusiran paksa itu.
Indonesia...
kenapa selalu menyelesaikan masalah dengan kekerasan, apakah tidak ada jalan lain selain kekerasan.
polisi....bukankah kau seharusnya menjadi pelindung masyarakat ... kenapa tindakanmu seperti preman....dimana hati nuranimu, apakah kau tidak punya sedikit rasa kemanusiaan.
mereka juga manusia sama seperti kamu.
http://forum.kompas.com/sumatera/11638-pengusiran-paksa-di-dusun-suluk-bongkal.html
12.26.2008
pengusiran paksa di dusun suluk bongkal
Label:
Kasus Suluk Bongkal,
Konflik Lahan
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar